Chapter 18: Keajaiban

Start from the beginning
                                    

Lelaki yang dipanggil dengan nama Jeff itu hanya bisa terdiam sembari meremat tongkatnya dengan sangat erat. Kalau boleh jujur, ia juga sama tersiksanya dengan Anna saat ini. Ia sangat mencintai Anna, tapi keadaannya tak memungkinkan untuk dirinya bisa bersama Anna. Ia merasa tak bisa melindungi Anna dengan kekurangannya saat ini.

"Yudha, aku harus bagaimana?" Ucap Jeff lirih.

"Segera temui Anna, sebelum Anna bunuh diri."

Anna pergi tak tentu arah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Anna pergi tak tentu arah. Setelah kuliah usai pada siang hari itu, Anna tak mau langsung pulang ke rumah. Ia bahkan mematikan ponselnya agar Juan tak bisa mengganggunya. Anna ingin sendiri, semua memori kelam yang terus berputar di otaknya membuatnya lelah, hingga keinginannya untuk mengakhiri hidup semakin besar.

Panas siang yang begitu terik sama sekali tak dihiraukan oleh Anna. Ia terus berjalan di bawah teriknya sinar matahari sembari melamun, tanpa tahu arah dan tujuan. Sesekali ia melihat kendaraan yang berlalu lalang, sembari memikirkan skenario yang tepat agar hidupnya bisa dengan cepat ia akhiri.

"Rupanya di kehidupan lalu pun aku membunuh diriku sendiri. Sepertinya akan terulang kembali di kehidupanku yang sekarang. Apa di kehidupan-kehidupanku yang selanjutnya nasibku tetap akan sama? Sama-sama terus kehilangan dan mengakhiri hidup?" Anna terduduk di sebuah bangku yang ada di atas jembatan. Pandangannya benar-benar kosong. Ia saja tak sadar jika saat ini dirinya sudah berjalan jauh dari rumahnya.

Anna kini berdiri dan melongok ke bawah. Jarak dirinya yang tengah berada di atas jembatan dengan air sungai yang mengalir deras di bawahnya sangat lumayan untuk membuat dirinya terbunuh.

Anna kembali menangis, mentalnya benar-benar rusak saat ini. Ia tak bisa berkeluh kesah dengan seorangpun tentang isi pikirannya yang membuatnya muak. Termasuk pada keluarganya. Ia hanya butuh Jayden, tapi sudah lebih dari dua tahun lelaki itu tak pernah muncul lagi di hadapannya.

"Jahat! Dengan teganya kamu malah menghilang setelah membuatku menderita seorang diri seperti ini. Apa salahku, Jeff? Apa seharusnya aku tak menggubris kehadiranmu saat itu? Kenapa aku yang harus menderita sendirian saat ini? Kenapa harus aku?!"

Anna berteriak dari atas jembatan sebelum bersiap untuk lompat. Tak ada seorangpun yang lewat di sekitar Anna saat ini, sehingga ia dengan nekat naik ke atas jembatan dan mengambil ancang-ancang untuk lompat.

"Semoga setelah ini aku bisa bertemu denganmu, Jeff." Anna bergumam sembari menutup kedua matanya.

Ketika ia hendak terjun, tiba-tiba saja aksinya terhenti dengan adanya tongkat yang menahan badannya dari depan. Anna sontak membuka kedua matanya dan menoleh ke arah samping. Lelaki dengan mata tertutup poni yang ditemuinya di kampus tadi rupanya tengah menggagalkan rencana bunuh dirinya.

"Biarkan aku bunuh diri dan jangan ikut campur!" Anna dengan kasar menyingkirkan tongkat tersebut hingga terlepas dari tangan si lelaki. Lagi-lagi ia hendak terjun dari atas jembatan sebelum aksinya digagalkan kembali karena saat ini lelaki tersebut malah mendekap tubuhnya dari belakang.

"Kalau kamu bunuh diri, lalu bagaimana denganku? Anna, maafkan aku. Maaf karena aku berpura-pura tak mengenalmu. Aku hanya malu karena keadaanku saat ini. Maafㅡ dan tolong jangan pergi."

Suara yang begitu lirih terdengar di telinga Anna mampu membuat gadis itu langsung turun dari jembatan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara yang begitu lirih terdengar di telinga Anna mampu membuat gadis itu langsung turun dari jembatan. Sambil berlinang airmata Anna mencoba kembali menyingkap poni yang menutupi mata Jayden, dan pertahanannya pun seketika runtuh ketika Jayden sama sekali tak menatapnya.

Anna menangis sejadi-jadinya sambil memeluk erat lelaki di hadapannya. Lidahnya terasa kelu, ada banyak hal dalam benaknya yang ingin ia tanyakan saat itu juga namun ia tak sanggup. Sama halnya dengan Jayden yang juga ikut menangis, tak menyangka jika dirinya saat ini bisa menyentuh wanitanya dengan perasaan yang hangat.

"Ternyata kembali menjadi manusia meskipun tak memiliki mata tidak buruk juga. Aku bahagia karena masih bisa merasakan sentuhanmu. Sepertinya itu cukup bagiku." Jayden mengeratkan pelukannya seakan ia tak ingin Anna pergi jauh darinya. Pengorbanannya untuk bisa menjadi manusia berhasil, meskipun ia harus kehilangan penglihatannya.

"Jeff." Anna melepaskan pelukannya dan mengajak Jayden untuk duduk. Diambilnya sebelah tangan Jayden untuk ia genggam, sembari memerhatikan wajah lelaki yang sangat dirindukannya itu.

Jujur Anna rindu ditatap oleh tatapan Jayden yang menghanyutkan, namun bisa menyentuh Jayden dan merasakan detak jantung sekaligus kehangatan tubuhnya saat ini saja sudah mampu membuat Anna merasa bahagia.

Untuk pertama kalinya dalam dua tahun, Anna mampu memperlihatkan senyumannya kembali. Kini Anna bisa tersenyum lagi, meskipun Jayden tak dapat melihatnya.

"Terima kasih karena telah kembali padaku, Jeff. Pengorbananmu sungguh tak ada apa-apanya dibandingkan denganku yang hanya bisa merindukanmu selama ini. Bagaimanapun keadaanmu, aku tidak peduli. Aku hanya ingin kamu, aku hanya ingin selalu bersamamu."

Jayden mendesah pelan. Ia merasa menyesal karena tak pernah berani muncul di hadapan Anna semenjak ia menjadi manusia. Ia hanya merasa tak pantas dan hanya akan mempermalukan Anna jika dirinya muncul dalam keadaan tak bisa melihat Anna lagi.

"Maaf. Tapi jujur aku pun menahan rindu karena aku sudah tak bisa melihat wajahmu lagi. Aku mengambil kesempatan ini tanpa tahu akibatnya. Mataku tak akan kembali, lebih tepatnya Yudha yang selama ini sudah membantuku juga masih belum menemukan di mana mereka membuang mataku saat itu."

Jayden mengangkat kedua tangannya dan meraba wajah Anna dengan lembut. Lelaki itu hanya bisa tersenyum sembari membayangkan betapa cantiknya Anna saat ini yang sudah beranjak dewasa.

Anna pun mengernyit. Mendengar Jeff menyebut nama Yudha membuatnya teringat sesuatu. "Jeff, apa kamu percaya dengan Yudha?" Tanya Anna tiba-tiba ketika lelaki itu tengah asyik meraba permukaan wajahnya.

Jayden hanya bisa mengerutkan keningnya, bingung dengan pertanyaan Anna. "Maksudmu bagaimana?" Tanyanya memastikan.

"Entah ini hanya perasaanku saja atau bukan, tapi semenjak aku terbangun dari mimpi buruk itu aku menjadi semakin lebih sensitif. Tadi ketika aku melihat Yudha, aku melihat asap hitam di sekitarnya. Awalnya aku biasa saja karena penglihatanku juga menjadi sensitif semenjak bisa melihatmu dulu, tapi perasaanku mengatakan bahwa dia yang sebenarnya mengambil matamu dan mengelabui semua kenangan kita di masa lalu, Jeff."

🍂

JAYDEN, 18:23Where stories live. Discover now