Bagian 10 : -Rumah Danau-

Start from the beginning
                                    

"Yeah, kurasa juga begitu. Padahal kami diwajibkan berlatih bertarung setiap hari. Rupanya itu belum cukup," Saka melirik Kristal lega, "untung saja lukamu tidak begitu parah."

Kristal mendekat untuk memeriksa luka-luka di wajah Saka. "Aku bisa mengobatimu. Kau punya kotak P3K?"

"Ada di mobilku."

"Kalau begitu, ayo kita ke mobilmu."

"Tidak perlu. Bocah udik itu tetap di sini!" geram Wolf menarik lengan Kristal hingga berdiri di sisinya. "Aku sudah menghubungi ambulans dan kau akan menunggu bersama mereka...," Wolf menatap Saka penuh arti sambil menunjuk tiga pria besar yang sudah terkapar tak sadarkan diri, "...sampai ambulans datang. Bilang saja kau dikeroyok."

"Baiklah." Saka mengangguk setuju, lalu menatap Kristal. "Kurasa Cahaya juga butuh ambulans. Dia terluka."

"Dia urusanku," ujar Wolf cepat.

"Tidak, aku yang membawanya ke sini dan terlibat kekacauan ini. Aku harus bertanggung jawab," tukas Saka.

Wolf menyipitkan matanya saat menatap Saka. "Kau tidak tertarik padanya kan?"

Saka menggaruk kepalanya serba salah, sambil terang-terangan menatap Kristal. "Aku menyukainya."

Seketika Kristal tersenyum lebar. Ini pertama kalinya ia mendengar hal itu dari seorang pria karena biasanya mereka akan merasa terintimidasi oleh Kristal. "Terima kasih, Saka. Aku juga menyukaimu. Terutama ciumanmu," ujar Kristal santai merujuk pada pelajaran singkat ciuman mereka tadi. "Lain kali―"

"Tidak ada lain kali," potong Wolf tajam, sembari menatap Saka penuh permusuhan. "Aku tidak akan membiarkan kau menciumnya lagi."

"Wolf!" Kristal terperangah.

"Kenapa?" Kristal beralih menatap Saka dan memberi isyarat dengan matanya untuk tidak memprovokasi Wolf. Namun, Saka mengabaikan isyaratnya.

"Apa kau pacarnya?"

Kristal menggigit bibir. Meski ia sudah tahu jawaban Wolf, tetapi dengan bodohnya ia masih saja berharap Wolf akan mengatakan sesuatu yang berbeda.

"Bukan urusanmu."

"Kalau begitu bukan masalah."  Saka tersenyum senang, di sisi lain Kristal malah semakin cemas saat mengamati ekspresi Wolf yang berubah murka.

Wolf sontak menarik bagian depan pakaian yang dikenakan Saka hingga pria yang lebih muda itu terkesiap kaget. "Sepertinya kau mau aku menghancurkan wajahmu yang sudah hancur itu?"

"Hentikan, Wolf." Kristal menyelipkan diri di tengah-tengah mereka, lalu mendorong Wolf menjauh dari Saka.

"Jangan bertindak tolol! Kau tidak lihat Saka sedang kesakitan?" ujar Kristal marah.

"Baguslah kalau begitu."

"Aku juga kesakitan! Kau senang?"

"Sial! Aku lupa. Ayo pergi."

Kristal memutar mata saat Wolf menarik tangannya. "Tidak. Ada yang harus kulakukan," ujarnya sambil melepaskan tangannya dari genggaman Wolf.

"Apa lagi?" Wolf rupanya tidak akan membiarkan Kristal lepas karena lelaki itu segera mencekal pergelangan tangannya dan memegangnya lebih erat. "Bocah udik itu akan mengurus keparat-keparat itu." Wolf menunjuk Saka dengan dagunya, sementara Saka tidak berkata apa-apa karena kesulitan untuk sekadar membuka mulut.

"Keparat-keparat yang kau maksud itu hanya orang suruhan. Aku sekarang tahu siapa orang yang mengincarku. Dia menyuruh mereka untuk membawaku ke mobilnya. Aku yakin dia masih menunggu di suatu tempat di parkiran sana."

Cahaya NegeriWhere stories live. Discover now