48 - Menuju Demisioner

Start from the beginning
                                    

Bibir Yona mencebik. Sagara tetap menjadi Sagara yang berbicara seperlunya. Padahal, Yona ingin mengobrol lebih panjang.

"Gar, lo udah nyiapin hadiah buat temen-temen?" Sambil berjalan keluar area kios, Yona melihat-lihat pernak-pernik imut yang ada di kanan dan kirinya.

"Belum. Lo udah?" Sagara mengikuti arah pandang Yona. "Mau cari sekarang?"

Yona mengangguk antusias. "Kuy!"

Tanpa menunggu detik berganti, Yona sudah memasuki sebuah kios tempat menjual pernak-pernik cewek. Sagara memilih mengekor, mengesampingkan kadonya yang bisa dicari setelah Yona selesai memilih kadonya sendiri.

"Nominalnya nggak boleh lebih dari yang udah ditentuin, ya."

Yona mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi. "Siap, Bos!"

Mau tak mau, Sagara tertawa.

Ya, atas nama kesepakatan bersama, pengurus OSIS Akasia akan mengadakan acara kecil-kecilan, sehari setelah rapat besar. Di akhir acara itu akan ada kegiatan tukar menukar kado sebagai kenang-kenangan. Syaratnya, kado yang diberi tidak boleh lebih dari nominal yang sudah ditentukan. Biar adil dan tidak ada yang iri-irian.

Yona fokus memilih bingkai-bingkai berukuran imut yang ada di display, mulai dari memelototinya, hingga memegang-megang permukaan benda itu.

"Yang ini terlalu imut, nggak, sih?" Diambilnya salah satu bingkai berbahan dasar kayu yang dibentuk menyerupai sepeda untuk ditunjukkan pada Sagara.

"Terserah lo aja. Kalau lo suka, ya tinggal beli aja."

Seketika wajah Yona berubah masam. "Masalahnya ini kado, kan, bukan buat gue .... Kalau yang dapat cowok, bagaimana? Apa mereka mau pakai bingkai gemes kayak gini?" Pipi Yona mengembung seperti ikan buntal.

Jangan lucu-lucu, please .... Nggak semua orang kuat, Keiyona!

Andai Sagara bisa mengatakan hal itu.

"Kalau lo takut begitu, mending cari yang lain."

"Tapi ini gemas ... lucu, Gar!"

Napas panjang terembus. Sabar, Sagara. Sabar. Cewek memang ada aja tungkahnya. Sagara mencoba untuk tetap tenang. Cewek memang dilahirnya menjadi makhluk yang rumit. Meski begitu, tanpa cewek, dunia bukan apa-apa

"Beli dua kalau gitu. Satu untuk kado, yang itu untuk lo." Pilihan yang masuk akal, bukan?

Sejenak, raut Yona berubah riang, tapi kemudian kembali mendung saat cewek itu mengingat sesuatu. Isi dompetnya!

"Nggak ada duit kalau beli dua ... beli satu setengah boleh, nggak, sih?" tanyanya pada rumput yang bergoyang. Kenapa begitu? Karena saat berbicara, matanya sama sekali tidak menatap Sagara, malah menatapi kaktus mini yang ada di sudut ruangan.

Sagara gagal menahan kekehannya. Kerandoman Yona yang seperti ini memang tak pernah gagal membuatnya terhibur. Sagara memandangi Yona yang kembali sibuk memilih bingkai untuk hadiah. Sejak pengakuan saat itu, hubungannya dengan Yona terlihat semakin harmonis—karena nggak bisa dibilang romantis. Yona yang asyik dan humoris berhasil menorehkan warna-warna cerah pada kanvas Sagara yang awalnnya hanya terdiri dari warna hitam dan putih saja.

"Jadi, pilih yang mana?" tanya Sagara.

Yona menggeleng. "Masih belum nemu. Lucu-lucu semua soalnya."

"Beli dua aja, kalau gitu."

"Kan, barusan gue bilang, kalau duit gue—"

"Gue bayarin."

Kalimat Yona terhenti. Mata bulatnya mengerjap-ngerjap beberapa saat setelah Sagara memotong ucapannya.

"Beneran lo?"

"Meragukan gue?"

"Ck. Enggak, ah. Gue pantang dibayarin."

Adalah satu di antara banyaknya sifat Yona yang membuat Sagara jatuh jati pada cewek itu. Yona tidak suka merepotkan. Berbeda dengan orang-orang kebanyakan yang menyukai gratisan, Yona lebih memilih membayarkan.

Kecuali kalau sedang berbelanja bersama abangnya. Sudah beda kasusnya.

Yona terus memandangi bingkai itu. Terlihat jelas bahwa Yona menyukainya. Di tengah kegiatan Yona mengamati benda yang ingin dibelinya itu, tiba-tiba Sagara mengambil alih bingkai itu.

"Gue ambil ini untuk hadiah minggu depan," ucapnya.

Yona mengerjap beberapa saat.

"Semoga lo yang dapat."

Ada haru yang merekah dalam kalbu. Ada sipu yang tergambar di pipi bulat itu. Yona menunduk malu. Seluruh wajahnya pasti memerah. Yona bergerak berpindah tepat. Untuk mengambil satu bingkai yang lain, kemudian membayarnya tanpa pikir panjang.

Terkadang, sikap Sagara yang manis seperti itu membuatnya lupa, kalau sejatinya status mereka cuma teman. TEMAN. Sengaja di-caps lock biar mudah dibaca dan dipahami.

"Keiyona, tunggu!"

Yona tetap berjalan dengan tempo cepat, sama sekali tidak menghiraukan panggilang Sagara. Sayangnya, Yona tidak bisa pulang sendiri. Uang sakunya habis dan satu-satunya orang yang bisa membawanya pulang dengan selamat saat ini adalah ...

"Cepetan!" seru Yona pada Sagara. Dalam hati ia berdoa, semoga rona kemerahan di wajahnya tersamarkan oleh kulitnya yang makin sore makin kusam.

^^^

Laporan pertanggung jawaban Yona telah selesai. Yona jadi punya banyak waktu luang malam ini. Cewek itu terduduk di depan meja belajarnya sambil mengingat-ingat, kegiatan apa yang sudah dilakukannya dan apa saja yang belum. Karena terbiasa sibuk, memiliki banyak waktu luang membuatnya lumayan gabut.

"Nyuci piring, sudah. Ngerjain PR, sudah. Makan malam, sudah. Nyapu lantai, sudah. Gangguin Bang Kala, sudah. Bantu Kalingga PDKT sama gebetannya, juga sudah." Diacaknya rambut serupa surai singa yang belun disisir itu. "Gue gabut banget sekarang .... Apa yang belum gue kerjakan?"

Setelah mengatakan itu, Yona teringat pada bingkai yang tadi sore ia beli bersama Sagara. Seketika, senyumnya mengembang. "Mari merepotkan diri sendiri!" serunya begitu riang.

Yona mengoprek tasnya dengan semangat empat lima. Mengambil buku dan peralatan menulis lainnya. Setelahnya, Yona mengambil kantong plastik berisi bingkai kotak yang menurut Yona membosankan—tapi itu bukan masalah karena sebentar lagi akan disulap menjadi sesuatu yang lebih menarik. Selain buku, alat tulis, dan bingkai, Yona juga mengambil lem kertas dan tali. Jangan lupakan polaroid yang sudah tersebar di atas meja.

Yona meregangkan otot sebelum memulai aksinya.

Tangannya mengepal di udara. "Keiyona, fighting!"

****

BYEFRIENDWhere stories live. Discover now