🌸🌸🌸🌸³

Mulai dari awal
                                    

Sunghoon tiba-tiba menepi. Memberhentikan mobil di sisi jalan.

"Kita akan berhenti di sini sampai kau bicara."

Jari-jari Jaeyun tampak bergerak gelisah. Dia masih enggan menatap Sunghoon, bibirnya pun terasa kelu untuk mulai bicara. Tiba-tiba perasaan bersalah menyelimuti dadanya. Ia merasa bersalah karena sudah mendiami sang suami yang melarangnya minum beer demi kebaikannya. Sudah pasti Sunghoon menyayanginya begitu juga calon anak mereka. Jaeyun terlalu memercayai asumsinya sendiri yang menganggap Sunghoon lebih sayang anak di perutnya daripada Jaeyun sendiri. Menganggap Sunghoon terpaksa mencintainya karena sedang hamil anaknya.

Tak terasa bulir bening jatuh ke tangan Jaeyun yang memegangi sabuk pengaman. Ia dengan segera mengusap air matanya, namun bulir bening itu seperti terus berjatuhan dan sudah pasti tak luput dari perhatian Sunghoon.

Sang suami menghela napas. Ia melepas sabuk pengamannya, begitu juga milik Jaeyun, lalu menarik bahu kecil itu untuk menghadapnya.

"Kenapa menangis?" tanyanya lembut seraya mengangkat dagu Jaeyun yang berusaha menghindarinya dengan menunduk.

Jaeyun menggigit bibirnya yang bergetar, menahan isakan. Rasa bersalahnya semakin menjadi kala melihat ekspresi clueless Sunghoon yang berusaha untuk mencari jawaban dari mata berkaca-kacanya.

"Bilang, Jaeyun. Kalau aku ada salah bicara padamu, katakan saja. Aku tidak mengerti salahku dimana kalau kau hanya mendiamiku begini."

Benteng pertahanan Jaeyun runtuh. Dia langsung menghambur ke pelukan Sunghoon. Melepaskan isakan yang sejak tadi berusaha ditahan-tahan. Menggumamkan kata maaf di sela-sela isakannya.

Sunghoon masih tak mengerti kenapa Jaeyun meminta maaf. Bukankah harusnya dia yang meminta maaf? Jaeyun mendiaminya karena dia salah kan? Tapi bukannya menyebutkan apa salahnya, Jaeyun justru yang meminta maaf padanya.

Jujur Sunghoon bingung, namun ia tetap membalas pelukan Jaeyun, menepuk-nepuk pelan punggung sempit itu berusaha menenangkan.

Lima menit berlalu, Jaeyun pun melepaskan pelukannya. Tapi Sunghoon tak biarkan Jaeyun lepas begitu saja. Masih dengan mendekap tubuh itu, Sunghoon menahan tengkuk Jaeyun, lalu memiringkan wajahnya dan meraup bibir merah bengkak itu. Jaeyun terlihat menerima. Ia membiarkan Sunghoon mendominasi ciuman mereka, merasakan hormon oksitosin mulai mengikis perasaan bersalah di dadanya. Kini yang tersisa hanyalah ingatan akan ciuman sarat cinta dari Sunghoon, dan tendangan bahagia dari dalam perutnya.

Jungwon tampaknya menyukai momen kedua orangtuanya yang saling berbagi cinta dan kasih.

"Merasa lebih baik?" tanya Sunghoon dengan nada suara lembut seraya menyugar rambut Jaeyun yang menutupi dahi dan matanya.

Jaeyun mengangguk pelan. Matanya memejam lucu saat Sunghoon merapikan rambutnya. Satu kecupan di bibirnya membuat matanya terbuka kembali.

"Aku minta maaf, kalau kata-kataku tadi di restoran menyakiti perasaanmu, Ikeu-ya. Aku tidak akan berusaha membela diri. Aku pun salah karena sudah memesan beer saat makan bersamamu. Harusnya aku lebih menjaga perasaanmu dengan menahan diri untuk tidak minum beer saat di depanmu. Maaf."

Jaeyun rasanya ingin menangis untuk kedua kalinya. Tapi tidak, dia tidak mau membuat hari-hari honeymoon mereka jadi melankolis. Dia ingin momen honeymoon mereka menjadi kenangan terindah bagi keduanya.

Tersenyum dengan bibir bergetar, Jaeyun pun menangkup wajah tampan sang suami. Menatap setiap fitur wajahnya yang memesona, lantas membubuhkan kecupan singkat di bibir tipis itu.

"Park Sunghoon... aku mencintaimu."

Sunghoon tersenyum. Ia mengambil kedua tangan Jaeyun dari wajahnya, lantas menarik pelan hingga wajah mereka nyaris tak berjarak. Dengan bibir yang saling bergesekan, mata yang menatap sayu dan berkabut, Sunghoon berbisik.

He is my wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang