***


Setelah beberapa menit dikamar mandi. Akhirnya Ziva keluar  dengan raut segar dengan tubuh menggigil.

“Dingin mah, hihihihihi.”

Mendengar pernyataan sang anak membuat mamah Linda kembali memutar bola mata malasnya.

“Alasan. Udah sana pakai baju. Papah sama mamah tunggu di ruang tamu. Ingat gak pakai lama,” ucap mamah Linda menekan kata ‘gak pakai lama’.

“Iya mamah. Udah deh sana pergi-pergi,” ujar Ziva seraya berjalan menuju lemari.

“ Kamu ngusir mamah Ziva? Berani kamu ngusir mamah!” kesal mamah Linda dengan kelakuan anaknya.

Ziva yang mendengar pernyataan sang ibu hanya bisa mendengus kesal seraya memukul pelan dahinya itu.
“Bu-bukan aduh, ih mama, Ziva mau pakai baju. Ya kali Ziva pakai didepan mamah sih.”

“Ya gapapa, orang mamah yang melahirkan kamu, yang menyusui kamu, yang besarin kamu , tentu mamah udah tau lekuk tubuh kamu,” ucap mamah Linda dengan nada jengkelnya.

“Tapi Ziva udah gede mah, bukan anak kecil lagi. Ziva malu ihhh.”

“Tapi-”

“Mamah,” suara teriakan dari lantai dasar memotong perkataan sang ibu.
Ziva yang paham itu suara siapa, segera memanfaatkan waktu itu juga.

“Haaaa papah udah manggil tu. Sana-sana bucin-bucinan dulu, Ziva mau pakai baju.”

“ Ya udah iya. Assalamu’alaikum, “ ujar mama Linda lalu segera pergi dari kamar anaknya.

“ Wa’alaikumsalam.”

Setelah memastikan bahwa sang ibu telah keluar kamar, Ziva kemudian menutup pintu.

Helaan nafas lega terdengar dari Ziva. Tak ingin mengulur waktunya, Ziva lekas berjalan kearah lemari, memperhatikan gamis-gamisnya.
“Ais, masa iya Ziva pakai ini. Kek emak-emak mau kondangan,” gerutu Ziva saat melihat gamis–gamisnya itu.


***


Butuh beberapa menit untuk Ziva bersiap-siap. Namun pada akhirnya Ziva pun menyelesaikannya.

“ Ya udah sih pakai ini aja,” gumam Ziva memperhatikan dirinya dari cermin, seraya memakai hijabnya itu.

Ziva yang tengah asyik memakai hijabnya seketika terganggu saat mendengar teriakan dari sang ayah, yang bersumber dari lantai dasar.

“ AZIVA SHANI ZULFAN,” pekik sang ayah.

“ Duh papah gak sabar banget sih,” gerutu Ziva. “BENTAR PAHHHHH ZIVA, TUROOOON,” pekik Ziva tak kalah nyaringnya.

Setelah selesai memakai hijab, dengan gerakan cepatnya Ziva keluar dari kamarnya. Dengan tergesa-gesanya Ziva menuruni tangga. Setelah sampai dilantai dasar, Ziva lekas berlari mendekati sang ibu dan ayahnya.

“ Alhamdulillah akhirnya,” ujar mamah Linda yang melihat Ziva menghampiri mereka.

“ Ya udah ayok berangkat,” ucap Ziva.

Setelah memastikan semuanya siap, mereka pun mulai melangkah mendekati pintu keluar rumah. Rumah Ziva memang terbilang dekat dari  masjid. Namun berjalan itu hal yang sangat melelahkan bagi Ziva.

Mengetahui bahwa mereka hendak berjalan menuju masjid, Ziva dengan cepat menolaknya. “Whatt! Jalan kaki! Ziva gak mau,” elak Ziva.

“ Ya ampun kenapa sih Ziva!” nada kesal dari mamah Linda.

“Lagian dekat pun,” sambung papah Arman.

“Dekat sih dekat, tapi Ziva cape,” rengek Ziva. “Gimana kalau mamah sama papah jalan, Ziva naik motor,” sambung Ziva mengajukan sarannya itu.

“Engga bisa,” jawab serentak kedua orang tuanya.

“ Loh kok gak bisa sih mah, pah,” rengek Ziva.

“Kamu kalau pakai motor,  pasti ujung-ujungnya main motor, gak Shalat,” akui ayah Ziva tentang kebiasaan putrinya.

“Sudah ayo nurut,” sambung mama Linda seraya menarik tangan anaknya. Ziva tidak bisa mengelak, pada akhirnya dirinya hanya bisa menuruti kedua orang tuanya.


***



Mereka kini tengah berjalan menuju masjid, bersama rombongan tetangga yang lainnya.

Sepanjang perjalanan Ziva merasa kesal terhadap para ibu-ibu yang membandingkan Ziva dengan anaknya.

“ Ya Ziva. Kamu seharusnya jadi anak yang nurut sama mamah kamu, kayak uni. Dia nurut loh,” ucap salah satunya.

Dan masih banyak lagi ocehan sepanjang jalan. Sungguh telinga Ziva sangatlah panas mendengar ibu-ibu yang membanggakan anaknya di depan Ziva


***


Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya Ziva Sampai di masjid. Disana Ziva langsung melangkah pergi ke tempat wudhu untuk berwudhu.

