Chapter 2: Semuanya Aneh!

270 8 5
                                    

Aku terengah-engah sambil memeluk ranselku. Tadi sewaktu si petugas stasiun setan itu melayang ke arahku, aku buru-buru masuk ke dalam pintu kereta yang masih terbuka. Gila....aku benar-benar lihat si petugas stasiun itu melayang! GAK PUNYA KAKI! Oh my God, untung pintu keretanya masih membuka. Tapi begitu aku masuk, pintu keretanya langsung menutup kencang yang menimbulkan suara benturan keras lalu keretanya jalan lagi. Aneh banget sih malam ini!

Aku mengintip ke jendela, takut si petugas stasiun setan itu mengikutiku atau nempel di jendela. Ternyata enggak. Thank God!

Tapi aku masih bingung. Ini dimana? Kenapa stasiun tadi nggak ada papan namanya? Kenapa semua orang nggak ada yang turun?

Ssssrrtttt....

Aku masih bertanya-tanya saat suara itu mulai terdengar.

Ssssrrtttt.... Sssrrtttt....

Suara apaan tuh? Aku melihat sekeliling. Kenapa semua orang di gerbong ini tiba-tiba nggak ada yang bergerak? Oke, aku harus mikir positif. Ini nggak mungkin kereta api....hantu, kan? Nggak, gak mungkin. Si Rakesh itu kan cuma ngarang doang. Aku nggak mungkin berada di kereta api han......ASTAGA APA ITU???

Sesosok petugas berseragam berjalan menuju gerbong tempatku duduk. Kepalanya hampir putus sehingga aku bisa lihat bagian dalam tenggorokannya yang terburai keluar. Jangan-jangan itu si setan petugas stasiun yang tadi!? Tapi yang tadi kepalanya normal, kok! Yang ini kok kepalanya mau putus gitu??? Lagipula, kenapa semua orang nggak ada yang takut? Aku yakin ibu-ibu dasteran itu juga lihat si petugas tanpa kepala!

"Aaaaaaaahhhh!!" Aku berlari menuju gerbong berikutnya. Kenapa semua orang kelihatan tenang sih!? Disana ada petugas dengan KEPALA HAMPIR PUTUS!!!!

"Kakak main yuk..."

Aku melompat kaget. Seorang anak kecil mengenakan baju overall dan topi yang di balik ke belakang, berdiri di hadapanku. Tatapannya dingin.

"Kakak main yuk..." Ulangnya.

"Hah?" Otakku masih memproses, ada apa sih di kereta ini?

"Kakak main yuk..."

Aku tak menjawab. Petugas dengan kepala hampir putus itu kini telah berada di gerbong yang sama denganku. Ia berdiri di depan seorang lelaki dengan hoodie abu-abu yang duduk di pojokan dan mengatakan sesuatu.

"LAIN KALI JANGAN NAIK KAU!" kata si petugas dengan kepala hampir putus itu.

Aku melompat kaget. Aku nggak tahu harus lari atau gimana, kakiku terasa beku! Si petugas itu kemudian menghampiri seorang ibu tua. Ibu tersebut mengeluarkan sesuatu dari kantungnya lalu diserahkan ke si petugas.

Setelah aku mengatur napas agar tetap tenang, aku mencari-cari ponselku di dalam tas. Aku harus telepon Bunda! Atau siapapun deh! Sial...dimana ponselku itu? Aku mencari-cari diantara buku-buku kuliahku. Nah, ini dia terselip di salah satu buku.

No signal.

Great! Sekarang aku benar-benar terjebak di kereta api hantu sialan dan.....

"Tiket,"

Petugas dengan kepala hampir putus itu kini berdiri di hadapanku. Aku dapat dengan jelas melihat isi tenggorokannya. Hiiii....

"Tiket," ulangnya.

"Ti..tiket?" Aku dapat berbicara sedikit dengan suara tertahan. Tanganku gemetar mencari-cari tiket kereta di dalam tas. Ya ampun, biasanya juga nggak ada yang periksa tiket. Memangnya ini kereta zaman dulu?

"Hmmm..." Petugas itu meneliti multitrip card-ku. "Ini tiket apa?"

"Ti...tiket kereta,"

"Bah!" Serunya. "Tiket kereta itu seperti ini!" Dia mengeluarkan sesuatu dari kantung bajunya. Aku melihat selembar tiket bertuliskan KOTA HANTU yang tercetak jelas dengan huruf berwarna merah darah.

KOTA HANTU? Ini sih jelas banget aku ada di kereta api hantu! Lagian mereka gak bisa bikin nama yang lebih kreatif apa? Kenapa harus Kota Hantu? Kenapa nggak Narnia atau apa gitu yang lebih keren.

"Mana tiketnya?" Ulang petugas itu nggak sabar.

"Kakak main yuk...." Anak kecil tadi masih mengajakku main.

Si petugas melirik anak kecil itu. "Hush! Pergi sana! Ganggu kau!"

Dalam sekejap, ekspresi anak itu berubah. Bola matanya terhisap ke dalam, kulitnya juga ikut terhisap ke dalam tubuhnya sehingga memperlihatkan daging-daging merah dan darah yang membuat bulu kudukku berdiri. Beberapa detik kemudian, yang tersisa hanyalah tubuh berupa tengkorak. "HUAAAAAA!!" Aku dan tengkorak kecil itu berteriak bersamaan. Aku teriak jelas aja karena kaget, sedangkan tengkorak itu kabur menuju gerbong satunya. Aku masih shock.

"Yang ramah dong sama penumpang!" Tiba-tiba seorang (atau sebuah??) tengkorak yang berukuran lebih besar melongok dari gerbong tempat si tengkorak kecil itu melarikan diri.

"Kau bawa anak kecil ya dijagalah dia!" Petugas dengan kepala hampir putus itu gak mau kalah.

Aku menahan napas. Ya ampun, ini benar-benar kereta hantu!

"Mana tiketnya?" Petugas itu menjulurkan tangannya. Astaga...tangannya penuh goresan pisau!

"I...itu tadi tiketnya..."

"Itu bukan tiket,"

"Ta...tapi...."

"BAH!! SEMUA ANAK MUDA SAMA SAJA!! NAIK TAPI GAK MAU BELI TIKET!" katanya keras. Aku hampir melompat ke belakang.

"Tidak ada tiket saya buang kau di jalanan!"

Aku bergidik ngeri. Aku pura-pura mencari sesuatu di dalam tas sampai sebuah bola kelereng jatuh menggelinding ke lantai gerbong.

"Hmmm..." Petugas itu mengambil kelereng tadi. Kelereng punya siapa itu? Aku nggak ingat pernah punya kelereng.

"Hmmm..." Dia menimang-nimang kelereng di depan matanya. "Indah sekali dia! Apa ini namanya?"

"Itu... Kelereng!"

"Kelereng!" Serunya. "Kau kasih kelereng ini buatku. Nanti kukasih gratis kau naik kereta ini!"

"O...oke..." Aku mengangguk. Petugas itu lalu berlalu dengan wajah berseri-seri sambil mengagumi kelerengnya.

"Tu....tunggu, Pak!" Aku berlari menyusul si petugas.

"Apa lagi?"

"Sa..saya mau ke stasiun Pasar Minggu,"

Dia menyipitkan matanya, "Stasiun apa?"

"Pasar Minggu!" ulangku.

"Bah!" Katanya. "Stasiun apa itu? Setelah ini stasiun Kota Hantu. Diam dan duduklah kau disana,"

Aku melongo.
Stasiun Kota Hantu????

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 21, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Night TrainWhere stories live. Discover now