1

10.7K 48 0
                                    

Kau tahu, banyak dosa yang telah kuperbuat, dari yang masih bisa ditoleransi sampai yang tak bisa diampuni sekalipun dihukum cambuk.

Dari semua dosa itu, hanya satu yang membuatku merasa candu.

Benar-benar hanya satu, dosa manis yang ingin kunikmati tiap detik napasku mendesah.

"Diam. Jangan merintih terlalu kencang."

Mendadak mulutku berusaha meredam suara begitu Toji Fushiguro memperingati, membekap mulut sembari menangisi kenyataan bahwa tubuhku sakit di berbagai sisi meski jelas aku menikmati.

"Ah, sial. Jalang ini sempit bukan main."

Aku dengar Toji mengumpat beberapa kali, penisnya yang hangat dan besar menumbuk titik nikmatku hingga nyaris suara derit ranjang kami kalah oleh suara desahanku sendiri.

Bulir keringat meniti, kedua tangan yang sejak tadi membekap mulut perlahan menyerah, suara desah tak lagi ditahan, seprai kusut dan lengket di sana-sini. Toji memperingati beberapa detik sebelum berkata dia akan mencapai puncak.

Dosa yang manis. Dosa yang membuatku ingin melakukan lebih.

Aku bisa merasakan penisnya berkedut tak kalah kencang, mengisi penuh lubang senggama dan beberapa sekon setelahnya, sebagian cairan hangat membanjiri rahim, sebagian yang lain tumpah di atas seprai.

Napasku terengah-engah, melihat ke bawah kaki dan menemukan Toji tengah mengocok penisnya sendiri dengan suara desah rendah yang tertahan. Kepalanya menengadah sejenak sebelum naik ke atas ranjang dan memasukkan kepala penisnya ke dalam mulutku. Toji mengusap kepalaku dengan puas, cairannya tertelan, senyum mengembang di wajahnya saat menampar-nampar bibirku dengan penisnya.

"Aku ingin menyetubuhimu di muka umum," Toji terkekeh sejenak sebelum melanjutkan, "supaya orang melihat sejalang apa dirimu, Shizu. Supaya orang tahu jalang yang dipenuhi cairan cinta ini milik siapa."

Aku tak bisa membalas, masih terengah-engah, rasa capek menggerogoti sekujur tubuh, nyaris tak bisa mengambil napas dengan benar. Tapi Toji terus melanjutkan pujian kotornya kepadaku. Dia bilang ingin memperkosaku meski aku tak pernah merasa begitu, atau dia bilang ingin menyetubuhiku bersama teman-temannya meski itu hanya bualan semata karena aku tahu dia tak akan rela melihatku disentuh pria lain.

Toji menatap tubuhnya sejenak, lidahnya mengelap sisi atas bibir sebelum dia berkata, "sial. Sepertinya aku ingin melakukannya lagi."

Saat napasku sudah agak terasa lega, aku duduk dan mengambil wajah Toji mendekat, kuusap bekas luka disudut bibirnya dan tersenyum. "Kau marah, ya?"

Aku bisa menangkap ekspresinya yang sedang menyangkal. "Marah?"

Mengangguk, aku tertawa kecil. "Kau marah aku digoda pria lain di kedai makan kemarin bukan? Kau selalu begitu. Menyetubuhiku tanpa ampun sehabis melihatku digoda pria lain. Aku bukan istrimu, ingat?"

Toji menyangkal (untuk yang ke ribuan kali sejak kami bertemu), "tidak. Sama sekali tidak. Kau kan memang pelacur, di pakai sana-sini sebelum kau bertemu denganku. Untuk apa aku marah?"

"Heee, begitu. Kalau begitu, aku akan tidur dengan Gojo sensei, dosenku, agar nilaiku bagus. Ah, mungkin Nanami sensei juga, aku khawatir dia merajuk dan menggagalkan aku dikelasnya karena mengabaikan pesan singkat untuk bercinta sehabis kelas-"

Toji mengangkat tangannya dan mendadak memberikan tamparan keras di pipi.

"Kau-Kau berani sekali bicara begitu-"

"Begitu apa? Sudah kubilang aku ini bukan istrimu. Kita bahkan tak memiliki hubungan khusus. Kau mengataiku jalang, ingat? Dan ya, aku memang begitu. Hak apa yang kau punya melarangku tidur dengan orang lain?"

The Slave [Jujutsu Kaisen Dilf] 21+Where stories live. Discover now