"A-aku tidak ma—"

"Kau tidak punya hak menolak ku, Wanita!"

Shaira membeku ketika melihat Nicholas masuk dan berdiri di antara empat orang itu. Pelukannya pada tubuh kecil Riftan semakin mengerat. Ia tidak bisa membayangkan hal buruk yang akan menimpanya sebentar lagi.

"Serahkan anak itu, Shaira!"

"Tidak! Tidak akan pernah!"

"Kalau begitu aku akan mengambilnya paksa," desis Nicholas sambil mengangkat tangan kirinya, menyuruh anak buahnya untuk mengambil Riftan.

Shaira menangis sejadi-jadinya,  begitu pula Riftan yang tidak tahu apa-apa.  Lelaki kecil itu memberontak, mencoba melepaskan diri dari pria besar yang ingin menggendongnya paksa.

"Mommy!  Hiks Mommy!" teriak Riftan.

"Bawa putraku ke mansion!" titah Nicholas.

"Jangan bawa putraku!  Kembalikan Riftan! Aku mohon,  hiks!" jerit Shaira yang masih mencoba meloloskan diri dari pria besar yang memegangnya erat. Suara Riftan masih terdengar di luar sana.  Anak kecil itu menangis dan berteriak memanggilnya.

Shaira merasa tubuhnya lemas ketika suara itu tidak terdengar lagi. Dirinya yakin mereka sudah membawa putranya pergi entah kemana.

"Kalian pergilah!"

"Baik, Boss."

Lima menit terdiam, Nicholas menutup pintu lalu menguncinya. Bermain-main dengan Shaira Zhanafnier untuk kedua kalinya pikirnya tidaklah buruk.

Nicholas mendekati Shaira yang terduduk lemas di sofa. Ia melepaskan dasi yang terasa mencekik lehernya. Dirinya tidak perduli dengan tangisan pilu Shaira. Mungkin semua orang akan ikut menangis jika mendengarnya.

Namun, Nicholas tidak perduli sama sekali.  Baginya, Shaira hanya wanita murahan yang menginginkan uangnya dengan menggunakan putranya. Lalu,  meminta tanggung jawab agar wanita itu dinikahi. Aku tidak tertarik pada apapun dalam dirimu,  kecuali menikmati tubuhmu sekali lagi.

Shaira tidak menyadari Nicholas mendekatinya.  Ia sibuk menangis, memikirkan hidupnya tanpa Riftan akan memperburuk keadaannya yang sebatang kara. Bersama Riftan, ia merasa memiliki keluarga yang sempurna. Namun, anak itu sudah dibawa pergi. Bagaimana ia bisa menjalani hidup untuk kedepannya?

Shaira membulatkan matanya ketika tanpa aba-aba Nicholas menerjang tubuhnya hingga terlentang di sofa. Ia pikir pria itu sudah pergi bersama anak buahnya, tetapi kenapa Nicholas masih berada di rumahnya?

Perempuan itu bergetar hebat. Ia takut dengan keadaan mereka yang terlalu intim untuk Shaira. Ia melirik pintu rumahnya yang sudah tertutup entah sejak kapan, dan sepertinya pintu itu sudah terkunci. Shaira semakin bergetar ketakutan. Dirinya dalam bahaya.

"Pergi, Bajingan! Lepaskan aku, hiks!" jeritnya sambil mengerakkan tubuh dan tangannya agar terlepas dari kungkungan Nicholas.

"Aku ingin ingat bagaimana kita membuat putraku, Shaira," bisik Nicholas.

Shaira menggeleng. Ia semakin memberontak. Ia ingin memberi tahukan kalau Riftan bukan putra kandungnya,  tetapi Nicholas sudah lebih dulu membungkam bibirnya.  Lalu, merobek paksa kemeja putih yang terawang milik Shaira.
Nicholas menjadikan bibir Shaira sebagai permen. Menjilat, menyesap, lalu menggigitnya gemas. Demi Tuhan, tidak ada yang secandu bibir Shaira, sekalipun champagne termahal yang pernah dinikmatinya.

'Pantas saja dulu aku lupa diri hingga tidak memakai pengaman,' batinnya. 'Bibirnya saja membuatku mabuk, apalagi yang lain.'

