29

6 3 0
                                    

Deburan ombak dan angin laut yang kencang, membuat Shaquilla bersemangat menuju pantai. Ia langsung keluar dari mobil begitu mobil sampai di pantai dan berlari sembari merentangkan tangannya riang. Sakala yang baru saja keluar dari mobilnya menggeleng melihat kelakuan Shaquilla yang layaknya anak kecil itu.

Shaquilla selalu menyukai pantai. Pantai merupakan salah satu kenangan indah bersama sang papa. Pantai merupakan salah satu tempat dimana Shaquilla melihat tawa kedua orang tuanya terpatri menyerupai ombak lautan yang tenang.

"Sha, pelan pelan jalannya nanti jatuh," ujar Sakala berusaha mengejar Shaquilla yang masih berlari diatas tumpukan batu.

Perkataan Sakala baru saja selesai diucapkan, Shaquilla terjatuh. Untung saja tidak terperosok ke bawah pasir yang dipenuhi kerang kerang kecil. Sakala memegangi lengan gadis tersebut.

"Gue bilang gak usah cepet cepet jalannya," ujar Sakala masih dengan nada lembut. Ia mengecek Shaquilla, mencari ada yang terluka atau tidak. Sakala menemukan bercak merah di celana bagian lutut Shaquilla. Ia turun dari tumpukan batu dan membelakangi Shaquilla.

"Ngapain lo?" ujar Shaquilla keheranan.

"Naik, gue gendong,"

"Kenapa harus di gendong?"

Sakala berbalik. Menatap lekat gadis di depannya sembari menunjuk kearah lutut, "lutut lo luka,"

Shaquilla mengintip lutut nya yang berdarah, "cuma lecet doang, bukan patah,"

"Tinggal naik aja apa susahnya sih, Sha?" nada bicara Sakala terdengar sedikit ketus, yang membuat Shaquilla malah makin enggan dan berusaha turun sendiri.

Kenapa Sakala harus marah? Pikirnya. Padahal dirinya baik-baik saja. Hanya lecet sedikit tak akan mempengaruhi apapun. Shaquilla berusaha mengabaikan Sakala dan berjalan menjauh. Lalu tiba-tiba Sakala malah menggendongnya ala bridal style.

"KALAAA TURUNIN GUEEEE!!"

Shaquilla mencoba menggerak-gerakkan badannya agar lepas dari Sakala. Namun, Sakala tak peduli. Ia juga tak peduli jika orang orang disekitar mereka memperhatikan.

"Lo juga ngeyel, gue juga ngikutin lo aja,"

Akhirnya Shaquilla diam, karena melihat ekspresi Sakala yang sudah tak mengenakkan. Ia mengikuti Sakala yang membawanya menuju pinggir pantai yang terdapat kios kios dan rumah makan.

Sakala mendudukkannya di bangku panjang, lalu pergi membeli sesuatu. Shaquilla memperhatikan sekeliling. Shaquilla mendapati ada sebuah kios penjual es kelapa.

Tak lama, Sakala kembali dengan membawa satu kresek penuh peralatan P3K. Sakala tak mengatakan apapun dan duduk di depan Shaquilla. Membawa kaki Shaquilla keatas pangkuannya, menyingsingkan celana kulot Shaquilla untuk mengobati lutut gadis tersebut dengan telaten.

Shaquilla menatap Sakala yang serius mengusap lukanya dengan kapas yang dibasahi obat merah.

"Kal,"

Panggilan pertama tak dihiraukan oleh Sakala.

"Sakala,"

Lalu panggilan kedua juga tak digubris oleh Sakala.

Shaquilla gregetan dan membawa wajah Sakala untuk menatapnya.

"Al,"

Sakala berhenti dari kegiatannya. Ia menatap gadis tersebut masih dengan wajah mengernyit nya. Shaquilla mengelus alis Sakala lembut, sembari tersenyum kecil.

"Maaf ya karena gue gak hati-hati,"

Sakala hanya menganggukkan kepalanya. Melanjutkan kembali kegiatannya yang terpotong.

