"Ayah dimana bu?" tanya Rafa disela-sela suapannya.

"Pergi  sama kakek," jawab Helia.


"Enak tidak tinggal di sini?" tanya nenek pada Rafa yang sedang lahap-lahapnya memakan makanannya. Sedangkan Rafa tidak langsung menjawab pertanyaan neneknya, ia menelan terlebih dulu makanan yang berada di mulutnya lalu menjawab pertanyaan yang telah diberikan neneknya,


"Enak, seru. Rafa udah punya teman baru.” Rafa dengan antusias menjawab pertanyaan neneknya. Menggambarkan betapa senangnya ia di sini.

Arah pandangan Rafa kini beralih ke ibunya, "Ibu, Rafa mau di sini saja. Gak mau balik ke kota."

Ucapan Rafa mampu mengagetkan Helia, tangan yang sedari tadi memotong-motong kecil sayuran kini berhenti, tatapan kagetnya ia arahkan pada Rafa yang sepertinya tidak memikirkan dampak dari apa yang telah Rafa ucapkan tadi. Entah respon abang-abangnya Rafa akan bagaimana jika mendengar Rafa menolak kembali ke kota. Belum lagi majikannya.

"Rafa, kamu tidak serius kan?" tanya Helia memastikan. Sebenarnya tidak apa apa jika anaknya memilih menetap di sini bersama nenek kakeknya, hitung-hitung orang tuanya tidak kesepian. Tapi masalahnya bagaimana dengan dua keluarga itu? Kalian tau sendiri kan bagaimana dua keluarga itu memperlakukan Rafa.

Rafa menahan makanannya di dalam mulutnya sehingga membuat kedua pipinya mengembang, mata bulat polosnya berganti menatap ibunya yang kini menatap ia dengan mata yang tersirat kekhawatiran, kenapa? Memangnya ada apa?

Belum juga Rafa menjawab pertanyaan ibunya, neneknya menimpali percakapan ini.

"Biarkan Rafa menetap di sini jika dia ingin, terserah cucuku," bela sang nenek pada Rafa. Memangnya salah jika cucunya sendiri memilih tinggal di rumah neneknya? Tidak kan. Kenapa anaknya -Helia- seperti tidak setuju. Lagipula ia merasa tidak direpotkan sama sekali.



Rafa menganggukkan kepalanya, setuju dengan ucapan neneknya. Rafa sendiri memang menginginkan tinggal di sini. Di sini enak, tidak ada manusia seperti Toni. Teman-temannya di sini baik padanya, Rafa hanya ingin ketenangan.


"Lalu bagaimana dengan abang-abang mu?" tanya Helia dengan sorot mata terkesan serius menatap penuh kedua mata bulat Rafa yang memancarkan kepolosan. Apakah Rafa tidak memikirkan abang-abangnya sendiri, apakah Rafa tidak mempertimbangkan lagi keputusannya?


Rafa menunduk lesu, benar juga. Di sana ada abang-abangnya, ia pasti akan rindu mereka. Pilihan yang berat baginya. Rafa ingin di sini, tapi Rafa tidak ingin jauh-jauh dari abang-abangnya. Rafa bingung. Enaknya bagaimana?


"Rafa mau ke kamar dulu, Rafa selesai," pamit Rafa setelah menyelesaikan makanannya, berjalan ke belakang untuk meletakkan piring itu. Lalu ia masuk ke dalam kamarnya. Mengistirahatkan tubuhnya di atas kasur tipis. Rasa kantuk mulai menyerang dirinya, mengingat jika tadi ia bangun pagi sekali. Dan melihat ada remaja yang seumuran dirinya mengajak jalan pagi bersama dan akhirnya Rafa mengiyakan ajakan mereka. Dan sekarang mereka berteman, cukup menyenangkan.


Matanya mulai menutup seiring berjalannya waktu, dengkuran halus mulai terdengar, pertanda jika Rafa sudah berada di alam mimpinya. Dan tidak mempedulikan handphonenya yang berdering. Tertera di sana ada nama Dean.





……..





"Sialan," desis Dean saat telponnya tidak segera diangkat oleh Rafa. Rasanya ingin sekali menjemput Rafa dan membawanya kembali ke mansion nya. Kenapa harus ada acara pulang kampung, kenapa harus membawa adiknya. Jika Rafa dititipkan di mansion nya itu lebih baik.

Rafa Where stories live. Discover now