Chapter-06

45 21 36
                                    

Semua memiliki sisi gelap dan terang, ada iblis dan malaikat. Yeji adalah malaikat dan aku adalah iblis.

~Hyeji~

Kelopak mata terbuka membulat sempurna. Apa yang dilihat dalam mimpi amatlah sangat mengerikan. Genangan darah, mayat dan seseorang yang terus membacokkan bilah pisau memenggal kepala.

Mual menyerang hebat, Yeji berlari keluar kamar menuju toilet memuntahkan isi perut yang melonjak-lonjak. Jantung berdebar, napas memburu, dahi berkeringat dan seluruh persendian terasa lemas.

Menadahkan tangan di bawah pancuran keran air dingin, gadis berdagu lancip itu membasuh wajah pada wastafel. Sungguh, betapa tercengangnya menemukan diri berambut pendek dalam cermin.

Rambutku?!

Meremas-remas kepala dengan gusar, dia mencari rambut panjang yang telah hilang. Saat itu pula, terlihat plester yang melekat pada punggung tangan.

Aku terluka?

Hal terakhir yang terpatri dalam ingatan adalah mengunci diri dalam bilik toilet kampus. Yang mana, saat itu Jingjing dan kawan-kawan merenggut pakaiannya secara paksa. Bahkan, dia tak ingat bagaimana bisa pulang. Tak peduli betapa pun mengobrak-abrik isi otak, tidak ditemukan walau hanya sepatah jawaban kecuali ... satu sosok lain.

Yeji kembali berlari ke kamar menyerbu nakas. Belum sampai pada tujuan, ekor mata lebih dulu menangkap gambar pada permukaan cermin---gadis berambut pendek. Satu kalimat tertulis 'Yeji, aku kembali, jangan menangis lagi'. Tubuh gemetar, lapisan air mata yang sejak tadi menggenang seketika luruh menganak sungai.

Tiga tahun lalu

Langit telah menggelap ketika Yeji yang berseragam SMA menginjakkan kaki di rumah. Seperti biasa hanya kekosongan menyambut kepulangan. Pada jam ini sang mama sudah pergi bekerja di tempat hiburan malam. Bagaimana dengan ayah? Gadis itu tidak pernah tahu. Bundanya tak pernah bercerita. Kalaupun dia bertanya hanya akan dijawab dengan angkara yang berakhir dengan pukulan. Tinggal satu atap tak membuat ibu dan anak memiliki waktu sekedar duduk bersama.

Saat Yeji berangkat sekolah, mamanya masih tertidur pulas dan saat Yeji pulang mamanya sudah tak di rumah. Tak ada kehangatan kasih, apalagi tempat berkeluh kesah. Dia tumbuh dalam kehampaan.

Melangkah menuju kamar, Yeji menaruh tas ke atas meja tanpa menutup pintu. Pikirnya, tak ada orang di rumah. Namun, seorang pria paruh baya tiba-tiba masuk langsung mengunci pintu rapat-rapat. Orang yang sangat Yeji benci, lelaki pemalas yang menumpang hidup layaknya benalu di rumah mereka---kekasih sang mama.

Gadis belia itu terperanjat waspada. "Mau apa kau?!"

"Jangan takut. Aku hanya ingin mengajakmu bersenang-senang selagi Ibumu tak di rumah. Kau pasti suka," jawabnya, menyeringai dengan tatapan kotor.

Aroma kebejatan tercium busuk.

"Jangan mendekat!" teriak Yeji, melempar buku-buku serta benda terdekat apa pun yang bisa diraihnya.

Lelaki itu sesekali menghindar, tetapi tak mengurungkan langkah kian mendekat. Netra sang gadis berkaca-kaca, sekujur tubuh gemetar ketakutan. Dia berlari menuju pintu, tetapi lingkup ruang yang tak begitu besar memudahkan bajingan itu menangkap dan membantingnya ke tempat tidur. Gadis itu berteriak meronta-ronta sekuat tenaga. Sayang, malang tak mampu ditolak. Dia tak cukup kuat menandingi tenaga pria keparat itu.

