12 Des 2023

530 64 22
                                    

Aku menatap layar laptopku, menatap lembaran putih Word di laptopku. Sudah hampir dua jam lamanya aku diam memandangi lembar putih. Akhir-akhir ini karena kondisi jiwa dan raga yang kurang baik, aku sama sekali tak menyentuh Word, menyentuhnya pun hanya untuk kegiatan kerja dan belajar. Sejujurnya aku pun lupa bagaimana harus menulis di lembar putih ini. Seharusnya itu tak perlu begitu sulit, 2,000 kata atau lebih dengan mudah dapat aku tulis, terutama bila itu tentang para tokoh ceritaku. Akan tetapi, di sini aku diam menatap putihnya lembar Word lebih dari satu jam lamanya.

Apakah aku kehilangan passion dalam menulis?

Apakah aku lagi-lagi terkena writer block?

Apakah aku sudah bosan dengan cerita-ceritaku?

Tidak, semuanya tidak benar. Sampai detik ini pun aku masih mengingat mereka dan bagaimana mereka ingin hidup mereka ditulis.

Lalu mengapa?

Aku tahu.

Jawabannya hanya ada satu.

Aku terlalu menikmati kisah cintaku dengan suamiku hingga meskipun mereka memintaku untuk menulis, jari-jariku menolak untuk melakukannya. Mengapa aku harus menulis kisah cinta imajinas ketika pria gagah tinggi yang sedang sibuk memotong buah-buahan di depanku ini memberikan kisah cinta nyata untuk aku nikmati?!

Aku menghela napas.

"Sudah berapa kali dari beberapa jam lalu? Kau terus menghela napasmu."

Aku menatap punggungnya yang lebar, ia bertanya tanpa repot-repot berbalik menatapku.

"Begitu sulitnya kau menulis kali ini?" tanyanya lagi.

Ah! Betapa aku mencintaimu, asal kau tahu! Teriakku dalam hati, lalu aku hanya menghela napas. Hari ini ia libur, tepatnya karena kemarin ia berbohong bila ia terkena flu, hari ini pun untuk menyempurnakan kebohongannya, ia mengambil cuti lagi.

Aku menatap kembali layar laptopku. Tentunya apa yang ia lakukan tidaklah benar, tapi aku tak benci alasannya mengambil libur. Karena suasana hatiku yang buruk, kemarin ia membawaku pergi berkencan. Muncul tiba-tiba di depan kampusku dan membawaku pergi bersamanya.

Bila aku ingat-ingat lagi...hari itu ramalan cuacanya akan turun hujan, aku bersiap untuk segera pulang supaya tak perlu repot-repot menggunakan payung, tapi Ia muncul begitu saja dan mengatakan, "kita akan kencan hari ini. Kau pilih mau kencan di mana." Meski aku berusaha menolaknya bahkan mengatakan bila cuaca akan cukup buruk untuk pergi berkencan, "Ramalan cuaca? Siapa yang perlu ramalan cuaca, bila aku ingin hari ini cerah, hari ini akan cerah."

"Di luar dugaan... kemarin benar-benar cerah. Bahkan awan mendung menyingkir dan matahari muncul..."

"Sebaiknya hari ini kita di rumah saja, kau mengeluh kaki dan pinggangmu sakit, bukan?"

Aku menatapnya terkejut, ia kemudian balik menatapku.

"Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa, aku hanya berpikir kemarin ramalan cuaca akan turun hujan, tapi sebaliknya cuacanya begitu cerah." Aku berujar.

"Sebenarnya setelah kita masuk ke Mall untuk menonton film, hujan turun cukup lebat." Ia memberi tahu seraya menuangkan teh Rooibos hangat ke cangkir teh Rilakkumaku.

"Eh? Sungguh?"

"Sungguh, karena itu semalam suhunya lebih dingin, bukan?" Ia menjawab, "Meskipun aku yakin kau tak merasakannya setelah cukup lama kau berendam di air hangat."

"Aku pikir kau benar-benar penguasa cuaca, karena seharusnya hujan turun tapi seketika itu berbanding terbalik." Aku mengambil cangkir tehku, hangatnya teh yang membuat cangkirku hangat begitu nyaman untuk disentuh jariku. Aku meniup lembut teh yang ia buatkan sebelum menyesapnya.

Stand by YouWhere stories live. Discover now