BERANGKAT KE KAIRO

Zacznij od początku
                                    

Ziva terdiam sejenak mendengarkan perkataan serius dari sang suami. Hela an nafas panjang dari Ziva jelas terdengar. Ziva tidak boleh pantang menyerah.

"Mas, Ziva udah baik-baik aja. Ziva mohon,"akhirnya Ziva memilih mengeluarkan jurus andalannya, dengan mengedipkan matanya berulang kali.

Jika seperti ini sangat sulit untuk Gus Agam menolaknya. Mau bagaimana lagi, dirinya juga tak ingin istrinya terus membahas hal tersebut, atau sampai kepikiran.

"Okeh. Mas akan ke Kairo!!"

Senyum keceriaan terlihat jelas diwajah Ziva. "Makasih mas. Kalau begitu siap-siap sekarang. Karena sore mas udah berangkat!!"

"Cepat benar!!"

"Ckk.. udah siap-siap sana." pintah Ziva.

Mau tak mau akhirnya Gus Agam hanya bisa menuruti nya saja. " Iya udah, mas mau siap-siap dulu kalau gitu,“ ucap Gus Agam seraya bangkit dan berjalan mendekat.

"Sini gendong, kita masuk kedalam kamar,"

Ziva lekas mengangguk. Gus Agam pun segera meraih tubuh mungil sang istri lalu membawanya memasuki kamar mereka.

***

Saat ini Ziva tengah termenung menatap sang suami yang sibuk packing barang-barangnya.

Gus Agam menyadari tatapan Ziva yang terfokus pada dirinya. Lekaslah Gus Agam menoleh kearah sang istri. "Yakin?" 

Entah apa yang suami nya maksud, Ziva pun hanya bisa menjawabnya sama persis dengan perkata an sang suami. "Yakin."

"Bener-bener yakin hm?"

"Iya mas."

Gus Agam mendekati Ziva yang tengah terduduk diranjang. Gus Agam mendekat, lekas duduk ditepi ranjang, tepatnya dihadapan Ziva. "Ga nangis kan?"

"Enggak dong."

Mendengar hal itu, tiba-tiba saja Gus Agam langsung memeluk tubuh sang istri. Tanpa diduga juga, Gus Agam menangis tersedu-sedu dipelukan istrinya.

"Ya ampun mas nangis, udah ya jangan nangis, ” ucap Ziva menenangkan sang suami.

"Enggak bisa," bukanya mereda, tangis Gus Agam semakin menjadi-jadi lagi.

"Eh jangan nangis,cuma satu tahun kok."

"Satu tahun  itu lama Ziva," suara Gus Agam benar-benar sudah kacau akibat menangis tersedu. "Besok udah ga bisa peluk cium lagi,"gumamnya.

Melihat tingkah manja dari sang suami membuat Ziva luluh dan akhirnya ikutan menangis.

"Okeh-okeh, mas harus kuat. Ziva aja kuat, karena Ziva yakin hati mas Agam cuma buat Ziva, ” kata Ziva seraya membelai pucuk kepala sang suami.

"I—iya."

Jangan ditanya eskpresi Gus Agam yang nangis sampai sesenggukan, bahkan ingus nya hampir keluar gara-gara menangis tentang hal ini.

" Haruskah aku dan kamu menjadi magnet, agar seling tarik menarik dan terkait tak pernah lepas."

Ziva tertawa mendengar perkataan sang suami. "Ya ampun gombalnya,"kikik Ziva.

"Mas serius sayang. Berat tau jauh dari kamu," Gus Agam semakin mengeratkan pelukannya.

***

Waktu berlalu menjadi sore hari. Sesuai dengan perkataan Ziva, saat ini Gus Agam tengah berpamitan untuk pergi kebandara.

"Umi, abi. Agam pamit ya," Gus Agam lekas memeluk kedua orang tuanya itu. Sudah menjadi kebiasaan Gus Agam berpamitan, namun hal itu tidak dapat menahan air mata Gus Agam.

"Hati-hati ya, jangan begadang. Makan yang teratur. Kabarin umi kalau ga Ziva," kata umi Aisyah seraya membelai kepala sang anak.

"Iya umi, Agam tau. Agam titip Ziva ya, umi. Abi."

Kedua orang tuanya mengangguk faham akan perkata dari putranya itu. Setelah selesai berpamitan kepada kedua orang tuanya.

Kini giliran Gus Agam untuk berpamitan kepada sang istri. Gus Agam mendekat, menatap istrinya yang tingginya hanya sebatas dada nya saja.

"Mas pamit ya, Ziva jaga pola makan. Jangan begadang, jangan mikir enggak-enggak. Selalu vc mamas, ga boleh telat makan. Istirahat," jelas Gus Agam dengan suara  begitu bergemetar hebat.

"Siap komandan," kata Ziva.

Gus Agam lekas memeluk istrinya itu. Entah mengapa berat sekali rasanya meninggalkan sang istri tercinta.

"Jangan sedih Ziva," perkataan dari sosok pria yang sudah menangis dipelukan sang istri.

Mas Iqbal yang sedari tadi memperhatikan adegan romantis semanis gula itu hanya bisa dibagian nyengir nya saja.

'Jomblo diem aja deh,' batinnya.

Merasa cukup untuk berpelukan, Gus Agam lekas melarat pelukan nya itu. Melihat air mata yang masih mengalir di pipi sang suami. Lekaslah Ziva mengusapnya dengan ibu jarinya.

"Ziva tunggu kepulangan mamas, jangan bandel disana. Apalagi berniat cari istri lagi!!"

Sudut bibir Gus Agam membentuk lengkungan. Dirinya senang mendengar kalimat tegas berkedok ancaman dari sang istri.

"Iya sayang. Kamu harus ingat, tujuan mas mencari ilmu. Bukan untuk mencari istri. Posisi Aziva Shani Zulfikar ga akan ada yang bisa menggesernya dari hati Agam Zulfikar Akbar."

Sungguh manis perkataan itu. Ziva hanya bisa membalasnya dengan senyuman nya itu.

"Akhir-akhir ini jago ngegombal ya, "ledek Ziva. Gus Agam hanya terkekeh mendengar ledekan nya.

"Hanya untuk kamu. Tidak untuk orang lain," kata Gus Agam seraya membelai pucuk kepala Ziva.

"Gus. Ayook," terlihat mas Iqbal sudah tidak betah melihat keromantisan keduanya itu.

"Ckk," decakan kesal Gus Agam berikan kepada temannya itu. "Ya sudah, saya pamit. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Gus Agam lekas berjalan menuju kearah mobil. Sebelum memasuki mobil. Gus Agam menyempatkan diri untuk melambaikan tangan kepada sang istri.

Ziva yang mengetahui hal itu segera melambaikan tangannya kembali kepada sang suami.

"Belajar rajin-rajin. Ziva tunggu kepulangan mamas," kata Ziva .

"Iya sayang, i love you Humairah ku. Dada zawjati."

Selepas itu, mas Iqbal lekas menghidupkan mesinnya. Gus Agam pun memasuki mobil. Tak lama mobil pun melaju meninggalkan area pondok pesantren.

***

Akhiri membaca dengan mengucap kan Alhamdulillah.

Suka sama alurnya?
Kalau suka , yuk follow akun wattpad author nya Gulajawa_1 . Jangan lupa vote dan komen.

Follow ig author @wp.gulajawa

istri mungil nya Gus Agam Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz