31. EXPLOSION

157 27 2
                                    

Kaira pun berlutut dan menyentuh permukaan tanah. "Duhai Ibunda, Sang Luhur sekaligus pemilik sihir kehancuran ... izinkanlah putrimu ini untuk meminjam sedikit kekuatanmu."

Entah mengapa, tiba-tiba suhu di sekitar mereka mulai terasa memanas. Wahcot pun terbelalak, tentu dia tahu apa yang akan terjadi. Perlahan pemuda itu bangkit dan mundur secara tertatih. "Penyihir sialan ...."

"Di saat dunia telah terjatuh ke tangannya, maka ia akan terselimuti oleh kegelapan. Tersesat dalam kegelapan dan membekulah dalam ruang kehampaan!"

Seluruh anggota Baldurs pun berseru panik sebab tiba-tiba mereka tidak dapat melihat apapun, begitu pula dengan kedua tangan dan kaki mereka yang tidak dapat digerakkan. Bukan sampai di situ saja, tiba-tiba tanah Baldurs pun mulai meledak secara beruntun dari kejauhan.

Semua anggota Ragnarok yang melihatnya pun tercengang, mereka sama sekali belum pernah melihat sihir semacam itu sebelumnya, lain halnya dengan Ajul yang entah mengapa tiba-tiba terasa pusing.

Entah mengapa dirinya merasa cukup familiar dengan hal tersebut, yang mana di saat yang sama ia pun merasa ketakutan yang bahkan dirinya tidak tahu apa alasannya.

Kaira pun segera bangkit dan memberikan isyarat kepada kedua pemilik senjata legendaris untuk segera melampiaskan hasrat mereka, yang mana benar saja keduanya segera menghabisi para anggota Baldurs dengan ganas.

Persis seperti sekelompok singa lapar yang tengah mencabik-cabik hewan buruannya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya OmenD yang berdiri di sebelahnya, Ajul pun menggeleng. "Aku sendiri tidak tahu apa yang tengah terjadi, namun entah mengapa aku merasa sangat benci melihat sihir yang dikeluarkan oleh Kaira tadi."

"Mungkin memang ada hubungannya dengan masa lalu mu?" OmenD pun terkekeh sembari menyenggol lengan pemuda itu. "Ayolah, memangnya kau tidak ingin berpartisipasi dalam pesta ini? Sebelum tempat ini berubah menjadi kubangan lava."

OmenD memang benar atas ucapannya, sedikit demi sedikit tanah yang mereka pijak berubah menjadi lava. Namun apakah ini masih merupakan sihir yang dikeluarkan oleh Kaira? Rasanya cukup mustahil bagi seseorang yang baru saja mendapatkan kemampuannya kembali untuk mengeluarkan sihir sebesar itu.

Setelah mereka yakin bahwa tidak ada satupun anggota Baldurs yang tersisa, mereka segera pergi ke tempat yang lebih tinggi sebab lava sudah memenuhi setiap jengkal tanah Baldurs.

Ajul menatap semua itu sembari berdiri di atas pilar batu, tempat yang dulu pernah menjadi rumahnya itu kini berubah menjadi lautan api.

"Ajul! Ayo kita pergi!"

Pemuda itu pun menoleh dan mengangguk, ia pun melemparkan ender pearl ke tempat yang belum tersentuh oleh lava dan menghancurkan dinding obsidian yang mengelilingi Baldurs.

Setibanya di luar, semilir angin segera menyapa dirinya. Di dalam sana terasa seperti Nether, yang mana akan gawat jika dirinya tidak sengaja terkena lava tersebut.

"Semua sudah berada di sini?" tanya Ubi yang ternyata sejak tadi sudah keluar, Kaira yang keluar bersamaan dengan Ajul pun menggeleng. "Maji belum nampak."

Tidak lama kemudian, akhirnya pria itu menampilkan batang hidungnya. "Apakah semua sudah berhasil kita musnahkan?" tanyanya, Ubi pun menggeleng. "Febfeb nampaknya berhasil melarikan diri."

Tiba-tiba Citem hadir di hadapan mereka. "Dengarkan aku, adalah hal penting yang harus aku beritahukan kepada kalian!"

Maji pun langsung menyerang pemuda itu tanpa basa-basi menggunakan sabitnya dan membuatnya tewas seketika. "Banyak omong."

"Kenapa kau langsung membunuhnya, sialan? Bagaimana kalau ternyata dirinya benar-benar hendak mengatakan hal penting?" protes Ajul, Maji pun berdecak sebelum mendorong bahu pemuda itu ke arah pohon yang berada di dekatnya dan menatapnya penuh amarah. "Tidakkah kau tahu bahwa ia hanya sedang mengulur waktu kita, Ajul?"

Kemudian pria itu segera menghempaskan tubuh pemuda itu ke tanah dengan sangat keras. "Jangan halangi aku jika kau tidak ingin berakhir dengan tebasan sabitku."

Setelah itu, tanpa merasa bersalah sedikitpun pria itu melangkah menjauh diikuti oleh Ubi dan Gempita. Lain halnya dengan OmenD dan Kaira yang segera membantu pemuda itu.

"Kau tidak apa-apa, Jul? Adakah bagian tubuhmu yang sakit?" tanya OmenD khawatir, Ajul pun menggeleng. "Aku baik-baik saja."

Keduanya pun segera menghela napas lega mendengar bahwa pemuda itu baik-baik saja. "Kalau begitu, ayo kita segera pergi," ujar Kaira, Ajul pun segera bangkit dan pergi bersama mereka.

Jauh di dalam hatinya, dirinya mengutuk dan memaki sikap pria bedebah itu. Kalau saja bedebah itu tidak memegang senjata legendaris, sudah tentu ia akan mengajak duel pria itu.

Kini mereka tiba di Eclipse, yang mana kebetulan hampir seluruh anggota Aliansi tengah berkumpul di sana. Tanpa basa-basi, keenam anggota Ragnarok itu pun segera menghampiri mereka.

"Mengapa kalian ada di sini?" tanya Noya yang terheran, Ubi pun mengeluarkan buku perjanjian yang telah mereka buat sebelumnya sambil menatap pria itu geram.

"Ajul, nyalakan api," titah pria tersebut yang tentu saja segera dilaksanakan oleh pemuda bermanik merah tersebut.

"Ini adalah buku perjanjian yang telah kita buat sebelumnya, Noya. Perjanjian atas gencatan senjata yang telah kita lakukan sebelumnya. Dan kau tahu apa yang telah dilakukan oleh Wahcot?" Dirinya pun menggenggam buku itu dengan semakin erat, menyalurkan semua emosi yang kian bergejolak dalam dirinya. "Dia menyegel kami dengan sihir sialan miliknya!"

Ubi pun menjatuhkan buku tersebut ke dalam kobaran api yang telah dinyalakan oleh Ajul sebelumnya. "Dan oleh sebab itu, tidak ada lagi perjanjian yang berlaku di antara kita."

Noya pun menggeleng. "Kami sama sekali tidak tahu menahu akan hal itu, itu benar-benar murni keputusan sepihak yang diambil oleh Wahcot."

"Oh, apakah aku peduli?" balas Ubi sambil menatapnya sinis, dirinya pun mulai mengayunkan kapaknya. "Siapapun yang melakukannya di antara kalian, baik , akan dianggap menjadi keputusan kalian bersama."

Setelah selesai mengatakan itu, Ubi langsung merangsek maju yang segera diikuti oleh anggota Ragnarok lainnya. Para anggota Aliansi pun langsung berlarian mencoba menyelamatkan diri dari amukan Ragnarok, namun ada juga yang memberanikan diri untuk melawan mereka.

Ajul sendiri berhasil membunuh beberapa orang di antara mereka, yang mana itu merupakan kepuasan tersendiri baginya. Dirinya bukanlah pembunuh berdarah dingin, namun alunan melodi medan perang senantiasa mengalir dalam tubuhnya.

Dirinya juga menarget Megi, mengingat apa yang telah ia lakukan kepada Kaira pada pertempuran sebelumnya. Sayangnya, pemuda itu berhasil melarikan diri sebelum Ajul berhasil menebas kepalanya.

Lagi-lagi dirinya gagal untuk membalaskan dendam sahabat kakaknya itu.

T.    B.    C.

=======================================

Sorry², keasikan bucin sama ayang di game 🙏🏻

So don't forget to vote, spam comments, follow, and share if you like this story!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AZAZEL [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang