Setelah menunggu hampir satu jam, pesanan Neo pun datang. Ia membawa masuk makanannya dan tanpa pikir panjang langsung menyantapnya dengan sangat lahap. Ia menyumpit asparagus dan memakannya tanpa ekspresi berlebihan padahal sebelumnya dia sangat membenci sayur hijau panjang itu.

Tanpa sadar, Neo melahap habis makanan itu. Niatnya yang ingin berbagi dengan Bastian seketika pupus. Menyadari itu, dia mengangkat bahu acuh tak acuh dan segera membereskan kekacauan di meja pantry. Jika Bastian ingin makan ini juga, dominan itu bisa membelinya.

Setelah menelan obat serta vitamin, Neo langsung melompat ke kasur untuk tidur siang. Tak sampai lima menit, suara dengkuran halus terdengar yang menandakan cowok itu sudah masuk ke alam bawah sadar.

****


Bastian memasuki unit apartemennya dengan raut lelah. Ia melirik ke arah jam dinding di atas televisi yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Setelah menaruh sepatu ke rak, dominan itu berjalan masuk dan sedetik kemudian langkahnya terhenti saat melihat tumpukan menggunung di kotak sampah. Terang saja, rasa lelahnya kian bertambah berkali-kali lipat.

Seraya berdecak, Bas membanting tasnya ke sofa sebelum pergi ke kamar. Baru saja membuka pintu, tubuhnya mematung saat melihat Neo sedang bergelung nyaman di atas kasur. Cowok itu bahkan mendengkur pelan yang ketika melihatnya, Bas tidak sampai hati untuk membangunkan.

Dengan perasaan dongkol, Bastian membawa kotak sampah yang sudah penuh itu untuk ia buang ke janitor.

Selesai dengan urusan persampahan dan setelah mencuci tangan, dominan itu berjalan ke pantry dan sedikit kaget saat melihat masakannya masih utuh. Ia lalu meraih kedua piring dan menciumnya untuk memastikan apakah lauk itu sudah bau, ternyata belum. Ia lantas menoleh menatap pintu kamar dengan sorot tak bisa ditebak. Apa Neo sama sekali belum makan dari pagi?

Merasa tebakannya benar, Bastian kembali ke kamar untuk membangunkan Neo. Ia berpikir apa mungkin Neo tidak tidur, melainkan sedang pingsan sekarang. Ia seolah lupa jika telinganya sempat menangkap suara dengkuran.

"Neo!"

"Bangun, Neo!

"Neo!"

Bibir Neo mencebik saat tidur nyenyaknya diganggu. Mau tak mau, ia membuka mata dan keningnya mengerut saat menyadari sorot Bastian tengah menatapnya khawatir.

"Lu mau bunuh diri?!"

Neo yang kesadarannya belum terkumpul sempurna sontak kembali mengernyitkan dahi. "Hah?"

"Lu belum makan dari pagi, sengaja mau bunuh diri?! Lu lagi hamil, bego. Pikirin kondisi janin di perut lu!"

Neo menggaruk pelipisnya yang tiba-tiba gatal. "Lu ngomong apaan sih, Bas? Nggak jelas banget," sahutnya dengan suara serak khas bangun tidur.

Bastian menunjuk keluar kamar. "Makanan yang gua masak masih utuh. Itu artinya lu belum makan apa-apa, kan, dari tadi pagi?"

Neo berdecak saat menyadari arah pembicaraan. Kesadarannya yang sudah terkumpul sempurna membuatnya langsung bangkit dan duduk di atas kasur. "Gua udah makan," jawab Neo seraya meregangkan badan. "Tadi pagi sebelum ke rumah sakit, gua sarapan nasi uduk. Terus siangnya sebelum tidur, gua makan daging panggang."

"Daging?"

Neo mengangguk. "Gua pesen online."

Bastian lantas berdiri. "Jadi, lu sengaja nggak makan lauk yang gua masakin?"

"Ya ... nggak sengaja, sih. Gua emang lagi nggak pengen makan itu."

Bastian terdiam. Entahlah, tiba-tiba ia merasa agak tersinggung. Membayangkan jika jam lima pagi, ia sengaja pergi ke pasar untuk membeli ikan segar sesuai permintaan Neo yang ingin dimasakkan ikan sambal kuning.

Semalam, Neo berkata ingin makan ikan sambal kuning untuk sarapan dan Bastian hanya meliriknya sekilas. Awalnya, dominan itu ingin bersikap acuh tak acuh toh jika memang suaminya ingin makan ikan, ia bisa delivery seperti biasa. Tetapi sayangnya, semalaman Bastian tidak bisa tidur karena terus memikirkan ucapan Neo yang pada akhirnya membuat ia menyerah. Pagi-pagi saat suasana bahkan masih gelap, Bastian pergi ke pasar pagi agar mendapatkan ikan segar.

Saat tahu Bastian mengabulkan keinginannya, Neo berjanji akan menghabiskannya sampai hanya tersisa tulang.

"Lu marah gitu?" tanya Neo tanpa dosa. "Tapi kan gua nggak minta lu buat masak. Semalem, gua cuma ngomong doang. So, gua nggak salah, dong."

Bastian tersenyum. Namun, senyum dalam artian lain. "Iya, lu nggak salah. Gua yang salah," jawab dominan itu. "Karena gua terlalu peduli sama orang kayak lu." Setelah itu, Bastian keluar dan menutup pintu kamar dengan sedikit bantingan.

Alis Neo menukik tajam setelah mendengar jawaban terakhir Bastian. Dia lantas berdecih. "Gua nggak minta dipeduliin ya, anjing. Cari penyakit sendiri dan pas kena, gua malah yang disalahin. Dasar nggak jelas."

Beralih pada Bastian yang langsung membungkus lauk itu. Mustahil ia menghabiskannya sendiri dan karena itu, dia memilih untuk membagi dengan teman-temannya yang pasti tidak akan menolak ketika disuguhkan makanan.

Bastian mengirim pesan di grup untuk mengecek posisi teman-temannya berada.

Galih
Lagi pada nongkrong di kosan Ecep

Bastian
gua ke sana skrg
jangan kemana-mana, gua bawa makanan
suruh Ecep siapin nasi

Ecep
OKE SIAPPP!!

Bastian memasukkan hp ke saku kemeja dan berjalan pergi dengan membawa plastik berisi kotak makan. Bersamaan dengan itu, Neo keluar dari kamar.

"Mau ke mana lu?" tanya Neo.

"Main," jawab Bastian seraya mengambil sandalnya dari dalam rak. "Gua nggak pulang malam ini. Jangan lupa kunci pintu!"

Belum sempat Neo menimpali, pintu apartemen langsung ditutup dari luar. Dia mengangkat bahu dan pergi ke dapur untuk mengambil minum. Tatapannya langsung berubah saat menyadari meja pantry sudah kosong. Ia lalu ke wastafel dan hanya menemukan piring kotor yang ia yakini sebagai alas dari lauk yang dimasak Bastian. Sedetik kemudian, dia sadar dengan perubahan tingkah Bastian barusan.

"Yaelah perihal gitu doang sampe ngambek. Childish amat."

****


aku agak kesel sama Neo di chapter ini

16 Januari 2024
1372 kata

Love or Lust? [✓]Where stories live. Discover now