"Ingin ku buatkan kopi?" tawar Elisa pada suaminya. James menganggukkan kepala dengan mata yang mulai tertutup. Mengistirahatkan badannya sejenak setelah lembur di kantornya sendiri. Ditambah lagi ada insiden kecil, dimana Clara datang ke perusahaannya dan berteriak tidak jelas. Entah apa alasannya ia tidak tau dan tidak ingin tau. Tanpa banyak basa basi, ia menyuruh satpam untuk segera mengusirnya. Ia rasa sudah tidak memiliki urusan lagi dengan wanita itu.

Elisa datang  dengan secangkir kopi panas, kali ini ia yang membuatkannya sendiri. Biasanya maid yang melakukannya, kali ini Elisa sendiri. Setelah meletakkan kopi itu di depan suaminya, Elisa kembali duduk di tempat duduknya tadi. Hanya mereka berdua yang berada di ruangan itu. Benar-benar sepi. Jika Rafa ada di sini, pasti mansion nya akan ramai. Dan ketiga anaknya akan hadir di sini.

Ya, mau bagaimana lagi.







…….





Keadaan mansion Alarick tidak jauh berbeda dengan mansion Ganendra. Hawa suram dan dingin begitu kental di mansion tersebut. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Vania memencet remote tv dengan raut muka bosan, sedari tadi tidak ada channel yang menarik baginya. Bermain handphone pun rasanya sangat malas sekali.

Tiba-tiba sepasang tangan kekar memeluknya dari belakang. Mencium harum tubuh seseorang itu, Vania yakin jika itu adalah suaminya.

"Kenapa dengan raut muka mu sayang? Bosan?" tanya Dirga dengan nada lembut. Hanya untuk istrinya saja yang  mendapatkan sikapnya seperti  ini, oiya dan juga Rafa. Tidak ada satu pun orang lain yang bisa melihat Dirga versi soft seperti ini.

Vania menganggukkan kepala dengan lemas. Ia bosan, malas, tidak tau ingin melakukan apa. Ia hanya ingin Rafa, anak kesayangannya. Mendengar perizinan Arya atas pulang kampungnya membuat Vania merasa sedih karena dengan begitu Rafa pasti juga akan dibawa oleh mereka. Vania tidak rela, sangat tidak rela. Tapi mau bagaimana lagi. Vania hanya bisa mengiyakan saja.

Maka dari itu, dari pagi ia tidak bertenaga sama sekali. Tidak ada Rafa selama tiga hari membuat ia merasa ditinggal begitu lama. Moodnya buruk, ia bahkan tidak membiarkan suaminya untuk berangkat kerja, menyuruh suaminya untuk menemaninya yang sedang badmood ini di mansion.

Bagaimana dengan Dirga? Tentu saja Dirga mengiyakan permintaan istrinya. Ia tidak ingin mencari gara-gara dengan istrinya. Apalagi sedang dalam mode singa, ia tak seberani itu. Suami takut istri wkwkwk.

"Ingin pergi ke suatu tempat?" tawar Dirga pada istrinya.

Sebuah senyum kecil terbit di kedua belah bibir Dirga, melihat Vania yang mengiyakan ajakannya membuat ia merasa jika telah berhasil membangkitkan mood istrinya.

"Aku akan berganti pakaian dulu," pamit Vania yang mulai menaiki tangga. Mengikuti ajakan suaminya sepertinya tidak masalah. Daripada ia mati kebosanan di mansion ini, lebih baik ia keluar saja.

Dirga dengan setia menunggu istrinya yang sedang berganti pakaian. Dirga mengedarkan pandangannya menatap keadaan mansion. Benar-benar sepi. Dimana ke empat anaknya? Sudah malam kenapa tidak pulang-pulang. Apakah karena tidak ada Rafa di sini jadi mereka enggan pulang?

Bisa jadi.

Melihat siluet istrinya yang baru saja turun, Dirga segera beranjak dari duduknya dan mereka berdua keluar dari mansion.

Mansion Alarick kembali sepi nan sunyi. Tidak ada kehadiran Rafa membuat mansion Alarick seperti tidak berpenghuni. Kehadiran Rafa terhadap keluarga ini sangat berpengaruh besar.






……



Malam hari di waktu yang sama. Refan memarkirkan motor sportnya di depan sebuah gedung yang terlihat sudah tua dan tidak terurus. Di samping motornya berjejer beberapa motor sport dan mobil-mobil lainnya. Sudah pasti Refan yang terakhir datang.

Rafa Where stories live. Discover now