"Lo maafin gue gak?"

Sakala menghela nafasnya, menengadahkan kepala dan memperlihatkan senyum terpaksa nya.

"Ah lo gak ikhlas. Senyum dong senyum," Shaquilla mencubit gemas kedua pipi Sakala yang membuat lelaki tersebut tertawa.

Mereka berdua lalu tertawa. Mengesampingkan masalah yang terjadi diantara mereka berdua.

"Gue sebenernya emang mengatasnamakan apartemen itu buat lo dari awal. Biar apa? Biar gue gak lupa seseorang yang buat gue jadi percaya diri sampe jadi aktor 'terkenal' sekarang ini,"

"Tapi kenapa lo gak ngasih tau gue dari awal? Tentang rumor itu,"

Sakala menghela nafas dan membawa tangan Shaquilla kedalam genggamannya.

"Gue sebenernya udah males sama masalah rumor gak berdasar itu. Gue udah males ladenin permainannya Kania. Di dunia gue, kalo ngomong salah, diem juga salah,"

"Untuk masalah trauma gue, gue cuma gak mau keliatan lemah gara gara gue punya trauma sama bokap gue sendiri,"

Sakala melirik Shaquilla yang memperhatikannya dengan pandangan yang sulit Sakala artikan.

"Gue udah ceritain semua hal ke mama lo, gue udah izin ke mama lo buat jaga lo dan janji gak bakal bikin Shaquilla nya kenapa-napa. Tapi, gue malah pergi gitu aja. Makanya, gue bukan marah sama lo, tapi gue marah sama diri gue sendiri karena udah gak menepati janji untuk yang kedua kalinya,"

Shaquilla memeluk lengan lelaki di sampingnya. Ia ingin mengucapkan sesuatu namun suaranya terasa tercekat dalam kerongkongannya.

"Tapi, kok lo bisa berhasil casting jadi pemeran utama novel gue?"

Sakala menjitak kecil kepala Shaquilla dan tertawa.

"Lo tuh gimana sih. Itu kan novel emang beneran tentang Sakala dan Shaquilla, lo pernah nunjukin naskah itu ke gue. Lo lupa?"

Shaquilla hanya bisa memamerkan senyumnya.

"Selama 2 tahun ke belakang, gue hampir menyerah sama novel itu. Ya, soalnya inspirasi gue juga gak ada. Gue minta maaf banget karena awalnya gue pacaran sama lo niatnya cuma buat jadi bahan percobaan di novel dengan genre baru gue,"

Sakala mengusak rambut Shaquilla gemas, "gue bangga malah. Gue bukan menjadi penghambat lo dalam mengerjakan passion lo. Gue bahagia banget hanya karena lo nerima gue,"

"Tapi, gue berhasil menyelesaikan selesai tersebut dan siap untuk memulai kisah baru,"

"Sama gue lagi kan?"

Shaquilla menjauhkan diri, "dih, geer banget jadi cowok,"

"Ehhh, gue tau pasti gak mungkin ada cowok lain secakep gue di hidup lo. Soalnya modelan Keandra aja lo tolak," ucap Sakala percaya diri.

"Eh iya. Kasus Keandra yang disebut 'pemakai' itu lo yang buat?"

Sakala menggeleng, "engga, itu emang rumor yang Keandra tutupin buat bisa debut jadi aktor,"

Shaquilla hanya ber 'oh' ria. Lalu mereka menikmati deburan ombak yang masuk dengan indah ke dalam telinga mereka.

"Pengen es kelapa, Kal,"

Perkataan Shaquilla membuat Sakala tertawa dan mengecup gemas pipi gadis di sampingnya.

"Tapi kita balikan, ya?" Sakala bangkit.

Shaquilla tertawa dan ikut bangkit, "emang kita pernah bilang putus?"

Lalu setelahnya Shaquilla menggandeng tangan Sakala untuk pergi ke kios es kelapa.

Deburan ombak dan matahari tenggelam menjadi saksi bahwa Sakala dan Shaquilla tak pernah terpisahkan.

-----
09/10/23


My Dear Actormate [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now