Vion : Bertemu, Berlalu.

670 60 8
                                    

...

A/n : Karena banyak sekali yang menginginkan Vikuy, Vion aja, Chika aja yang jadi pembuka Spin-off OS ini

Jadi, Mari kita berkenalan dulu dengan Vion...

Cerita ini diambil dari sudut pandang Vion, di umurnya yang ke 33 tahun.

Kalau disamain dengan Trilogy Jikalau, berarti waktu di sini bertepatan dengan Marsha dan Azizi baru ketemu (lagi) buat tunangan, Chika baru lulus sarjana, Gracia lagi edan edannya jadi manusya, wkwk.

Selamat membaca...

...



Vion hadir di pernikahan kedua mantan istrinya. Vion datang, duduk di bangku jemaat baris kedua tepat di belakang Freyana kecil yang memakai gaun berwarna putih juga—seperti sang ibu.

Vion menyaksikan mantan istrinya melangkahkan kaki, naik ke tangga kecil altar, digandeng tangannya oleh sang ayah, diambil tangannya oleh sang suami.

Vion hadir untuk rasa sakit itu.

"Sudah, udah milik orang. Sekarang, kamu juga harus cari bahagiamu, Nak Vion. Ibu harap Nak Vion juga dapat pengganti yang baru." Barusan adalah sederet kalimat yang Ibu Mertuanya sampaikan.

Vion hanya mengangguk, mengangguk pasrah, entah mematuhi yang mana dari nasihat sang mertua.

...

Jam menunjukan pukul sembilan malam, pria berkulit tan itu berjalan dengan lunglai mengambil pakaian barunya untuk tidur, sejenak memilih yang mana yang akan ia kenakan sampai pandangannya jatuh pada celana berwarna abu-abu dan kaus putih polos. Ia tak menata rambutnya seperti akan berangkat kerja, tak juga memakai wewangian satu botol sehingga semerbak wanginya tercium di seluruh ruangan.

Alesandro Vion kembali berjalan, membuka laptopnya di meja, kembali memeriksa pekerjaannya. Ia menghidupkan teve di depannya, mengusir rasa sepi di rumah seluas ini.

Belum tangannya mengarahkan kursor pada pekerjaan yang akan ia periksa, bel dari pintu utama menggema. Vion kembali lagi melirik pada jam dinding, semalam ini, tamu dari mana yang akan datang.

Harusnya orang penting, karena orang-orang tak terlalu tahu bahwa hunian di ujung jalan ini milik orang sepenting Vion.

Vion berjalan, turun dari tangga helix itu dan membuka pintu utama. Baru pintu dibuka setengah, ia ditubruk badannya oleh anak gadis berusia sembilan tahun. Vion awalnya menunduk, menemukan Freyana yang memeluknya erat, pelan-pelan ia menegakkan kepala, menemukan sebuah kopor berwarna merah muda yang menyilaukan mata dan berdirinya seorang wanita yang melipat tangannya di dada.

"Apa?" Tanya Vion, mengusir rasa terkejutnya dengan berekspresi tegas menatap wanita itu.

"Aku sama suamiku mau honeymoon dan Mama ikut Papa ke Halong Bay—untuk urusan kerja. Aku titip Freya." Kata perempuan itu, mengembuskan napasnya. "Selama ini aku sadar, kamu enggak memberikan apapun ke anakku, jadi, sekarang mending kamu muhasabah diri dan mulai jadi ayah yang baik buat dia."

"Jangan suka membolak-balikan fakta, Amira. Kamu yang enggak mau aku ketemu sama anakku sendiri."

"Halah, emang enggak ada perjuangannya kamu sebagai bapak. Enggak ada effort ketemu anakmu itu."

"Kamu enggak malu sama suamimu sendiri, mau ribut di sini sama aku? Tinggal bilang, Ayah Freya, tolong, aku titip anak kita, aku mau pergi sama suamiku, maaf dan terima kasih." Kata Vion. "Apa kamu enggak pernah dididik mengucapkan kata ajaib dalam keberhasilan berkomunikasi?" Hardiknya.

Kenapa Bukan Kita?Where stories live. Discover now