Bab 4. Pengantin Baru

Começar do início
                                    

Aku bisa merasakan hembusan nafasnya beberapa saat didepan wajahku pertanda ia sangat dekat.

Cup

Di kecupnya bibir ku semua tamu-tamu riuh. Sesaat ciumannya terlepas ku peluk erat tubuhnya, menyandarkan kepalaku ke dada bidangnya menoleh kearah berlawanan dari tamu.

Dengan posisi itu mataku berat sangat berat tak mampu ku buka lagi, kedua tangan ku tergelincir dari tubuhnya, hanya tubuh atasku yang kini menahan diri.

"Tami.. Tami.." panggil om Haris mengusap punggung ku, ku dengar panggilan itu tapi tak mampu ku buka mata. Lalu tiba-tiba aku merasa terangkat, di situ ku dengar keriuhan tamu-tamu terdengar khawatir.

Meski mataku tak sanggup ku buka, aku sadar aku berada di gendongan seseorang yang berjalan cepat membawaku.

"Om,." panggil ku parau juga lemas ingin memastikan yang menggendong ku om Haris suamiku.

"Iya, saya di sini"

Nafasnya terengah, tubuhnya bergetar berjalan cepat. Aku lega aku di gendongannya. Tak ku tahan lagi mataku yang sangat berat memasuki alam bawah sadar.

Tami..
Nak..
Kakak....
Tamiana...

Panggilan samar-samar itu menarikku bangun dari tidurku. Ku dengar panggilan itu disertai tangis juga goyangan pelan di pipiku. Ku buka mataku sedikit susah, seakan mata ku di tumpuk sesuatu yang berat.

"Tami..."

Kembali aku di panggil sesaat membuka mata, meski belum jelas aku melihat, yang jelas ada banyak wajah di hadapan ku.

"Kakak...."

Pemilik suara itu menyentuh tangan ku di kedua sisi.

"Reza.. Rezi.." gumamku lesu.

"Kakak nggak apa-apa kan?"

Kekhawatiran tergambar jelas di wajah kedua adikku yang menangis.

"Kakak nggak apa-apa, kakak tadi ngantuuuk banget sampai-sampai kakak ketiduran di pelaminan" kilah ku tak ingin mereka khawatir.

Seketika ketegangan di wajah semua orang lenyap, aku pun mencoba bangun.

"Rebahan saja" kata om Haris duduk di sampingku.

"Aku mau duduk"

Ia membantu mendudukkan ku, memberi sebuah bantal di belakang punggung ku sebagai sandaran.

"Kasih air minum Mil" pinta om Haris pada adiknya, lalu membantuku minum.

"Aku bisa sendiri om"

"Tangan mu masih lemas, biar aku saja"

Ku tatap ia yang membantuku minum. Sebenarnya aku tak begitu haus, tapi aku hampir menghabiskan segelas air putih itu karena terus menatapnya yang terlihat mengkhawatirkan ku.

"Makasih" lagi ku tatap wajah semua anggota keluarga ku juga wajah anggota keluarga Kamil yang terlihat khawatir menatap ku. "Maaf, aku membuat resepsinya berantakan"

Aku merasa tak enak hati pada keluarga Kamil, aku takut aku membuat mereka malu karena ulah ku.

"Tidak nak, acara sudah selesai, itu hanya acara bebas" sahut buk Hani ibu mertuaku dengan tutur lembutnya mengerti keadaanku.

"Sebenarnya sedari tadi Tami memang mengeluh pusing, tapi dia menahannya hingga acara selesai" sela om Haris.

"Ya ampun nak, seharusnya kamu bilang, kalau kamu sampai kenapa-napa bagaimana" sedih buk Hani khawatir akan diriku.

"Aku udah nggak apa-apa buk, untung seseorang menggendong ku membawa ku pergi"

Semua orang tersenyum menatap om Haris.

"Kamu tau siapa yang menggendong mu?" tanya Mila aku menggeleng. "Tuh, yang duduk di sampingmu, suami mu Harisba Kamil" tunjuk Mila pada om Haris yang duduk di samping ku, aku menoleh ke arahnya, lagi ia tersenyum lembut padaku. "Nggak hanya itu, bahkan di dalam mobil suamimu terus menggendong mu, dia nggak pernah menurunkan mu dari gendongannya sekejap pun hingga kamu tiba di tempat tidur ini" tambahnya. Lagi aku menoleh kearahnya.

"Aku berat yah pasti?"

Aku merasa bersalah, semua orang malah tertawa.

"Nggak lebih berat dari ku" papar om Haris mengusap puncak kepalaku. Di situ aku merasa tenang juga ada rasa teduh saat ia melakukan nya.

"Sepertinya kita harus meninggalkan pengantin baru nih, mereka udah nggak sadar kita ada" celoteh Mila membuat semua orang kembali tertawa. "Yuk tante," candanya memeluk lengan tanteku, membawanya keluar di susul yang lain.

"Bagaimana keadaan mu?" tanya om Haris sekali lagi memastikan keadaan ku.

"Udah mendingan sih"

"Kok bisa sih kamu seperti tadi?"

"Aku belum minum obat dari tadi siang, juga belum makan apapun"

"Ya ampun Tami, kamu mogok makan karena menikah denganku"

Aku tertawa kecil mendengar ucapan tak masuk akalnya. "Nggak om, aku nggak makan waktu pagi, rasanya lidah ku pahit, apapun nggak enak, tapi aku juga takutnya nanti lemas, makanya ku handle dengan minuman bersereal, eh tau-tau nya jadi lupa makan lupa minum obat juga" terang ku ia tampak lega, bahunya yang tadi tegang kini turun lebih santai.

"Seharusnya kamu bilang, sebentar ku pesan makan dulu"

Aku hanya mengangguk pelan, saat ini aku memang sudah sangat lapar.

Sembari menunggu pesanan, om Haris kembali duduk di atas tempat tidur yang sama, ia duduk dekat kakiku,. Kembali kecanggungan terjadi kala kami berdua tanpa pembahasan.

Tok! Tok! Tok!

"Hum! Cepat sekali"

Seingat ku om Haris belum lama memesan makanan kini telah tiba.

"Aku juga nggak nyangka secepat ini"

Om Haris tak kalah heran. Ia berdiri membuka pintu, yang ia bawa justru tiga kantong tas belanjaan, bukan nampan makanan.

Pengantin Pengganti MamahOnde histórias criam vida. Descubra agora