27. Honeymoon Versi Darma Swara

Start from the beginning
                                    

Darma terkekeh, "masa gini aja takut, ayolah kan ada Mas," pujuknya.

Dengan keras kepala Swara menolak. Ia rela dibawa kemana saja asal jangan ke tempat itu.

Hingga disini lah mereka sekarang. Di sebuah tempat wisata yang enggan dikunjungi Swara. Namun, melihat usaha Darma yang sejak tadi terus membujuknya, ia pun setuju. Wanita itu kasian melihat suaminya yang benar-benar ingin kesana.

"Kok beda tempatnya? Apa bukan disini?" tanya Darma. Laki-laki itu merasa ada yang aneh. Ia melihat kembali tempat wisata yang ia ingin kunjungi.

Wisata rumah hantu yang Darma inginkan ternyata sudah tidak buka lagi. Tempat wisata itu hanya buka beberapa bulan saja. Darma menghembuskan nafas kecewa. Ia menunjukkan ponselnya pada Swara.

Swara terkekeh, wanita itu merasa lega. Ia berpikir bahwa Allah berada di pihaknya. "Alhamdulillah, syukur sudah tutup tempatnya. Sedari tadi jantungku berdetak tidak normal loh Mas, aku beristighfar terus sepanjang jalan menuju kesini, dan Allah menyelamatkan aku," ucap Swara. Ia benar-benar merasa puas dengan apa yang dilihatnya barusan.

Darma yang sudah hilang semangatnya pun pasrah. Mau bagaimana lagi, tempat yang ingin dikunjunginya sudah tutup. Akhirnya, sepasang suami istri ini memutuskan untuk pulang ke hotel dan melanjutkan perjalanan mereka besok lagi.

"Untuk besok mending direncanakan dari sekarang Mas, supaya tidak bingung lagi mau kemana. Jangan lupa juga dilihat dulu deskripsinya, supaya tidak zonk seperti sebelumnya," ucap Swara. Wanita itu masih terkekeh kalau mengingat kejadian tadi.

Berbeda dengan Darma, ia belum bisa menerima kenyataan bahwa rumah hantu itu sudah tutup. Tapi, demi menjaga harga dirinya, ia berusaha terlihat baik-baik saja. Apalagi melihat istrinya dengan semburat merah yang sedang tertawa.

"Kamu selalu gemas Ra," ucap Darma.

Swara yang mendengar itu pun langsung terdiam. Jantungnya masih berdebar sangat hebat, sama seperti sebelum mereka menikah. Laki-laki itu, masih menjadi penyebab debaran jantung Swara.

Malam mereka berakhir sempurna. Diawali dengan sholat sunnah dua rakaat, keduanya menciptakan malam yang tidak terlupakan di Malioboro, Yogyakarta.

Keesokannya, Swara menyiapkan keperluan Darma. Baju coklat senada menjadi pilihannya kali ini. Mereka akan mengunjungi tempat yang sudah direncanakan kemarin malam.

"Kamu bawa buku untuk apa Ra?" tanya Darma. Pria itu tak sengaja melihat sebuah buku yang dimasukkan Swara ke tas kecilnya.

"Untuk nulis lah Mas. Abi ngebiasin kalau lagi jalan-jalan kemanapun untuk tetap menulis yang bisa diambil hikmahnya. Karena, kemanapun kita pergi jadikan hal itu bermanfaat. Jadi, aku memang sudah menyiapkan buku ini sebelum kita berangkat, karena ini yang paling penting dari semuanya," jelas Swara. Abi membekalkan kebiasaan baik yang akan selalu Swara lakukan.

Darma mengangguk paham, "kamu selalu membuat aku jatuh hati dari setiap tindakanmu Ra. Abi benar-benar sangat sempurna dalam membimbing kalian," ucapnya. Darma mengelus puncak kepala Swara dengan pelan.

Museum Benteng Vredeburg. Salah satu saksi bisu beragam peristiwa yang bersejarah menjadi tujuan wisata Darma dan Swara. Keduanya memutuskan untuk melihat-lihat peninggalan Belanda pada masa penjajahan dulu.

Letaknya yang dekat dengan Keraton Kesultanan Yogyakarta, merupakan hasil kekhawatiran pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda pada saat itu berdalih untuk menjaga keraton dan sekitarnya. Padahal, mereka memiliki maksud lain, yaitu untuk mengontrol perkembangan yang terjadi di keraton.

Museum yang memiliki perpaduan arsitektur barat dan Jawa memberikan pembelajaran untuk perjalanan wisata Darma dan Swara kali ini. Lihat saja, buku tulisan Swara sudah hampir selembar penuh.

"Jadi Vredeburg artinya perdamaian?" tanya Darma yang tidak sengaja melirik Swara. Istrinya itu terlihat sangat serius. Bahkan mungkin tidak mendengar ucapan suaminya.

Darma langsung kembali melihat-lihat. Dirinya tidak mau mengganggu Swara yang sedang berkonsentrasi.

Selama di museum, pasangan suami istri itu hanya berinteraksi sedikit. Hal itu menambah pengetahuan Darma tentang istrinya dan juga menjadi poin penting yang membuat dirinya semakin jatuh hati.

Kini, Darma dan Swara menempati kursi panjang yang ada di sana. Setelah lelah mempelajari semua yang berbau Belanda dahulu, keduanya beristirahat sejenak.

"Setelah ini lanjut ke keraton lagi Mas?" tanya Swara. Ia terlihat bersemangat. Swara sangat menyukai hal-hal yang berbau sejarah.

Darma tersenyum melihat antusias istrinya. "Tapi, kamu jangan terlalu fokus lah Ra. Mas jadi ngerasa canggung. Kamu bahkan tidak mendengar saat Mas berbicara," ucap Darma. Ia sedikit mengeluarkan uneg-unegnya.

Swara terkekeh. Deretan gigi ratanya terlihat manis. "Maaf ya Mas, aku kalau sudah lihat yang bermanfaat begini suka asik sendiri. Janji tidak bakalan mengabaikan suamiku ini lagi," ucap Swara dengan dua jari yang diangkatnya.

Darma mengangguk, ia juga menampilkan senyum di wajahnya. Tangan kirinya dengan enteng mengelus puncak kepala istrinya.

Malioboro menjadi saksi perjalanan kisah mereka. Rasa cinta semakin tumbuh, di Malioboro dan sekitarnya.

****

Yang baca cerita ini apakah ada yang dari Yogyakarta?

See you~~

Senandung √Where stories live. Discover now