Chapter 1 ~Alasan~

34.8K 1.2K 18
                                    

Pesta pernikahan sedehana yang digelar hanya akan dihadiri keluarga besar dari kedua belah pihak mempelai. Keluarga Danabrata memutuskan untuk tidak mengundang tamu karena akan aneh jika pengantin wanita dan pengantin laki-laki tidak berada dalam satu pelaminan. Tangis amarah sempat pecah saat Nyonya Artajaya akhirnya tahu tentang syarat Saire yang tidak akan menemui Sava meski mereka sudah menikaih. Nyonya Danabrata berhasil menenangkan dan mencoba memberi penjelasan yang akhirnya bisa diterima oleh besannya itu yang sempat menampar Saire dengan keras.

"Kamu memang pantes dapet itu!" Komentar Sean menatap geli Saire yang sedang menyeka lebam di pipinya dengan kantung es.

"Berisik!" Sergah Saire kesal.

"Ayolah pangeran, hanya melihat saja nggak akan merugikanmu!" Kata Sean sembari memainkan alisnya ke arah Saire.

"Nggak." Tolak Saire.

"Mana ada pasangan suami istri yang berada di tempat yang berbeda? Kamu di sini dan istrimu di paviliun? Ini aneh!" Komentar Sean membuat Saire mendengkus.

"Paviliun itu memang disiapkan untuknya," Kata Saire acuh.

Sean memutar kedua bola matanya "Untuk kalian berdia, bukan hanya untuk putri Sava," Sean meralat kata-kata Saire.

"Terserah," Balas Saire masih kesal.

Kenapa orangtuanya tidak membela dirinya dan hanya diam saat pewaris tunggal Danabrata Company ditampar oleh seorang wanita yang tidak terima anaknya mendapat perlakuan yang tidak adil. Saire benar-benar merasa kesal karena tidak seorang pun membelanya. Tidak adakah yang mau tahu bahwa Saire tidak menginginkan pernikahan ini sama sekali dan tidak ingin melihat maupun menemui istrinya adalah salah satu bentu protesnya.

"Pakdhe marah besar dan kamu dilarang makan di ruang makan selama belum mau bertemu dengan Sava," Sean memberitahu.

"Aku juga nggak berniat makan di sana," Kata Saire keras kepala.

"Putri Sava juga nggak makan di sana, dia akan makan di paviliun sendirian," kata Sean lagi.

"Memangnya aku peduli," Saire berdecak tidak senang.

"Harusnya sebagai suami kamu peduli," Sean menggeleng tidak percaya.

Saire kembali berdecak menatap Sean tidak senang. Dari semua orang yang tinggal dirumah keluarga Danabrata yang seperti istana ini kenapa hanya si cerewet dan menyebalkan Sean saja yang mau menemaniknya. Dimana adiknya Stella yang selalu membelanya? Dimana asistennya Deon? Dimana orang-orang yang dulu selalu melayaninya? Kenapa semua harus takut pada ayahnya? Tidak adakah yang tahu bahwa setelah ini dialah yang akan beruasa.

"Tuan muda," Panggil seorang pelayan yang baru saja masuk "Tuan besar ingin bertemu dengan anda," Kata pelayan itu memberitahu.

"Mau menyalahkanku untuk apa lagi?" Dengkus Saire seraya bangkit dan beranjak megikuti si pelayan.

"Mungkin pakdhe mengajukan syarat untukmu!" Sean mengutarakan pikirannya.

"Kenapa sih pria tua itu senang sekali mengajukan syarat?!" Umpat Saire.

"Sama sepertimu," komentar Sean.

"Ck..." Saire mendelik pada Sean.

Tawa lirih Sean membuat Saire semakin kesal. Saire mempercepat langkahnya menuju ruang kerja Tuan besar Danabrata yang ada di lantai satu dekat dengan perpustakaan. Kalau ayahnya mengajukan syarat lagi makan Saire pun akan mengajukan syarat juga. Pintu ruang kerja terbuka dan Saire bisa melihat ibunya berada di sebelah Nyonya Artajaya dan ayahnya berdiri menatap kedatangannya dengan ekspresi dingin dan di sampingnya terlihat Tuan Artajaya menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa dimengeri Saire, tapi siapa yang peduli.

Queen in My LifeWhere stories live. Discover now