1. Crying Silently

19 7 5
                                    

Suara ombak menemaninya selalu, hanya dengan Dementor dan Auror yang sesalu menjadi tamunya.

Ruby seorang tahanan Azkaban, seorang mantan Pelahap Maut. Dengan berbagai julukan tertuju kepadanya.

Namun sekarang setelah berakhirnya Voldemort, ia serta para Pelahap Maut lain yang kabur berakhir tertangkap dan dipenjarakan di Azkaban.

Tentunya dengan segala penyiksaan yang dilakukan oleh Dementor juga Auror. Sudah banyak Pelahap Maut mati mengenaskan sebelum hari hukuman sebenarnya.

Dan sekarang dari sekian banyak Pelahap Maut, hanya Ruby yang tersisa yang masih bertahan.

"Besok adalah hari dimana kau akan dipenggal dihadapan semua penyihir, hari dimana kau akan dipermalukan, Rigelhof." Auror itu sibuk menyiksanya dengan pukulan biasa diwajah dan perutnya karena sebagai pencegah agar esok Ruby masih bisa berdiri.

Penyiksaan ini adalah penyiksaan terlembut dari segalanya penyiksaan sihir juga Dementor sebelumnya. Ruby pasti bisa bertahan sampai besok.

Auror itu sedari awal sudah ditugaskan untuk menyiksa dirinya, jadi karena hari ini hari terakhirnya mungkin ia sedikit berbelas kasihan.

"Keluarga mu pasti akan menonton paling depan," Auror itu tertawa mengejeknya sambil menendang kasar Ruby, "sayangnya besok kau sendirian huhu, teman-temanmu yang lemah itu sudah pergi lebih dahulu ke neraka meninggalkan mu, mereka memiliki pergi kesana dari pada dipermalukan didepan semua orang." tendangan terakhir ia berhenti menyiksa.

"Bukankah sudah kubilang mereka bukan temanku!" Ruby yang sedari tadi tersungkur dengan berani menghadap Auror itu dengan marah.

"Hei, hei, hei, lihat? Mentang-mentang hari ini adalah hari terakhir kita berjumpa kau melawan ku? Sungguh berani sekali kau!"

Suara pukulan yang tadi terhenti kini terdengar lagi namun lebih membabi buta. Ruby hanya bisa kembali terdiam dan menerima semua pukulan itu. Sampai jam tugas Auror itu selesai Ruby akhirnya bisa ditinggal sendirian.

"Huh, untungnya malam ini yang berkunjung hanya satu, Dementor tidak akan datangkan?" Ruby menghela nafas lega sambil berusaha untuk duduk dengan sekuat tenaganya.

Lukanya sungguh parah, bahkan tak pernah diobati. Lagipula tidak ada tahanan Azkaban yang pantas untuk diobati.

Ruby meringis melihat luka di perutnya yang semakin parah, tak perlu dijelaskan jika kau membayangkan selama tiga bulan dan setiap hari selalu disiksa fisik maupun mental.

"Besok, aku harus tambil dengan bersih." Ruby berguman sambil menatap cahaya rembulan yang masuk melawati jendela kecil jeruji besi diatasnya.

"Ayah, kakak, dan adik. Aku harap rahasiaku tak akan terdengar oleh kalian, maaf karena aku memilih jalan yang salah, tapi aku tak menyesalinya karena pada akhirnya yang terpenting adalah kalian masih hidup."

Suara deburan ombak malam itu menemani seorang yang tengah menangis dalam sepi. Ruby menangis setelah sekian lama bendungan air matanya yang ditampung kini hancur tanpa pertahanan.

Banyak air kesedihan yang sudah lama ia pendam. Dan pada malam itu ia curahkan semua.

"Ibu, aku akan datang menemuimu besok." ujar Ruby disela tangisnya.

***

Hari yang ditunggu sudah tiba. Aku yang kurus juga kotor ini dibersihkan untuk pertama kalinya setelah sekian lama dan untuk terakhir kalinya.

Aku dipakaikan pakaian dres polos berwarna putih, rambut yang sebelumnya kusut dan kotor kini dipotong menjadi pendek dan bersih, dan wajah yang pucat sedikit berwarna karena didandani. Para Auror pasti ingin membuat orang-orang mencelaku karena seperti hidup nyaman di Azkaban.

𝐑𝐮𝐛𝐲 𝐑𝐢𝐠𝐞𝐥𝐡𝐨𝐟 𝐚𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐒𝐞𝐜𝐨𝐧𝐝 𝐂𝐡𝐚𝐧𝐜𝐞 [HIATUS]Where stories live. Discover now