THE LAST GUARDIAN : ZERO [SHIOOKI]

176 11 0
                                    

One-shot story by : Shiooki

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

One-shot story by : Shiooki

————————————————————

Summary :


"My centuries of wandering are nothing compared to your suffering."

.

.

The Last Guardian
Zero :

"Light On The Surface"

***

"Selamatkan aku."

"Bunuh aku, Juslandier."

Suara itu terdengar bagai genderang perang, memantul di dalam kepala sampai membuat pribadi yang sedang duduk bersandar di bawah pohon besar terperanjat. Napasnya terengah, menderu berat, sementara matanya terbelalak dengan peluh dingin yang mengucur di sepanjang leher maupun pelipis. Tubuhnya kaku, seluruh sarafnya seolah membeku.

Rasanya seperti ditenggelamkan dengan kedua kaki dan tangan yang terikat, tetapi nyatanya dia sudah pernah mengalami hal yang lebih buruk daripada itu.

Setelah sensoriknya menerima gelombang kejut berupa ingatan suara hingga membuat saraf motoriknya lumpuh untuk sesaat, yang terjadi setelahnya adalah munculnya air yang menggenang di netra sebelum meluncur melintasi pipi kirinya yang dihiasi black mark. Jantungnya masih berdegup kencang saat dia mencoba mencerna apa yang barusan terjadi padanya, dan jawaban tak masuk akallah yang dia dapat.

Apa dirinya tidur, lalu bermimpi buruk?

Juslandier Bloodfallen, sosok yang sedang bersandar di bawah pohon seketika menyeringai memikirkannya. Padahal selama ini dia hanya menutup mata dengan semua indra yang terjaga, dengan kata lain dia tidak pernah tidur semenjak dirinya diciptakan, tetapi bisa-bisanya dia mengalami mimpi buruk ketika tidur?

Mengembuskan napas berat, Juslandier menyugar rambutnya yang basah karena keringat, lalu memejamkan mata menikmati perihnya efek mimpi tersebut.

Tidak. Itu bukan mimpi.

Suara itu, suara yang memohon dengan penuh penderitaan, juga senyuman lembut yang memenuhi pandangan saat dia mengayunkan pedang untuk memenggal kepalanya, Juslandier masih mengingatnya dengan jelas. Terukir abadi di dalam kepala, juga punggungnya yang sudah kehilangan dua benda berharga miliknya sebagai bukti bahwa penyesalan ini tidak akan pernah hilang.

Berapa lama waktu yang dia habiskan untuk berkeliaran seperti binatang liar di permukaan? Rasanya Juslandier sudah lelah menghitung hari, bahkan darah yang terus mengalir di punggungnya tidak membuat Juslandier mengeluh seperti yang dia lakukan saat mimpi tersebut merasuki pikirannya. Sama seperti luka-luka yang dia dapat dari perang antara Abyss dan Nirvana yang menewaskan kekasihnya, juga luka sebab dihajar oleh ayahnya. Sampai saat ini pun luka-luka itu masih ada dan tidak pernah diobati.

Amorist ProjectsWhere stories live. Discover now