Chapter 5 | Pingsan?

7 2 0
                                    



Happy reading


Karel mencari alamat rumah itu dengan berjalan kaki, padahal ia memiliki sebuah sepeda vespa berwarna biru muda di rumahnya. Tetapi, ia lebih memilih mencari rumah itu dengan berjalan kaki.

Saat ini, Karel sudah tiba di sebuah perumahan. Ia akan bertanya kepada seorang wanita paruh baya yang sedang menyapu halaman rumahnya.

"Permisi" ucap Karel.

"Eh iya, ada apa?" jawab wanita itu.

"Saya mau bertanya, rumah dengan nomor 024 itu ada di sebelah mana, ya?" tanya Karel.

"kamu lurus aja terus belok kanan, rumahnya warna putih"

"Makasih, bu" jawab Karel sembari memberikan senyuman kecil.

Setelah itu, Karel bergegas menuju ke rumah bernomor 024 melalui informasi yang baru saja ia terima.
11 menit kemudian, ia sudah tiba di depan sebuah rumah berwarna putih. Lalu, Karel mengetuk pintu rumah itu.

Tok tok tok

Pintu terbuka, memperlihatkan seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di sana

"Siapa, ya" tanya wanita itu.

"Apa benar ini rumah Adinara Majorie?" tanya Karel.

"Loh bukan, salah alamat mungkin" jawab wanita itu.

"Ohh gitu, yaudah makasih" ucap Karel, lalu ia pergi meninggalkan rumah itu.

Karel berniat akan kembali ke rumahnya, karena saat ini sudah menunjukkan pukul 4 sore.

Saat ia sedang diperjalanan pulang, ia tidak sengaja melihat seorang gadis tergeletak di tanah.  Tanpa banyak basa-basi lagi, Karel langsung bergegas untuk melihat keadaan gadis itu.
"Hey, lo kenapa?" tanya Karel.
Sudah pasti tidak akan ada jawaban karena gadis itu sedang tidak sadarkan diri. "Ohh iya lagi pingsan" ucap Karel sedikit panik.
Karel membopong gadis itu, ia berniat akan membawa gadis itu ke rumah sakit terdekat.

***

Saat ini, Karel sedang berada di ruang rawat inap bersama gadis yang ia bawa tadi. Gadis itu adalah Adinara Majorie, gadis yang Karel cari sejak kemarin. Karel menghela nafas karena gadis ini tidak kunjung sadarkan diri sejak tadi. Tetapi ia cukup senang, karena ia menemukan gadis ini tanpa repot-repot mencari lagi.

Dring!

Dering ponsel Karel berbunyi, sudah ia duga siapa yang menghubunginya. Karel segera mengangkat panggilan tersebut.

"Halo Karel, kamu dimana? ini sudah jam 6 malam" tanyanya dari balik telepon.

"Maaf ya ma Karel pulangnya telat, Karel masih nganter cewek yang pingsan di jalan" jawab Karel.

"Terus gimana sama cewek itu?" tanya mama Karel.

"Karel bawa dia ke rumah sakit terdekat, ini sekarang lagi nunggu dia sadar" jawab Karel lagi.

"Yaudah tunggu dia sadar dulu, pulangnya jangan terlalu malam" ucap mamanya.

"Iya ma, Karel matiin dulu"

Setelah Karel mengakhiri panggilan tersebut, tiba-tiba saja gadis itu membuka matanya. Gadis itu terlihat sangat heran melihat keadaan sekitar.

"Eh lo udah baikan?" tanya Karel.

tidak ada jawaban, gadis itu hanya menatap Karel dengan tatapan yang sulit diartikan.

Awalnya, Karel heran mengapa gadis ini hanya diam. Tetapi, ia teringat bahwa gadis ini tuli. Karena itu, Karel segera mengambil sebuah buku catatan dari dalam ranselnya. Lalu, ia menulis sesuatu untuk gadis itu.

"ini lagi di rumah sakit, Gue yang bawa lo kesini. lo bisa panggil keluarga lo kesini gak? buat jemput lo"

Gadis itu menggeleng saat membaca pertanyaan tentang "Keluarganya". Karel paham dengan apa yang dimaksud gadis itu.

Jadi, Karel mengangguk sebagai tanda mengerti.

Tiba-tiba, Gadis itu mengambil alih buku catatan yang ada di genggaman Karel. Lalu, ia mulai menulis sesuatu di buku itu

"aku mau pulang aja, makasih udah bantu aku lagi. Untuk yang di toko buku, aku minta maaf karena langsung pergi gitu aja."

Gadis itu mengembalikan buku catatan Karel dan berniat akan pergi dari sini. Tetapi, Karel menghentikan gadis itu. Karel segera menulis sesuatu di buku catatannya.

"Nama kamu siapa?"

"Dinar" jawab gadis itu.
gadis itu tidak menulis jawaban itu di buku catatan, tetapi ia menulis itu di telapak tangan Karel.

Setelah menulis itu, Dinar beranjak dari ranjang. Tetapi, Karel menghentikan Dinar agar tidak meninggalkan ruangan ini. Karel mencoba menawari Dinar untuk pergi makan bersama.

Ia berusaha mengajak Dinar dengan cara memperagakan gerakan orang makan. Dinar mengerti apa yang dimaksud Karel, tetapi ia menggelengkan kepalanya.

Baru saja Dinar menolak ajakan itu, Karel mendengar perut Dinar berbunyi. Karel tertawa saat mendengar itu.

"Ayo makan, gue maksa" ucap Karel.

Ucapan itu masih dapat dimengerti oleh Dinar melalui gerakan mulut Karel. Dinar menerima ajakan itu dengan pasrah. Lalu, Karel dan Dinar meninggalkan ruangan itu.

Sebelumnya, Karel sudah mengurus semua administrasi.  Jadi, keduanya dapat pergi tanpa mengurus administrasi lagi.

One Day Where stories live. Discover now