Shaira merasa napasnya sebentar lagi habis jika saja Nicholas tidak melepaskan cumbuan bibirnya. Ia terengah dengan wajah memerah. Paru-parunya terasa panas, kerongkongannya mengering seketika. Itu adalah pengalaman pertamanya.

Selama 22 tahun hidup, Shaira tidak pernah berdekatan dengan lawan jenis.  Apalagi sampai melakukan hal kurang ajar seperti yang Nicholas lakukan padanya. Shaira meraup udara sebanyak mungkin dari mulutnya. Ia menatap takut bercampur benci pada Nicholas dengan air mata yang tidak berarti apapun bagi pria itu.

"Berengsek!  Aku membencimu!" teriak Shaira di tengah tangisnya.

Nicholas menarik sudut bibirnya. "Aku juga merindukan tubuhmu!" cemooh nya. Seperti orang kesetanan, Nicholas merobek habis pakaian Shaira. Ia tidak perduli jika kukunya melukai kulit halus gadis itu.

Shaira tidak tahu lagi sudah seperti apa kondisinya sekarang. Ia bahkan malu pada dirinya sendiri yang telanjang di depan orang asing, seorang pria dewasa. Ia menjerit sambil melontarkan kata-kata benci pada Nicholas yang asyik mencumbunya.

Sementara Nicholas menulikan telinganya. Baginya jeritan Shaira tidak berarti apapun. Ia membuka jesper celananya. Membebaskan bukti gairahnya yang tidak padam sama sekali. Nicholas masih berpakaian lengkap, hanya celananya saja yang turun sebatas paha.
Berbeda dengan Shaira yang sudah telanjang sepenuhnya. Kaki jenjangnya menendang-nendang walau tidak membuahkan hasil. Ia meraung sejadi-jadinya ketika Nicholas menerobos masuk. 

"Tidak! Tidak! Ku mohon jang—aaaahhrrgg"

Tubuh Shaira melemah. Nicholas sudah berhasil merusaknya. Ia hanya bisa menangis meratapi nasibnya. Putranya diambil darinya. Harga dirinya diinjak-injak. Sekarang,  kesuciannya direnggut paksa. Apa kesalahannya hingga Nicholas berbuat jahat pada dirinya?

Nicholas menggeram. Perawan?

"Berani menipuku? Akan ku ciptakan neraka untukmu!" sinis Nicholas.

Nicholas bermain dengan kasar. Giginya bergemeletuk menahan kenikmatan yang tanpa sadar Shaira berikan padanya. Wanita itu terlalu rapat, ia kesulitan untuk bergerak.
Wajah sembab Shaira basah karena air mata yang tidak bisa ia tahan. Dirinya hancur. Ia merasa jijik pada tubuhnya sendiri. Ia menjerit lemah, memukul-mukul lengan Nicholas dengan sisa tenaganya yang nyaris tidak ada.

"Be—berhenti, hiks. Ku mohon!"

Nicholas kalap. Ia mabuk kepayang. Shaira begitu menawan berada dalam tindihannya yang panas. Meski wanita itu menangis, tetap saja terlihat seksi di matanya. Jerit kesakitannya menyatu dengan desahannya yang lembut, semakin membakar gairah Nicholas yang sejak awal begitu tipis.

Nicholas memijat,  memilin, lalu meremas dada Shaira yang begitu pas di tangannya. Terasa lembut dan halus dengan puncak berwarna merah muda. Ia tidak tahan untuk tidak menyesapnya. Bergantian kanan kiri, memanjakannya.

'Sialan! Ini terlalu nikmat,' batin Nicholas.

Dirinya merasa tidak bosan.  Ia bukan penikmat perawan. Perempuan virgin yang ditidurinya bisa dihitung jari, tapi tidak ada yang senikmat Shaira, tidak ada yang secandu Shaira. Hanya Shaira Zhanafnier yang membuatnya hilang kendali.

Bersambung....

Gimana? Gimana? Gimana?
Panas ga? Panas ga? Panas lah masa engga🌚🥵

Terjerat Gairah Tuan Harvey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang