drei

227 16 7
                                    

Sinar matahari yang cerah menyambut pagi ini. Beberapa siswa SHS Garuda sudah berada di sekolah, contohnya Jehan, Iqbal dan Nabil. Mereka bertiga berjalan beriringan menuju kelas mereka. Sesekali diiringi candaan yang membuat mereka tertawa.

"HAHAHAHA Zaky kalo sakit pikirannya aneh-aneh, lagian selama hampir tiga tahun kita sekolah disini ga pernah tuh ada gangguan." ucap Jehan

Ah ternyata mereka membahas kejadian yang diceritakan oleh Zaky di grup circle mereka. Respon dari anggota grup pun berbeda-beda, ada yang menyangkal, ada yang penasaran, ada yang takut, dan ada yang menakut-nakuti juga. Dan Jehan ini termasuk yang menyangkal.

"Tapi siapa tau setan-setan itu emang biasa ganggu, tapi ga terlalu sering." kali ini Nabil yang berbicara

"Ah mana ada, kita mau lulus loh. Dan selama ini gak ada apa-apa kan?"

"Ya iya sih, tapi gua percaya sama Zaky. Dia dulu ga percaya sama gituan, tapi sekarang dia yang ngalamin sendiri kan?"

"Dibilang dia cuma halu kok ngeyel"

"Sudah-sudah, kenapa malah berdebat. Seperti anak kecil saja." Kali ini Iqbal menengahi dengan logat Papuanya.

Setelahnya Jehan dan Nabil saling beradu pandang dengan Iqbal yang hanya menggelengkan kepalanya heran.

"Iqbal! Sini dulu saya mau ngomong sesuatu"

Tiba-tiba saja ada suara laki-laki memanggil nama Iqbal, beliau tak lain adalah coach Bima, guru pembimbing sepakbola. Iqbal pun berpamitan dengan Jehan dengan Nabil untuk menemui gurunya itu dan meninggalkan mereka berdua.

Jehan dan Nabil lanjut jalan ke kelas, mereka juga sudah melupakan perdebatan kecil tadi. Saat melewati koridor kelas 10, mereka melihat kerumunan siswa yang sedang mengelilingi sesuatu. Mereka yang penasaran pun mendatangi kerumunan tersebut lalu berusaha menerobos.

Dan betapa kagetnya mereka melihat seorang siswa terduduk dengan kepalanya menunduk. Di hadapan siswa tersebut ada tiga siswa lainnya yang memasang wajah angkuh, dari situ mereka menyimpulkan bahwa siswa yang sedang duduk merupakan korban bully. Jehan dan Nabil geram, apa-apaan mereka ini, baru kelas 10 sudah berani membully.

Nabil menarik si korban dan Jehan menatap tajam ketiga juniornya yang masih berdiri dengan angkuhnya, tak menghiraukan bahwa Jehan adalah senior mereka. Suasana makin ricuh, semua siswa yang ada disitu saling berbisik.

"Baru kelas sepuluh udah sok jadi jagoan." ucap Jehan dengan penuh penekanan

Salah satu dari mereka hanya berdecih dan tersenyum miring. Melihat respon juniornya seperti itu Jehan tersulut emosi, ia mendekati siswa tersebut dan bersiap memukul wajahnya. Namun entah darimana datangnya, Figo dan Ikram datang menahan tubuh Jehan agar tak memukul si adik kelas.

"Udah! Tahan emosi lo!" ucap Ikram

"Gak bisa, si bangsat ini harus dikasih pelajaran!"

"Ga pake kekerasan juga! Kita bisa laporin ke kesiswaan!"

Di tengah perdebatan antara Ikram dan Jehan, salah satu dari tiga junior tersebut mengatakan

"Lo... Tim inti bola kan? Kalo gitu, kita tanding. Kalo kalah, si pengecut itu bakal selamanya jadi kacung kita!" ucapnya sambil menunjuk siswa yang sedang bersama Nabil.

Dengan begitu Figo pun ikut tersulut emosi, ia hendak memukul junior itu juga. Namun kali ini Jehan yang menahannya.

"Oke! Nanti selesai sekolah ketemu di lapangan bola. Kalo lo yang kalah, lo gue bawa ke kesiswaan." ucap Jehan dengan jarinya menunjuk tepat pada muka si pembully.

One Of Us (Timnas U-17)Where stories live. Discover now