1.

255 49 17
                                    


How to Flirt with unassuming prey

Disclaimer: Inuyasha belong to Rumiko Takahashi

Chapter 1. Think love is in the air.
.
.
.
"Ada apa dengan ekspresimu, Naraku?" Kagewaki menatap kembarannya dengan mengernyit. Ada senyum sadis di wajah yang mirip dengannya itu. Enam belas tahun selalu menempel satu dengan lainnya, membuat ia bisa melihat perbedaan mood yang terjadi pada sang twins.

"Seseorang baru saja melemparkan sepatunya ke wajahku," balas Naraku masih dengan ambiguitas yang membuat Kagewaki merasa bahwa dia telah setengah gila.

"Oke," respon sang adik yang lahir lima belas menit setelah Naraku. Ia terdengar tidak peduli.

"Kurasa aku jatuh cinta."

Barulah kini Kagewaki nyaris tersandung udara. "Apa relevansi antara melempar sepatu dengan jatuh cinta? Kau gila?"

Naraku mendelik, mata cokelat tuanya berkilat bersamaan dengan ujung bibir tipis yang terangkat naik. "Aku bertemu seorang pemuda saat akan meminta Kagura bertemu denganku di belakang sekolah," ujarnya setengah terbayang.

Kagewaki ingin sekali menghela napas. Kata meminta yang diucapkan Naraku sama sekali berbeda dari yang dimaksud. Sudah pasti ada dorongan dan paksaan saat kembarannya mendekati Kagura.

Kagura merupakan sasaran terbaru Naraku untuk dijadikan 'gebetan'.  Hanya saja, selama ini saudara kembarnya tidak pernah menyebut kata cinta. Hanya 'dia cantik', 'menarik', 'aku bosan, kenapa tidak?'

"Lalu dia datang menolong dari atas pohon dan," Naraku tertawa entah mengingat apa di sela ceritanya, "dia tersangkut di dahan. Aku baru pertama kali melihat seseorang benar-benar bisa tergelantung di pohon."

Kagewaki makin tidak paham. Bagian mana yang membuat saudaranya bisa berkata dia jatuh cinta.

"Dia mengamuk saat aku tertawa."

Tentu saja, siapa yang tidak akan emosi ditertawai saat mendapat musibah. Kagewaki makin ingin memijat dahi.

Naraku dengan seenaknya membaringkan diri di atas kasur Kagewaki. Kedua tangan terlipat di belakang kepala. Senyum sadistik aneh itu masih saja mengembang di bibirnya. "Dia bergoyang-goyang sambil tergelantung, mungkin karena beruntung sepatunya terlepas dan mengenai wajahku."

"Lalu apa yang membuatmu suka dengannya?" potong Kagewaki, tidak ingin berlama-lama mendengarkan petualangan Naraku.

Pemuda berambut hitam ikal itu berbalik badan dan menyamping demi menatap kembarannya. "Entahlah."

"???"

Gilakah kembarannya ini?

Naraku lantas melanjutkan lagi, merasa belum cukup meluapkan apa yang tengah dirasakannya. "Dan kau tahu apa yang terjadi selanjutnya?"

Kagewaki mengangkat bahu.

"Dia jatuh karena terlalu bersemangat bergoyang di pohon," Naraku tertawa kembali, "kemeja dari seragamnya sobek. Dia marah-marah, lalu mendekat dan mengambil sepatunya."

"Kau membiarkannya?" Terkejut mendengar bahwa Naraku tidak menghajar orang yang sudah melempar sepatu dan memakinya.

"Aku terlalu terheran melihat kelakuan konyolnya," jawab Naraku menahan tawa.

Kagewaki menghela napas. "Dari mana kau bisa tahu kau jatuh cinta dengannya? Kamu juga yang mengatakan Ami--eri--ah siapa mantanmu yang sebelumnya?"

"Emi?" respon Naraku mencoba mengingat.

"Ya, Emi. Kau pacaran dengannya karena dia berani menantangmu, tapi kalian putus dua hari setelahnya." Kagewaki mencoba merasionalkan pikiran sang kakak. Bahwa apa yang dirasakan Naraku tidak lain hanya impresi sesaat.

Naraku mengernyit, menirukan ekspresi Kagewaki beberapa saat lalu. "Tapi, aku menyukainya."

Melatih kesabaran adalah apa yang dilakukan oleh Kagewaki sekarang. "Memangnya kau tahu apa mengenai anak itu?"

"Jika menyukai seseorang kau pasti tahu satu atau dua hal mengenai mereka."

Mendengar hal tersebut Naraku mendengkus. "Kau pikir aku bodoh? Kau kira aku tidak mengetahui apa yang kurasakan sendiri?"

Kedua pasang mata mereka membuat kontak. Sang kakak maupun adik berkomunikasi tanpa ada kata selama beberapa menit. Hanya beberapa lintas emosi yang terpapar di ekspresi mereka.

Bagai kalah dalam permainan, Kagewaki memandang ke samping. "Lakukan semaumu."

Naraku menaikan satu alis, tapi tangannya mengusap helaian ikal adiknya.

"Apa yang harus kubawa untuknya besok?" gumam Naraku berguling ke samping sembari mengecek ponselnya.

Kagewaki pun harus mulai menabung kembali untuk menyisihkan uang membeli barang 'penyelamat' perasaan wanita, pada mantan yang selalu dibuang oleh Naraku. Tunggu ..... Kali ini sasaran sang kakak adalah laki-laki, apa hal ini masih diperlukan?

Mungkin .... Ia justru membutuhkan banyak perban. Entah kenapa perasaan Kagewaki mengarahkan bahwa Naraku tidak akan mudah melewati cobaan percintaan kali ini.

++

Inuyasha merasakan intuisi bergerak liar dalam pikirannya, seolah ada orang gila yang ingin menangkapnya. Ia melirik sekitar. Suasana sekolah masih sama tenang karena memang kebanyakan kini tengah melakukan kegiatan ekstrakurikuler. Hanya ia saja yang berkeliaran sembari menunggu Koga pulang dari latihan basket.

Inuyasha sendiri mengikuti klub renang, latihan wajib hanya dilakukan tiga kali dalam seminggu. Sebab itu ia senggang dan menunggu Koga untuk pulang bersama.

Langkah kakinya terhenti, mata cokelat madu menengok pada jendela. Mulut terbuka kecil melihat ada orang yang membuatnya jengkel kemarin.

Dia di sini.

Si playboy yang memaksa senior Kagura di belakang sekolah.

Apa lagi yang akan dilakukannya? Apa perlu Inuyasha memanggil anggota kedisiplinan?

Holyshit, apa playboy itu baru saja mengedipkan mata padanya?

Bulu kuduk pun meremang.

Tidak, tidak, tidak.

Playboy aneh itu melangkah ke arah yang ia curigai ke sini.

Dengan secepat kilat, Inuyasha berbalik dan lari.

++

Lima belas menit kemudian Naraku harus diseret keluar oleh Koga dan berapa anggota kedisiplinan. Ini kali pertama dalam sejarah percintaan sang dewa asmara diperlakukan seperti sekarang.

Bukannya mundur, ia malah makin tergiur.

Continue.....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

How to flirt with unassuming preyWhere stories live. Discover now