Air mata berderai. Kain yang melindungi tubuh telah terkoyak. Keremajaannya direnggut paksa dengan cara paling nista dan biadab. Puas menggagahi dengan kasar, lelaki laknat itu mengancam tak akan segan-segan melenyapkan nyawanya juga sang mama jika berani mengadukan peristiwa ini. Lalu, dengan senangnya bersiul ria melenggang begitu saja tanpa dosa.

Malam merangkak kian larut. Yeji yang malang meringkuk memeluk lutut, meratap, membenamkan wajah di kegelapan. Langitnya telah runtuh, dunianya telah hancur.

Ketakutan dahsyat kembali mencekam tatkala Yeji mendengar cekikik tawa si berengsek itu dari luar kamar. Mengangkat wajah yang basah oleh air mata, manik hitamnya menatap waspada ke arah pintu yang tertutup. Tubuh gemetar. Bagaimana jika bajingan itu mendatanginya lagi?

Batin terisak lirih, tolong ... selamatkan aku ... selamatkan aku ....

Terjebak teror histeria, satu suara berbisik di telinga, "Biarkan aku menyelamatkanmu."

Masih dengan tubuh yang menggigil, YeJi menyapukan pandangan ke setiap penjuru ruangan yang berantakan. "Kau siapa?"

"Aku adalah dirimu."

"Ka-kau a-adalah aku?" tanya Yeji terbata-bata.

"Bangunlah, tinggalkan tempat tidurmu dan kau akan dapat melihatku."

YeJi menurut, menapakkan kaki pada dinginnya lantai, mencari sosok yang berbicara kepadanya.

"Hei, aku di sini."

Yeji menoleh ke meja rias, berjalan mendekat menatap lurus pada cermin. Tangan bergerak mengambil lipstik, membingkai pantulan wajah dengan gambar seorang gadis berambut pendek.

Dia memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri, memperhatikan gambar tersebut secara saksama. Bukan paras cengeng yang tampak di sana, melainkan aura sangar, sorot mata tajam penuh keberanian menantang.

"Kau harus kuat. Jangan biarkan orang lain menindasmu." Seringainya menakutkan sarat akan kekejaman.

Yeji terkesiap, lipstik yang digenggamnya meluncur begitu saja ke lantai. Awalnya dia takut, tetapi rasa penasaran memberanikannya untuk bertanya, "Kenapa kau ada di dalam sana?"

Sadar akan sesuatu yang janggal, gadis itu sejenak berpikir, Tidak! Ini tidak benar! Bagaimana bisa seseorang berada dalam cermin?

Yeji meremas rambut kuat-kuat, kemudian menggigit kuku-kuku jari yang gemetar. Kesadarannya terombang-ambing antara khayal dan nyata.

Bayangan itu kembali bersuara, "Cepat bawa aku keluar. Ayo, bawa aku keluar dari sini. Biarkan aku membalaskan dendammu, memberi pelajaran pada mereka yang telah jahat kepadamu."

"Benarkah? Kau bisa membalaskan dendamku?" Sesaat wajah Yeji berbinar, tetapi kembali meredup kemudian. Bagaimana sosok itu akan membalaskan dendamnya, sedangkan dia terpenjara dalam cermin?

"Tentu. Akan kutepati ucapanku dan kau tak perlu takut lagi, karena aku akan selalu melindungimu." Bayangan itu melirik pada gunting yang tergeletak, memerintahkan YeJi untuk mengambilnya.

Lagi-lagi, Yeji menurut. Dia meraih gunting dan memangkas rambut hingga pendek. Persis seperti sosok yang tergambar di depannya.

Perlahan tetapi pasti, sosok itu menyatu dalam tubuh Yeji. "Gadis cengeng, aku pasti akan menepati perjanjian kita. Aku tak akan membiarkanmu dianiaya ataupun meneteskan air mata. Hyeji bukanlah orang yang lemah," ucapnya. Dua sudut bibir melengkungkan senyum indah serta keji di saat yang bersamaan.

***

Catatan

Hyeji adalah nama dari kepribadian Yeji yang lain.

02.11.23

I'm YouWhere stories live. Discover now