Bagian 11 : -Naivete-

Start from the beginning
                                    

"Kalau begitu," Kristal mendongak seraya tersenyum lebar, "apa aku boleh makan sambil duduk mengangkangimu?"

"Apa kau kesurupan setan mesum?"

"Apa kau mulai tergoda?"

"Tidak." Wolf menggeleng tegas seperti tengah meyakinkan dirinya sendiri.

"Bagus, sekarang duduklah. Mari kita makan dengan tenang." Kristal mencoba mengendalikan keadaan.

Wolf mendengkus sebal seraya duduk. "Ini rumahku, kenapa kau bersikap seolah kau tuan rumah di sini?" ujarnya, kemudian melahap sesendok penuh pancake serta eskrim vanila-coklat.

"Bukankah itu alasan kau menciumku dengan ganas semalam? Kau ingin aku menjadi nyonya rumahmu."

Wolf tersedak, lalu buru-buru menenggak segelas air sampai habis. "Ciuman itu kesalahan!" ujarnya sambil menelan geramannya.

Kristal mengangkat bahu acuh tak acuh. "Ya, aku juga berpikir begitu."

"Baguslah kalau kau mengerti." Wolf melahap lagi pancakenya dengan ganas.

Di sisi lain, Kristal mulai menikmatinya. Ia tidak pernah melihat Wolf se-tantrum itu. Biasanya lelaki itu akan bersikap tenang dan penuh canda.

"Menurutku kesalahannya adalah karena kau tidak melakukannya sejak awal. Kau bisa saja memberikannya sebagai hadiah ulang tahunku yang kedelapan belas saat aku sudah bisa dicium seperti itu."

Wolf lagi-lagi tersedak. Karena air di gelasnya sudah tandas, lelaki itu berlari ke lemari pendingin untuk membawa sebotol air mineral yang masih baru. Kristal tersenyum kecil. Sungguh menyenangkan melihat prajurit paling brutal di CO itu ketar-ketir karena ucapannya.

"Jangan bicara seenaknya!" Kali ini Wolf berdiri menjulang di hadapannya. "Hanya karena aku menciummu sekali, bukan berarti aku menginginkanmu. Inilah sebabnya aku menghindari berhubungan denganmu. Karena apa? Karena kau terlalu bodoh untuk memahami kalau ciuman itu tidak ada artinya. Setidaknya bagiku."

Kristal membanting sendoknya ke meja, lantas berdiri menantang Wolf. "Oh, jadi kau pikir ciuman itu berarti bagiku? Jujur saja, kupikir ciumanmu yang seperti orang kelaparan itu akan terasa hebat, tetapi ternyata tidak. Malah rasanya mengecewakan!" dusta Kristal lancang.

"Apa? Mengecewakan?" Wajah Wolf tampak luar biasa murka. "Tidak satu pun dari wanita yang pernah kucium mengeluhkan ciumanku!"

"Yah, aku yakin mereka berbohong karena takut padamu." Kristal mendelik tajam. "Atau mereka saling bertaruh siapa yang bisa mencium si serigala liar demi mendapatkan diskon belanja."

"Apa?" Tanpa sadar Wolf menjatuhkan botol minumannya ke lantai. Untung saja lelaki itu sempat menutup botolnya.

"Mereka tidak tahu kalau kau sebenarnya kesulitan bergairah."

"Kesulitan bergairah?" Wolf tampak merasa terhina. "Apa kau mempertanyakan kemampuanku?"

"Memangnya apa lagi? Kau marah-marah padaku setelah menciumku. Padahal Saka baik-baik saja setelah menciumku, bahkan dia ingin melanjutkan kencan kami."

"Si bocah udik itu hanya memanfaatkanmu!"

"Bukan hanya itu, kau juga sering tidur denganku dan melihatku telanjang, tapi tidak pernah bereaksi seperti lelaki normal. Dulu aku akan berpikir ada yang salah dengan tubuhku, tetapi ternyata tidak. Di luar saja ada seorang bajingan bergairah yang rela menguntitku hanya karena aku menolak bermesraan dengannya. Intinya, di sini kaulah yang bermasalah! Akui saja, kau tidak mampu bergairah."

"Light, kau tidak tahu apa yang kau bicarakan." Wolf menggertakkan giginya.

"Jangan menganggapku bodoh soal seks, Wolf. Aku pernah masuk ke ruang senjata dan melihat Bear dan Mila melakukannya. Mereka tentu saja mengunci pintunya, tapi aku sudah lebih dulu berada di sana untuk membereskan perlengkapanku. Mereka sama sekali tidak menyadari keberadaanku saat mulai berciuman dan membuka pakaian masing-masing."

Cahaya NegeriWhere stories live. Discover now