Bab 1 : Pertemuan pertama

70 15 2
                                    

1 Februari 2024, tepat 2 tahun Eca ditinggalkan keluarganya. Bukan, bukan ditinggal dalam waktu sekejap lalu mereka kembali, namun selamanya. 1 Februari tahun 2022 merupakan hari terberat yang Eca lewati sepanjang ia hidup. Hati nya berat menerima namun dunia memintanya berlapang dada. Eca yang saat itu baru berumur 18 tahun memasuki masa remajanya, harus terpaku tanpa kata melihat ayah, ibu dan adiknya yang ia temukan di 3 ruang berbeda dalam keadaan tidak lagi bernyawa.

"Ca!" seruan itu membuat Eca terkejut, pikirannya memang sedang melanglang buana melempar ia pada memori penuh air mata dan merebut konsentrasi bekerjanya.

"Kak Nin? i-iya? maaf kenapa?" Eca tergagap seraya bangkit dari kursi resepsionis yang ia duduki.

Nindi yang ikut terkejut menyaksikan Eca terkejut karnanya dengan sergap meminta maaf.

"kaget ya ca. maaf- maaf" ucap Nindi tulus dari balik meja resepsionis dan mengusap pelan bahu Eca.

Eca menggeleng. "it's okey." katanya.

"ada apa kak?" tanya Eca lagi. Nindi merupakan rekan kerja terdekatnya sejak ia diterima bekeja di Parama's Hotel 5 bulan lalu. Usia mereka terpaut beda 4 tahun.

"katanya mas Adit, anaknya pak dirut mau kunjungan ke hotel ini." bisiknya pelan.

Eca terheran. "terus ngapain bisik-bisik gini?" suara Eca ikut berbisik.

"katanya, gue denger-denger anaknya bossy!"

Eca menyahut berdecak, "ya terus ada hubungan apa sama gue, oneng!"

"ya ada, lah? masa gak ada? ini menyangkut kesejahteraan kita sebagai karyawan!"

"iya apa?"

"rumornya dia bakal dipindah tugas kesini."

"iya, terus?" kebingungan Eca semakin nyata, pasalnya, Eca yang belum juga memahami apa yang Nindi maksud dan itu membuat Nindi sedikit geram.

"ya maksud gue emangnya lo mau punya bos moodyan, galak, suka mecat orang seenaknya? katanya dia tuh dingin suka protes dan biasa layoff karyawan yang kinerjanya gak sesuai yang dia mau, kayak yang belagu gitu tuh, trus rumornya dia gak cuma sedang ninjau hotel ini aja tapi dia dipindah dari kantor cabang ke pusat tuker posisi sama pak manager dan itu diminta sama pak Parama nya langsung!" ujar Nindi terang benderang.

Eca terdiam sejenak. Nindi memang ahli dalam hal bergosip dan menyebarkan rumor yang entah bagaimana ia mampu mengetahuinya dengan begitu cepat. yang pasti, Ditangan Nindi istilah gosip adalah fakta yang tertunda benar adanya. Karna jika Nindi sudah bersuara maka gosip atau rumor itu tidak lama akan berubah menjadi sebuah fakta, namun sekarang, ucapan Nindi tidak dapat Aca percayai begitu saja. Eca tidak terlalu peduli rumor atau berita yang seperti itu, prinsip Eca disana hanyalah bekerja, dan meneruskan hidup yang tersisa dengan atau tanpa bahagia.

Bahagia Eca redup, nampak sulit untuk kembali bersinar. 

"kok diem?" tegur Nindi, penasaran atas respon Eca.

Eca memutar bola matanya, lantas tersenyum. "itu gak ada urusan sama gue, kak. Udah sana balik lagi kerja." Eca mengusir Nindi.

Nindi menjejakkan kakinya sebal, hanya sebal, bukan kesal. Nindi memang begitu, sejak awal bertemu hatinya merespon untuk terus menyayangi Eca. Nindi menganggap Eca seolah adiknya sendiri sejak Nindi tahu seberat apa cobaan takdir yang pernah Eca lewati semasa usianya yang masih terbilang muda. Batinnya bicara bahwa Eca adalah satu sekian wanita terkeren yang pernah ia kenal didunia. Wanita penuh prinsip, kuat dan baik seperti malaikat, namun sayang, takdir baik seolah belum hadir untuk memberi Eca bahagia.

"yaudah gue balik kerja, gak asik emang kalo gosip sama lo, lo semangat kerja, jangan bengong terus, lo karyawan apa kambing ompong bengang-bengong kerjanya?" hardik Nindi yang hanya dibalas senyuman manis dari Eca.

"iya kakak sayang!" balasnya ceria.

Tidak, Eca tidak seceria itu, cerianya hanya sebuah tuntutan kerja dan untuk menghargai Nindi, rekan kerja yang sudah tulus menerima kehadirannya.

***

Jam menunjukan pukul 12 siang, waktu istirahat kerjanya sudah datang. Eca meraih tumbler silver miliknya dibalik meja resepsionis lantas hendak menenggak isinya. Nihil, air nya habis. Eca lupa untuk me-refill air minumnya. Setelah menitipkan meja resepsionis kepada temannya yang lain, Eca berjalan menuju pantry, mengisi penuh tumbler dan kembali pada meja kerjanya.

Lagi-lagi takdir menolak untuk berbaik hati pada Eca ketika Eca tidak sengaja menabrak sosok pria dan menjatuhkan tumbler berisi air yang tidak terkunci kuat sebagaimana mestinya.

Tidak hanya Eca, pria itu terdiam tanpa kata saat mengetahui pakaiannya basah tersiram air yang dibawa oleh wanita dihadapannya.

"sir?! sorry, really sorry! I accidentally spilled it!" serunya dengan gerakan cepat, Aca buru-buru membersihkan sisa air yang membasahi jas pria didepannya dengan sapu tangan yang selalu tersedia dibalik poket roknya. Eca terus berusaha membersihkan sisa air yang membasahi tubuh lelaki dihadapannya dengan rasa menyesal sepenuh hati karna tindakannya yang ceroboh.

Kala seorang asisten pria tersebut hendak menghentikan pergerakan Eca dengan sigap pria itu tahan lantas melempar kode untuk membiarkan Eca membereskan apa yang menjadi tanggung jawabnya.

Hingga tanpa sadar sudah banyak mata yang menyaksikan apa yang terjadi diantara mereka. 

"itu anaknya pak dirut sama asistennya." bisikan dari karyawan yang tidak sengaja ikut menyaksikan kejadian itu terdengar hingga ke telinga Eca.

mampus. batin Eca meracau. merutuki kecerobohannya kali ini.

Pantas saja tidak ada yang berani mendekat.

Dengan gerakan yang kian melemah, Eca kini menjauhkan tangannya yang semenit lalu sibuk membersihkan baju pria itu. Ia menunduk dalam, tidak berani menatap dua orang lelaki didepannya.

ini adalah laki-laki yang pagi tadi Nindi dan ia gosipi.

"udah?" suara tegas terdengar sopan memasuki telinga Eca.

Eca diam sedetik. "s-sudah pak. saya benar-benar tidak sengaja, saya minta maaf." gumamnya setengah gemetar dan takut, ucapan Nindi pagi tadi perihal kepribadian laki-laki didepannya seolah memenuhi kepala.

"don't say sorry, its ok. next time, take care of yourself. jangan terburu-buru." ucap pria itu dan pergi tanpa kembali menoleh memasuki lift hotel diikuti seorang lelaki yang Eca yakini adalah seorang asisten pribadinya.

Eca termangu, pasalnya, sikap laki-laki itu berbanding terbalik dengan apa yang Nindi katakan sebelumnya.

Ramah. kesan pertama Eca kepada laki-laki yang tak lain merupakan calon manager baru dihotel tempatnya bekerja.

_____________

Wow! im comeback guys!
hope u enjoy!
maaf bgt baru update 😭🙏

Empty Space Where stories live. Discover now