Kepala sekolah mengarahkan tatapannya ke seorang guru perempuan yang berada tepat di sebelahnya. Guru itu peka dengan tatapan kepala sekolah padanya. Segeralah ia menyalakan laptop. Menghadapkan layar laptop ke hadapan masing-masing keluarga untuk memperlihatkan rekaman cctv. Memperlihatkan pada mereka bagaimana sikap Toni selama ini terhadap Rafa.

Arya mengepalkan tangannya dengan erat ketika melihat rekaman yang sedang berlangsung, ia merasa gagal memberi perhatian pada anaknya. Apalagi jika ia mengetahui alasan Rafa tidak membalas perbuatan Toni karena masih memikirkan nasib keluarganya. Arya benar-benar sedih dengan apa yang dialami oleh anaknya.

Rafa menatap satu per satu ekspresi ayah dan ibunya. Tatapan sendu milik ibunya membuat Rafa memikirkan perasaan ibunya saat ini. Rafa tidak suka membuat keluarganya dalam masalah. Apalagi itu karena dirinya. Berganti melihat tatapan ayahnya, Rafa melihat tatapan datar dari ayahnya. Membuat Rafa sedikit takut. Karena ayahnya selama ini selalu menampilkan muka ramahnya. Untuk marah-marah pun jarang.

Toni menggeram marah. Tidak menyangka jika Rafa melaporkan dirinya. Lihat saja, kepala sekolah akan berpihak pada siapa. Apakah Rafa tidak sadar diri jika semua orang pada akhirnya akan berpihak padanya? Toni tertawa dalam hati.

Toni masih sempat berpikir seperti itu. Tanpa diketahui keluarga Fernando, kepala sekolah tidak lagi memihak pada keluarga itu. Karena perintah seorang Alarick mampu membuat pak Andre bertekuk lutut. Keluarga Fernando tidak sebanding dengan Alarick. Jelas kepala sekolah akan memihak pada Dirga, dan seolah-olah tidak peduli dengan keluarga Fernando yang merupakan salah satu donatur di sekolah ini dan disegani semua orang.

Sebenarnya Toni mengetahui jika ada cctv yang memantau di sekolah ini. Tapi Toni tidak peduli, memangnya guru-guru akan mempedulikannya? Pasti tidak. Dan Toni mengapresiasi keberanian Rafa yang berani melaporkan dirinya setelah beberapa kali ia menindasnya. Tanpa mengetahui jika yang melaporkan ini adalah Dirga Alarick.

David Fernando, papa dari Toni tidak ikut melihat rekaman itu, ia hanya mendengarnya saja. Lebih memilih memfokuskan tatapannya ke handphone. Mengurusi masalah perusahaannya. Kepalanya pusing memikirkan ini. Padahal saham perusahaannya sedang dalam masa jaya-jayanya, sekarang kenapa tiba-tiba turun drastis?

Clara melihat rekaman cctv dengan raut muka yang bosan. Tidak menarik baginya. Setelah rekaman itu berakhir, kepala sekolah mulai angkat bicara untuk menyelesaikan permasalahan ini.

"Kami sangat menyayangkan sikap Toni terhadap Rafa selama ini. Perbuatan itu sangat tidak dibenarkan karena merugikan pihak Rafa," ucap pak Andre dengan menatap satu persatu respon dua keluarga itu.

Tatapannya berhenti tepat ke arah David yang masih sibuk dengan handphonenya. Seakan tidak peduli dengan masalah ini.

"Ekhem." Deheman kepala sekolah membuat David menyudahi tatapannya ke handphone. David mengangkat arah pandangannya ke kepala sekolah, mengangkat sebelah alisnya lalu berkata,

"Jadi? Hanya karena masalah ini kalian memanggil kami?' Tanya David tanpa beban. Seharusnya ia sekarang sedang berada di kantor untuk mengurusi masalah perusahaan tapi harus tertahan di ruangan kepala sekolah. Tak memikirkan masalah yang anaknya perbuat, pikirannya melayang ke masalah perusahaan.

Brakkkk!!!!!

Gebrakan keras di meja mampu mengejutkan semua orang. Tak terkecuali Rafa, seketika ia menutup matanya dengan rapat. Jantungnya berdetak dengan kencang, ia terkejut tentu saja. Gebrakan itu berasal dari sampingnya. Yaitu Arya. Ayahnya yang tadi menggebrak meja dengan keras.

Perlahan Rafa mulai membuka matanya, melihat ke samping, menampilkan raut muka ayahnya yang sangat kentara emosi. Kilatan amarah terlihat dari dua bola mata ayahnya.

"Hanya? Anak anda telah membully anak saya dan itu tidak terjadi satu kali. Tapi berkali-kali. Ini merupakan masalah yang besar, sangat merugikan anak saya." Protes Arya menanggapi ucapan David yang terkesan tidak peduli.

David memijit pelipisnya dengan pelan. Ia benar-benar frustasi. Ia hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan masalah ini. David mencoba menekan emosinya. Ia juga kesal dengan anaknya yang suka cari gara-gara.

"Jangan menuduh anak saya sembarangan. Anak saya pasti memiliki alasan. Yakan sayang?" Clara mencoba membela anaknya. Mencoba tidak peduli dengan rekaman tadi. Tidak terima jika anaknya dipojokkan seperti ini. Berani-beraninya. Apakah keluarga Mahardika tidak tau seberapa kaya, berkuasa dan diseganinya keluarga mereka ini. Lihat saja akibatnya karena berani menyinggung putra tunggal Fernando.

"Tapi anak anda memang bersalah. Bukankah anda tadi juga melihat rekaman tersebut? Anda tidak buta kan?" Sanggah Helia dengan emosi yang sudah tidak terbendung. Helia berharap kepala sekolah juga tidak buta dengan kenyataan.

Salah satu guru yang bergabung di pertemuan ini mulai angkat bicara. Mencoba menarik perhatian semua orang. Guru itu bernama Julia. Seorang guru perempuan yang memihak pada Toni dan selalu memandang rendah Rafa.

"Dimohon untuk ibu-ibu. Turunkan emosi kalian. Yang terpenting di sini kita harus menanyakan langsung pada anak-anak tentang masalah ini karena mereka lah yang terlibat. Toni? Kamu pasti punya alasan kan? Katakan saja. Jangan takut," ujar Julia, mendengar perkataannya jelas Julia lebih memperhatikan Toni daripada Rafa yang jelas-jelas korban di sini.

Rafa yang sedang mengelus pundak ibunya agar tidak terpancing emosi juga sedikit merasa sakit hati karena hanya Toni yang diperhatikan oleh guru itu. Kenapa dirinya juga tidak disuruh, kenapa hanya Toni. Katanya ia dan Toni yang terlibat. Kenapa hanya Toni saja yang mendapat kesempatan untuk mengutarakan alasannya, kenapa ia tidak diberi kesempatan untuk mengutarakan apa yang ia alami?

Seharusnya Rafa tidak terkejut lagi dengan sikap guru yang bernama Julia itu yang pasti lebih memilih membela Toni.

"Katakan Toni. Cepat selesaikan masalah yang kau buat." David menatap tajam anaknya, mendesak agar Toni cepat menyelesaikan masalahnya. Ia sudah muak berada di ruangan ini.

Toni ketar-ketir, sedang berpikir keras untuk mencari alasan yang logis. Jika ia memaparkan alasan membully Rafa hanya untuk seru-seruan. Ia pasti akan dimarahi oleh orang tuanya karena telah mempermalukan mereka.

Sangat menyenangkan sekali menindas Rafa yang tidak akan pernah membalas perbuatannya. Jelas, karena ia lebih berkuasa. Menjadi hiburan tersendiri baginya dan teman-temannya.

Saat Toni sedang memikirkan alasan yang pas. Pintu ruangan kepala sekolah dibuka kencang oleh seseorang.

Semua orang yang berada di ruangan itu terkejut dengan kedatangan seorang remaja yang memakai seragam dari sekolah elite.

"Abang Vano."

Rafa menyebut nama seseorang itu dengan raut muka terkejut. Bagaimana bisa abangnya berada di sini. Bukankah sekarang masih jam sekolah? Lihat saja, Vano berdiri dengan tegap, sorot matanya yang dingin mengedar ke seluruh penjuru ruangan, tangannya yang terkepal erat. Kenapa abangnya berada di sini dengan raut muka emosi itu?









……….









Typo? Manusiawi😇







Rafa Where stories live. Discover now