"Maka dari itu, jangan terlalu keras padanya, BODOH!" Ben menekan plester itu dengan kuat pada luka Kaizo membuat pria itu mengaduh kesakitan.

"Sialan," umpat Kaizo.

"Jangan terlalu cuek pada Fang, dia itu adikmu, Kai. Sesekali bersikaplah lebih lembut padanya, jangan kau bersikap kasar terus padanya. Dia juga punya hati! Fang hanya ingin dianggap olehmu, dia juga ingin merasa disayangi oleh kakaknya sendiri. Pasti dia merasa kesepian selama ini, orangtua kalian sudah tidak ada, kau juga selalu bersikap kasar padanya, bahkan ketika ia ingin berteman dengan kawan-kawannya pun kau batasi. Apa kau tidak merasa kasihan padanya?" Ben menatap sendu kearah Kaizo, ia menatap pria didepannya ini sangat mirip dengan Fang. Membuatnya teringat dengan bocah malang yang harus menanggung beban hidupnya diusia yang masih muda. Tidak seharusnya remaja seperti Fang menanggung beban sebanyak itu sendirian, seharusnya pada usia remaja sepertinya adalah hal yang paling menyenangkan dalam hidup.

"Jangan memikirkan ego mu, Kai. Pikirkanlah adikmu juga, dia itu sangat membutuhkan kasih sayangmu. Ia hanya ingin kau ada disisinya, menggantikan peran orangtua yang tidak ia dapatkan sedari kecil. Memberinya kasih sayang, perhatian, dan perlakuan selayaknya kakak beradik. Bukannya saling berkelahi seperti musuh."

"Kau harus memikirkannya baik-baik. Kalau tidak mau Fang berakhir membencimu karena gengsi mu sendiri." Ben menarik nafas panjang sebelum kembali menasehati sang sahabat.

"Aku memperingatimu, Kai. Pikirkanlah ini baik-baik sebelum semuanya terlambat. Masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya, sebelum....

....Fang berubah sepenuhnya."

Ben menghembuskan nafas lelah. Percuma juga ia menasehati pria itu yang pasti tidak dipedulikan sama sekali. Namun setidaknya Ben telah berusaha untuk menegur sahabatnya, mencoba memeringati Kaizo agar tidak bertindak semakin jauh.

Sebelum semuanya menjadi fatal.

"Ya sudahlah, tidak ada gunanya aku berbicara panjang lebar sedangkan yang aku ajak bicara hanya diam seperti patung." Ben membereskan kotak obat tersebut dan beranjak pergi.

Sebelum pergi ia menepuk bahu sahabatnya sembari berbisik,
"Jangan sampai menyesal nantinya, aku sudah pernah memperingatimu, Kai."

Ben pergi sembari membawa kotak obat tersebut. Punggung tegap berlapis jas putih itu menghilang di balik pintu, menyisakan Kaizo sendirian dengan pikiran yang berkecamuk.

Pria itu menatap dirinya sendiri yang terlihat berantakan. Kata-kata Ben tadi terngiang-ngiang dalam otaknya. Kaizo tersenyum tipis, ia menyentuh lengannya sendiri yang baru saja diperban oleh Ben dengan sangat rapi.

"Apa aku terlalu berlebihan pada Fang?"

Fang baru saja kembali ke TAPOPS setelah menyelesaikan urusan pribadinya yang tentunya bersifat sangat rahasia.

Pemuda itu melangkah gontai menuju ranjangnya. Kemudian menjatuhkan tubuh lelah itu keatas kasurnya yang empuk, seketika beban yang ada di punggungnya itu hilang.

Netra merah delima itu perlahan menutup, deruan nafasnya mengalun merdu dan teratur, menandakan bahwa sang empu kini sudah tertidur dengan pulas.

Pintu kamarnya terbuka, menampilkan siluet seorang pemuda berambut cokelat dengan seragam besi yang ia kenakan.

"Lah, Fang tidur? Baru saja aku mau mengantarkan laporan ini padanya." Monolog Sai melihat rekan kerjanya itu tertidur dengan posisi telungkup diatas kasur dengan tidak aesthetic.

Sai diberi tugas oleh Laksmana untuk mengantarkan laporan kepada Fang untuk dikerjakan. Namun nyatanya sang empu malah tertidur pulas seperti itu, Sai jadi tidak enak kalau membangunkan Fang.

I am Villain! [KaiFang] : BrotherShipWhere stories live. Discover now