CHERRY [CHALYNAGIE]

493 23 16
                                    

One-shot story by : Chalynagie

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

One-shot story by : Chalynagie

————————————————————

Memangnya ganjaran atas tindakan pelanggaran melulu berkaitan dengan kesengsaraan? Tidak juga. Coral menyukai destinasi atas laku kriminalitasnya setahun yang lalu.

Salvatore. Lelaki karismatik tersebut tak ada ubahnya dari pertama kali berjumpa―hanya selama hitungan satu hari, dua malam. Dan di Desember kembali, menjelang acara tahunan (serupa), di antara hiasan pernak-pernik yang telah terpasang, Coral yakini tiada bedanya dengan penampilan Snakes Bar pada natal lalu. Jas hitam sebagai pembungkus utama tubuh lelakinya, dengan kalung rantai menambah tampilan mengesankan. Coral tahu, kendati tidak pernah diberitahu secara langsung. Bersumber dari informannya yang dibayar mahal untuk biodata lengkap milik Jiminez Salvatore, di sana menyatakan bahwa umur Jim berada ditingkat tujuh lebih atas dari padanya yang akan masuk hitungan dua puluh lima di dua hari lagi―di tahun yang lalu.

Are these my cherries?” Penuturan Jim lantas memecah, menyadarkan Coral kembali pada destinasi yang dulu hanya sempat terbetik hingga timbulnya siasat memanipulasi. Sewaktu ia masih duduk jauh malam itu. Kontras, keadaan jauh dengan kini, di atas pangkuan Jim yang hangat, dan tangkup satu tangan lelaki tersebut ada pada salah satu dari dua buah ceri-nya. Begitu Jim menamai, dan Coral suka pada penyebutan itu. Ceri memanglah favoritnya.

Desakan alamiah membeludak, seperti putaran musik klasik yang tenang, merdu dan menambah buncahkan gairah, suara Coral membuat Jim turut kepuasan. Desis disertai penyebutan nama―Salvatore―nyatanya menuai candu. Ia semakin membelai, mulai dari rambut keperakan, menambah sentuh pada tempat-tempat yang mendadak ingin dijelajahi pada tubuh semampai perempuan dalam pangkuan. Bahu itu terbuka hanya terbungkus tali spageti tipis turut ia beri kecup-kecup berangsur ke leher yang tengadah. Menuai desakan dari jemari tangan Coral yang tenggelam dalam rambut hitam Jim, meremas menambah sensasi membara. Dan ciumannya memberi basah pada kulit, sebelum kemudian kembali melahap habis-habisan bibir Coral yang telah mendamba turut ingin pula mendapat bagian.

Sembari menikmati Jim, pandangan Coral kabur; sedetik gelap, beberapa detik terang, terlena oleh nikmatnya kelakuan yang Jim beri. Saat Jim menatapnya dengan lapar, ia tak ingin kalah dan membalas serupa. Mereka tahu, bahwa yang tengah dilakukan bukan sama-sama ingin mengejar sesi. Namun menikmati sesi mereka untuk pertama kali. Gila ya, Coral bahkan harus menunggu satu tahun dan baru bisa merealisasi imajinasi kotornya ini. Tadi, saat udara dingin sempat membuatnya kesal, sebab utama pada fasilitas mobil mewahnya yang dicabut. Mencari taksi di malam liburan ternyata sulit. Akan tetapi, Coral tidak ingin mengingat lagi pada alasan mengapa ayahnya berani bertindak sekeji itu dengan membuat putri satu-satunya terlihat sengsara. Kembali. Imajinasi kadang tidak masuk dalam daftar isi takdir. Dalam penampilannya yang nyaris berantakan, mengapa Jim harus muncul di seketika itu. Tetapi persetan. Sepertinya, setelah ini Coral harus merutinkan kunjungan ke Gereja ketimbang ke Bar Ular (hanya nama) itu. Berdoa baik-baik―kendati jika Tuhan yang dipercayai orang-orang memanglah benar ada pasti tahu jika ia bukan seseorang yang taat―supaya Jim tidak lagi lari dari jangkauan pandangnya.

Amorist ProjectsWhere stories live. Discover now