Merasakan hawa semakin dingin yang menguar dari aura abang-abangnya, Rafa mau tak mau harus menuruti perintah abangnya.

"Maaf, Rafa  tidak ingin merepotkan ibu dan ayah. Maaf, Rafa lemah, Rafa tidak bisa melawan Toni dan teman-temannya. Rafa takut dikeluarkan dari sekolah karena membalas perbuatan Toni. Keluarga Toni lebih berkuasa dari keluargaku, Mereka bisa saja membalikkan situasi yang sebenarnya terjadi"

"Nanti jika Rafa dikeluarkan, Ayah akan menanggung banyak beban. Harus mengeluarkan biaya lagi jika ingin menyekolahkan Rafa. Rafa hanya  tidak ingin berurusan dengan keluarga Toni. Rafa tidak ingin memperpanjang masalah. Rafa baik-baik saja. Sampai sekarang Rafa tetap bertahan. Rafa kuat." Rafa menjelaskan dengan senyum manisnya. Memberitahukan kepada keluarganya bahwa ia sudah biasa dengan ini.

"LALU KENAPA KAU TIDAK MEMBERITAHU KAMI. "

Bentakan dari seseorang membuat suasana ruangan itu menjadi hening. Rafa tentu terkejut, membulatkan matanya dengan tangannya yang gemetar. Bentakan itu membuat hatinya seperti ditusuk ribuan jarum. Apalagi seseorang itu untuk pertama kalinya membentaknya.

Orang itu adalah Vano. Untuk pertama kalinya Vano membentaknya. Salah satu abangnya yang paling dekat dengannya.

Bentakan dari Vano membuat mata bulat Rafa mulai berkaca-kaca. Entah antara sakit hati dan takut pada Vano, membuat ia merasa ingin menangis.

Vania langsung memeluk Rafa dengan elusan lembut di punggungnya yang menenangkan. "Vano, jangan membentak Rafa." Peringat Vania ke putranya yaitu Vano.

Vano memang tidak bisa mengontrol emosinya. Tapi jika dihadapkan dengan Rafa, Vano bisa menahan emosinya. Tapi entah kenapa sekarang tidak, mungkin Vano masih terbawa emosi dengan kabar tadi.

Vano memalingkan mukanya ke samping, mencoba meminimalisir emosi yang membuncah dalam dirinya. Ia sangat marah, kenapa adiknya tidak mengadu kepada mereka. Tapi Vano lebih emosi dengan Toni. Rasanya ia sangat ingin menginjak-injak muka Toni si sialan itu.

"Tidak apa apa, Vano hanya khawatir padamu." Vania menenangkan Rafa dalam pelukannya. Dapat ia rasakan pelukan erat ketika Rafa membalas pelukannya.

"M-ma-maaf, Rafa hanya tidak ingin merepotkan kalian. Rafa minta maaf huaaaaaaa." Tangis Rafa pecah. Bentakan Vano masih teringat jelas di dalam ingatannya. Rafa kan sedih.

"Kamu bukan beban bagi kami. Jika tidak ingin mendapat amarah lagi dari kita, jangan pernah berpikir jika kau merepotkan kami," ucap James memperingati Rafa agar tidak terus-terusan berpikir jika ia merepotkan mereka.

"Kau adalah adik kesayanganku. Jika kau masih tetap berpikir tidak ingin merepotkan kami, tidak hanya Vano yang bisa membentakmu seperti tadi." Timpal Elang dengan nada ancaman.

"Rafa, ingat perkataan kami." Tambah Arka dengan tatapan tajamnya. Arka bukannya menenangkan Rafa yang menangis, malah semakin membuat Rafa takut.

Anggukan kepala dapat Vania rasakan di dalam pelukannya. Vania menundukkan kepalanya demi melihat keadaan Rafa.

"Iya, Rafa janji akan mengadu pada kalian jika Toni membuat masalah lagi dengan Rafa." Jawab Rafa dengan lirih tapi mereka mampu mendengarnya.

"Tidak perlu," ujar Dirga dengan nada dingin.

Sontak tatapan semuanya beralih menatap Dirga, Rafa yang tadi bersandar di pelukan Vania langsung menegakkan kembali badannya. Mendengar penolakan dari Dirga membuat ia berpikir jika Dirga marah padanya. Raut muka Rafa semakin murung.

Rafa Kde žijí příběhy. Začni objevovat