Jaeyun tersenyum mendengar ucapan Sunghoon yang terdengar seperti pujian untuknya. "Tidak sefasih Tuan Sunghoon. Saya hanya mengerti sedikit."

"Aksenmu, tidak banyak orang Korea yang menggunakan aksen aussie saat berbicara bahasa inggris. Kau pernah tinggal di Australia?"

Jaeyun mengangguk. "Saat kecil, saya sempat tinggal beberapa tahun di Brisbane. Tapi setelah orangtua saya meninggal, saya kembali kemari."

"Ah..." Sunghoon sedikit merasa bersalah. Iya juga, bundanya bilang Jaeyun memang hidup sebatang kara, kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat.

Mereka tidak lagi saling berbicara hingga sampai di lobi hotel. Mobil Sunghoon sudah terparkir di lobi, sehingga keduanya tidak perlu repot mengambil sendiri ke basement.

Begitu keduanya di dalam mobil, Sunghoon pun melajukannya menuju arah rumahnya. Sesuai janji, malam ini Jaeyun akan menginap di rumahnya, karena sang ibu juga sudah tiba.

"Maaf."

Jaeyun refleks menoleh dengan bingung. "Untuk apa, Tuan?"

"Tadi, mungkin aku menyinggungmu."

"Ah itu, tidak apa-apa, Tuan. Jangan terlalu dipikirkan. Saya baik-baik saja."

"Hmm, bisakah kau memanggilku dengan nama saja? Nanti kita akan bertemu ibuku di rumah, akan terdengar aneh kalau kau memanggilku dengan formal begitu."

Jaeyun sebenarnya agak terkejut. Tapi tak bisa dipungkiri kalau dirinya merasa sedikit tersipu mendengarnya. "Ta-tapi saya merasa tidak sopan.."

"It's okay, selama tidak di kantor panggil saja dengan nama. Aku pun tidak nyaman kalau kau berbicara formal padaku saat diluar pekerjaan."

"Ne, saya akan berusaha, Tuan."

Sunghoon mendesis kesal sambil melirik Jaeyun. "Pakai kata 'aku', bukan 'saya'. Dan Sunghoon, bukan 'tuan'."

"Ba-baik, Tuan-ah maksud saya Sung-Sunghoon.."

Sunghoon terkekeh kecil dengan bicara Jaeyun yang terbata. Jaeyun sendiri tampak memalingkan muka karena malu.

Hanya itu percakapan mereka selama di perjalanan. Sesampai di rumah, Jaeyun pun mengikuti sang pemilik rumah menuju pintu depan. Ternyata sudah ada sepatu wanita yang ditaruh rapi di depan pintu. Jaeyun mendadak gugup saat harus bertemu dengan calon ibu mertua.

"Aku pulang," seru Sunghoon sembari melepas jasnya, lalu dengan natural memberikannya pada Jaeyun.

Wanita paruh baya keluar dari kamar tamu dengan piyama tidur. Wanita yang mirip dengan Sunghoon itu tampak berseri ketika mendapati siluet Jaeyun.

"Kalian sudah pulang? Aw ini Jaeyun? Astaga kau terlihat tampan sekali."

Jaeyun membungkuk penuh pada sang calon ibu mertua. "Annyeonghaseyo, Nyonya."

"No~ jangan panggil aku begitu. Bunda, panggil saja bunda."

Jaeyun menggaruk tengkuknya canggung. "Ah iya, Bunda."

Nyonya Park merangkul sayang pinggang Jaeyun, mengajaknya untuk duduk di sofa bersama Sunghoon yang sudah duluan.

"Kalian sudah makan malam?"

"Ya, di restoran tadi," jawab Sunghoon.

"Mau ramyeon? Bunda bisa memasak ramyeon paling enak, Jaeyun mau?"

Jaeyun yang ditanya tampak bimbang. Dia melirik Sunghoon meminta jawaban, tapi Sunghoon ternyata juga sedang menatapnya menunggu jawaban..

"Kalau Bunda tidak keberatan, Jaeyun mau."

He is my wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang