24. Hide and Seek

Start from the beginning
                                    

"Sebenarnya kau ini melarang atau mendukungku bersama Jane?"

Untuk kali pertama, Jasmine tidak menjawab apa pun. Wanita itu secara praktis tidak menggubris pertanyaan August dan lebih memilih berdiri di dekat ranjang Eden sembari mengulas senyum. Jasmine menunduk, tapi tidak mengulurkan tangan untuk membelai pipi sang putra kendati dia sangat ingin melakukannya. "Kau tumbuh dengan baik dan tampan," jeda Jasmine. "Setelah ini, Mama akan menebus semua perjuangan yang telah kau lalui dengan hal terbaik yang bisa kuberikan. Terima kasih sudah bertahan, Jagoan."

Kata-katanya tidak diucapkan dengan nyaring, bahkan August yakin Jasmine berusaha berbisik. Tapi keheningan malam dan ketenangan kamar Eden membuatnya bisa mendengar dengan baik seperti August yang tengah diajak bicara. Dan yang paling penting dari itu semua, kalimat Jasmine terdengar tulus, ada sedikit emosi yang dibalur tekad. Tangan Jasmine bergetar tipis saat meremas ujung handuk yang menyelimuti punggungnya. Lampu tidur Eden menerangi sisi wajah Jasmine dan August sekilas melihat mika pupilnya berkaca-kaca.

Namun dengan cepat, Jasmine kembali menegakkan punggungnya. Wanita itu mengambil napas besar saat sejenak memunggunginya. Lalu berbalik untuk menatap padanya. Keduanya lalu hening, hanya saling menatap satu sama lain. Jasmine terlihat masa bodoh, namun August jelas-jelas tengah bersiteru dengan pemikirannya sendiri. Lima puluh persen menyesal harus berdiri bersama Jasmine di sini, lalu sisanya August tidak menduga ia merasa sedikit lega.

Perasaan yang mengisi ceruk-ceruk batin August bertumpuk-tumpuk dan saling berkebalikan. Tapi setidaknya, August bisa meyakinkan diri kalau ia tidak memiliki getaran perasaan yang berarti untuk Jasmine Vergamo. Namun secara bersamaan, August juga penasaran untuk beberapa hal yang spesifik.

"Aku ingin bertanya padamu," kata August.

"Jangan di sini bicaranya, Eden bisa terbangun," jeda Jasmine memberikan saran saat mendekat dan berdiri di depan August. "Kita ke kamar saja."

Sudut bibir August tersungging satir. "Siapa bilang aku bersedia membawamu ke kamarku?"

"Kau ini tidak waras, ya?" Jasmine mendorong singkat pipi bagian dalamnya dengan lidah. "Bagaimana mungkin aku masuk ke kamarmu saat ada Jane di condo yang sama? Kalau dia salah paham bagaimana?"

Dahi August mengerut dalam. "Kenapa kau peduli sekali dengan perasaan Jane? Kau ini jangan-jangan jatuh cinta dengan Jane, ya?"

Jasmine menggerus rahang, tangannya sudah diangkat, hendak-hendak menjambak August namun diurungkan dan diganti dengan menginjak. "Pria sinting."

August menahan geramannya dan melotot ke arah Jasmine sebab injakan kakinya sakit sekali.

"Aku tak menyukai payudara kecuali punyaku sendiri." Jasmine menyahut sewot. "Kita pergi ke kamarku. Jelas-jelas condo ini tidak terlalu kedap suara. Aku tak mau berbicara berbisik-bisik terus."

Jasmine berjalan lebih dulu, melewati August begitu saja untuk memimpin jalan.

"Tunggu."

August tiba-tiba berkata, berhasil menghentikan Jasmine yang menoleh heran ke arahnya. August bersidekap, menatap tak sepenuhnya berkenan dan sedikit congkak kala menaikkan dagunya tipis. "Kembalilah ke sini," kata August saat menunjuk sisi sampingnya dengan dagu. "Cepat."

"Ha?" Dahi Jasmine mengernyit tidak mengerti, sementara bibirnya menyunging sangsi. "Kau menyuruhku untuk apa?"

"Kembali ke sini, Vergamo." Tentu saja, August benci merasa dikalahkan. Jasmine sudah merebut banyak poin darinya.

Jasmine merotasikan bola mata dan praktis mengabaikan August sebelum memilih melangkah kembali. Tapi dengan cepat, lengannya terasa ditahan dan ditarik kembali ke posisi semula. Jasmine nyaris mengumpat. Saat Jasmine mendongak, August terang-terangan mendengkus, menyeringai dengan deretan gigi terlihat tipis.

Pribadi itu lantas berjalan lebih dulu, meninggalkan Jasmine yang keheranan. "Tunjukan arahnya, tapi kau tetap berjalan di belakangku."

Wah, benar-benar. Rasanya Jasmine ingin menarik kaus belakang August sebelum menyikut perutnya dengan lutut. Kesombongan macam apa itu?! Apakah August kesal karena merasa kalah hanya dari hal sepele? Ini hanya tentang siapa yang berjalan lebih dulu, astaga!

"Itu siapa berisik-berisik."

Jasmine memaku, August memaku. Jasmine sudah membuka bibir, tapi August lebih gesit untuk menutupkan telapak tangan besarnya pada mulut. Untuk kedua kalinya.

"Bukan siapa-siapa, Eden. Hanya Papa." August berkata lebih dulu, lembut dan perhatian sampai Jasmine mendongak sengit. "Kembalilah tidur, besok kita pulang ke Harrington Manor."

"Oh, Papa, ya...." Eden hanya mengucek mata tanpa benar-benar melihat dan kembali merebahkan kepalanya yang terlampau berat. "Oke, deh...."

August lantas membawa Jasmine tanpa melepaskan bekapan tangannya. Setelah keluar dan menutup pintu Eden, barulah August membebaskan Jasmine yang menatap jengkel padanya. Mendapati hal itu, August menarik sudut bibirnya tipis, memainkan singkat lidahnya dengan mendorong pipi bagian dalam. Tanpa mengatakan apa pun, August berbalik dan berjalan santai keluar dari Condo miliknya. Sementara Jasmine mendecak dan menyipitkan mata saat melihat punggung August menjauh.


**


TBC

Terima kasih tantangannya sudah terpenuhi dan kemarin sambil nungguin 300 komen malah ketiduran :''')

Semangat ya yang maraton AFJ hehehehe, nanti malem ada lagi part barunya

See you! ^^

August's First July ✅Where stories live. Discover now