BAB 04

3.4K 278 43
                                    

Bugh!

Galen marah, wajahnya memerah padam dengan kedua tangan mengepal erat, giginya bergeletuk tanda amarahnya belum reda.

Galen memukul Danu...Adik tirinya.

Selama marah Galen tidak pernah main tangan namun ini tidak bisa dibiarkan, semakin Galen diam tidak buka suara mereka malah semakin menjadi-jadi.

"Kamu...sialan Danu!" Galen berucap sambil memegang ban sepeda yang sudah copot, wajahnya memerah menahan tangis. Sepeda yang dia jaga agar tidak rusak namun dengan entang ada yang merusaknya sampai kedua ban nya terlepas.

Galen menaruh sepedanya di halaman belakang rumah, tempat yang jarang di kunjungi namun siapa sangka jika Danu dengan iseng menghancurkan sepeda kesayangannya ini.

Danu, Adik tiri Galen hanya menatap saudara tirinya dengan bibir melengkung membuat senyuman kecil.

Apalagi saat melihat kedua mata Galen berembun...itu membuatnya senang.

Danu menunjuk Galen dengan angkuh. "Kamu berani nonjok...berani main tangan? Gak sadar diri lagi dimana, heh kotoran? Ini rumah siapa! Disini aku tuan rumahnya!" Kaki Danu menendang tubuh ringkih Galen yang sedang berjongkok.

Galen terhempas sampai membentur tembok, meringis kecil sambil memegangi perut. Tendangan Danu sakit, walaupun umur Danu lebih muda darinya namun tubuh anak itu besar dan kuat.

Kaki Danu kembali menendang tubuh Galen, menendangnya berkali-kali sampai dia puas. "Kenapa kamu nggak tinggal aja sama Mama kandung kamu itu?! Papah kamu itu sekarang udah jadi Papah aku! Disini kamu gak lebih dari sekedar hama pengganggu keluarga kita, Galen!" Ucapnya, kedua kakinya tidak berhenti menendang Galen.

"Keluarga kamu udah gak ada! Apa yang kamu harapin sih!? Mati aja sana." Ucapnya sarkas.

Awalnya Galen melindungi kepalanya namun kedua tangannya refleks lepas saat mendengar ucapan Danu, mati aja sana.

Melihat celah itu membuat kaki Danu mendarat bebas di kepala Galen. Kepala Galen dipukuli habis-habisan oleh Danu.

"Danu! Gila kamu, hah!"

Tubuh Danu ditarik paksa, Galen melihat si pelaku. Oh, Abang tirinya.

Julian menyeret Adiknya lalu menatap Galen sekilas tanpa ada niat membantu. Melihat Galen terluka sama sekali bukan urusannya, yang dia prioritaskan hanya keluarganya saja...Galen hanya orang asing yang menumpang disini.

Sepeninggalan kedua saudara tirinya Galen hanya merenung menatap langit yang sudah sepenuhnya menjadi gelap. "Tuhan, Galen capek."

Kejadian seperti ini bukan hanya sekali dua kali terjadi... sudah terlampau sering, Danu selalu mencari-cari masalah dengannya dan Galen biasanya hanya akan diam.

Sesuai dengan makna namanya, Galen artinya orang yang tenang.

Galen berdiri dari duduknya, memegang perut dia pun masuk kedalam dengan pandangan menunduk karena sungguh wajahnya babak belur. Galen hendak langsung menuju kamar sebelum suara Papah menghentikannya.

Galen refleks memejamkan mata saat sebuah tangan terangkat ke depan wajahnya

Suara tamparan begitu nyaring, Galen memegang sebelah pipinya.

Sakit.

"Pulang malam dalam keadaan seperti ini? Mau jadi apa kamu, Galen?!" Papah menatap anaknya dengan wajah murka.

"Jika cita-citamu ingin menjadi preman yang sok jagoan untuk apa sekolah?" Papah menggelengkan kepala saat melihat seragam Galen yang sudah kotor dan robek di beberapa sudut.

"Pah, tadi Kak Galen nonjok Danu...padahal aku cuma mau bantu dia doang." Suara Danu terdengar dari ruang santai.

Galen meremat tasnya, padahal yang membuat dirinya luka-luka adalah Danu namun dengan entang dia berucap seperti itu.. Julian juga hanya menyimak tanpa membelanya.

Papah menghela napas lelah lalu mulai menatap anaknya dengan perasaan campur aduk. "Galen Papah tuh bingung sama kamu..niat Danu itu baik, kenapa kamu susah sekali akrab dengan saudara-saudara kamu."

"Jika sikap kamu tidak berubah, maka pergi tinggal dengan Mama mu saja." Ucapnya sebelum pergi menghampiri keluarganya di ruang bersantai.

Galen menatap punggung sang Papah dengan pandangan sendu.

Jika seperti ini Galen benar-benar seperti anak yang di buang.

Jika seperti ini Galen benar-benar seperti anak yang di buang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lampu kamarnya gelap sengaja tidak Galen nyalakan. Galen duduk didepan kaca balkon kamarnya sambil memperhatikan beberapa luka di kaki.

Ditangannya terdapat cutter kecil. Haruskah Galen menambahkan luka baru?

Kakinya benar-benar banyak sekali luka gores. Galen menggeleng kecil lalu mulai menaruh cutter kecil itu di selipan lemari. "Kata Kak Sakuta jangan sakiti diri sendiri.." Galen teringat ucapan Sakuta, Kakaknya yang satu itu benar-benar mengomelinya saat melihat banyak luka baru pada tubuh Galen.

Galen mencari ponsel untuk menghubungi seseorang.

Mama
| Ma, Galen kangen.

Pesanannya sudah dikirim namun sampai dua puluh menit menunggu Galen sama sekali tidak mendapati balasan padahal Mamanya sedang aktif.

Mencoba untuk menelpon, dan syukurnya diangkat. Galen senang, senyumnya merekah lebar. "Ma.."

"Ini saya suaminya, jangan hubungi istri saya lagi."

Mendengar itu membuat Galen terdiam. "Tapi dia juga Mama sa-"

"Saya tau, tapi sekarang bukan waktunya kamu tinggal disini, baik-baiklah tinggal bersama Papah mu itu."

Galen dapat mendengar suara tawa Mamanya, pasti Mama sedang bermain bersama anak-anaknya disana. Mulut Galen terbuka hendak mengatakan sesuatu. "Tapi-"

"Jika bisa tolong jangan banyak mengganggu keluarga kami, karena sekarang Mama kamu juga sudah menjadi Mama anak-anak saya."

Tut.

Lagi, selalu seperti ini.

Galen menunduk menyembunyikan wajahnya di lipatan lutut, terdengar isakan kecil.

Didalam kesendirian dan gelap serta bulan menjadi saksi bisu bagaimana seorang anak yang kesepian menangis terisak.

Galen menangis lagi.

Tbc

**Haloo, vote dan komentarnya jangan lupaaaa^^

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

**
Haloo, vote dan komentarnya jangan lupaaaa^^

GALEN [END]Where stories live. Discover now