Setelah selesai berwudhu, Ziva pun memasuki masjid dengan tergesa-gesa. Ziva sengaja duduk di Saf paling belakang, agar saat dirinya mengantuk tinggal  bersandar didinding.

Shalat berjamaah pun dimulai. Rasa mengantuk pun mulai melanda, namun dengan susah payah Ziva menahannya.

Bahkan saat akan pembacaan doa qunut Ziva gagal fokus dan sujud duluan. Akhirnya dia menanggung malu dan lekas bangkit lalu ikut Shalat kembali.


***


Shalat berjamaah pun selesai, dilanjutkan dengan zikir dan doa. Karena doanya menurut Ziva sangat panjang , akhirnya Ziva memilih tidur saja. Beberapa menit pembacaan zikir dan doa pun selesai. Kini dilanjutkan dengan kajian pagi.

Kajian pagi diisi oleh seorang Gus muda dari Jawa Tengah. Ziva tidak peduli, rasa mengantuknya sudah bergejolak. Alhasil Ziva memilih tidur di sepanjang kajian.


***


Saat ini kajian telah selesai. Semuanya sudah berhamburan keluar. Begitu juga ayah dan ibu Ziva. Mereka bahkan sudah tiba dirumah mereka.

Baru saja mereka tiba dirumah , saat hendak duduk disofa. Sang ayah tersadar jika anaknya belum pulang dari masjid.

“ Mah Ziva sepertinya belum pulang!” mamah Linda mulai mengerutkan keningnya, setelah mendengar pernyataan dari sang suami.

“ Aduh pah, mamah lupa. Tadi Ziva tertidur di saf belakang.”

“ Astagfirullah.., kenapa mamah gak bangunin?”

“ Mamah lupa pah.”

“ Ya udah papah susul Ziva lagi. Mamah dirumah aja.”

“ Ya udah iya,” sahut mamah Linda.
Papah Arman pun segera berjalan keluar dari rumah, lalu menuju parkiran untuk mengendarai mobil menjemput Ziva.


***


Beralih posisi, keadaan di masjid benar-benar sudah sepi. Ziva tak menyadari sama sekali bahwa pengajian telah selesai. Ziva sangat asyik tidur di pojokkan masjid.

Sang marbot yang mengetahui hal tersebut lekas berjalan mendekat kearah Ziva. Sang marbot pun mulai mencoba membangunkan Ziva dengan memanggil-manggil namanya.

“ Nak Ziva. Bangun nak bangun.”
Bukanya terbangun, Ziva malah semakin asyik dengan tidurnya. Suara sang marbot yang membangunkan Ziva terdengar hingga ke telinga seorang pria bersorban. Pria itu pun berjalan mendekat kearah sang marbot itu.

“ Assalamua’alaikum pak. Ada apa toh?” tanya pria bersorban itu.

“ Wa’alaikumsalam Gus. In nak Ziva seperti biasa tertidur di masjid, padahal kan harus sekolah.

“ Apakah sudah dibangunkan?”

“ Sudah Gus, tapi anaknya semakin asyik tidur saja,” keluh sang marbot.

“ Kalau begitu biar saya coba,” tawar pria bersorban yang merupakan seorang Gus.

“ Jangan Gus. Biar saya saja.”

“ Izinkan saya mencobanya pak.”

Sang marbot hanya bisa menganggukkan kepalanya, saat sang Gus memaksakan dirinya untuk mencoba membangunkan Ziva.

“ Hey, gadis kecil. Bangun lah,” dengan nada dinginnya Gus itu membangunkan Ziva.

Bukannya terbangun, Ziva semakin mendengkur saja, membuat kening Gus muda itu mengerut. Saat Gus muda itu hendak membungkuk ke arah Ziva. Siapa sangka sorbannya terjatuh.

Sorban itu terjatuh tepat di wajah Ziva. Saat sang Gus yang hendak meraihnya, dirinya dibuat terkejut saat Ziva menahan sorbannya.

“ Aduh ribet ini,” keluh sang marbot.

“ Mboten nopo-nopo,” ucap sang Gus.
Tak ingin menyerah, Gus itu kembali mencoba menarik sorban itu. Namun siapa sangka, gerakan dari Ziva membuat Gus muda itu bahkan sang marbot tercengang.

Bagaimana tidak tercengang, keduanya memperhatikan Ziva yang mengusapkan ujung sorban itu ke bekas air liur yang ada di pipinya.

“ Hoooaamm,” dengan perlahan Ziva membuka matanya dan menyingkirkan sorban itu.

“ Wah kayaknya ketiduran lagi,” gumam Ziva yang memerhatikan sekitarnya sudah sepi.

“ Ini selimut siapa ya,” Ziva kemudian mulai memperhatikan apa yang dirinya  pegang.

Tak lama ada suara dari sosok pria yang mengagetkan Ziva. Suara itu bersumber dari pemilik sorban.

“ Itu sorban bukan selimut,” ketus pria itu.

Dengan perlahan Ziva menoleh. Betapa terkejutnya Ziva memperhatikan sorot mata yang dingin dari pria itu.


***

"Shalatlah, ingat. Shalat itu wajib bagi para umat muslim. Bukan bagi mereka yang alim!!"

—Gus Agam zulfikar Akbar

Akhiri membaca dengan mengucap
Alhamdulillah

istri mungil nya Gus Agam Where stories live. Discover now