Pemakaman

4 0 0
                                    

Arif berjongkok menatap makam ibunya yang masih. Ia menahan agar ia tidak menangis. Ia harus kuat karena ia seorang laki-laki. Arif menoleh ke sampingnya, seorang gadis sedang berjongkok di sebelahnya. Gadis itu sedang memainkan bunga-bunga tabur yang berada di atas makam sambil sesekali mengusap air mata yang mengalir di pipi gadis itu. Gadis itu adalah Eva adik sambung Arif. Ia penyandang down syndrome.

"Eva." Arif memanggil Eva.

Eva menoleh ke kakaknya. Mata gadis itu terlihat bengkak karena dari kemarin ia tidak berhenti menangis. Eva bukan anak kandung ibu Arif, tapi almarhumah Anita ibu Arif sangat sayang sekali kepada Eva. Almarhumah Anita merawat Eva seperti anaknya sendiri. Ayah Eva bernama Syafrudin sudah meninggal dunia sejak lima tahun lalu. Kini Arif dan Eva sama-sama menjadi yatim piatu.

"Kita pulang. Hari sudah mulai panas," ujar Arif.

Eva menggelengkan kepalanya. "Eva mau di sini saja sama ibu," jawab Eva. Eva kembali memainkan bunga yang berada di atas makam almarhumah Anita. Arif menghela napas mendengar perkataan Eva.

"Eva. Ibu sudah meninggal. Kita harus mengikhlaskan ibu." Firman mencoba memberi pengertian kepada Eva.

"Tidak mau. Eva mau sama ibu." Eva memeluk gundukan tanah makam Anita lalu ia merebahkan kepalanya di atas makam almarhumah Anita.

"Jangan tiduran di situ, Neng. Nanti baju Neng Eva kotor." Ida pengasuh Eva berusaha mengangkat tubuh Eva agar Eva tidak tidur di atas makam.

"Tidak mau. Pokoknya Eva mau sama ibu." Eva tetap memeluk makam almarhumah Anita.

Lagi-lagi Arif menghela napas melihat apa yang Eva lakukan. Arif teringat pada almarhumah ibunya ketika menghadapi Eva yang sedang keras dengan keinginanya atau sedang tantrum. Almarhumah ibunya selalu menghadapi Eva dengan sabar dan penuh kasih sayang. Ia mengusap rambut Eva dengan penuh kasih sayang lalu mengecup kepala Eva. Biasanya dengan cara itu, keinginan keras Eva ataupun tantrum Eva jadi berkurang. Sedikit demi sedikit Eva akan melunak dan berhenti tantrum.

Namun, Arif tidak bisa melakukan itu kepada Eva. Karena ia dan Eva bukanlah saudara kandung. Bahkan Arif tidak boleh menyentuh Eva. Arif harus cari cara lain untuk membujuk Eva.

"Eva mau ice cream?" tanya Arif.

Eva yang sedang asyik memainkan bunga di atas makam langsung menoleh ke Arif.

"Mau. Eva mau ice cream mango sundae," jawab Eva.Eva bisa menyebut makanan kesukaannya dengan sangat jelas.

"Boleh. Kita beli ice cream mango sundae," ujar Arif.

"Eva mau ayam goreng juga. Mau kentang goreng juga. Mau coca cola sama burger juga." Eva menyebutkan satu persatu makanan yang ia suka.

"Eva boleh beli semua yang Eva mau. Tapi makannya di rumah. Baju dan tangan Eva kotor terkena tanah. Nanti Eva sakit." Arif menunjuk ke tangan dan baju Eva yang kotor terkena tanah makam.

"Iya," jawab Eva.

"Kalau begitu kita pergi sekarang. Kita beli ice cream lalu pulang ke rumah," ujar Arif.

"Ibu?" Eva menunjuk ke makam almarhumah Anita. Arif menghela napas. Eva masih saja belum mengerti jika ibu sambungnya sudah meninggal dunia.

"Eva. Ibu sudah meninggal dan tidak bisa hidup lagi. Biarkan ibu di sini. Ibu sudah tenang bersama Ayah," ujar Arif. Air mata Eva kembali mengalir. Eva kembali menangis.

"Besok kita ke sini lagi untuk menengok makam Ibu," ujar Arif. 

Bukan Istri ImpianWhere stories live. Discover now