Papa mendengus. "Mereka pejabat, Cecilia. Bertukar rahasia adalah cara mereka bertahan hidup." Dia mendecakkan lidah beberapa kali. "Bagaimana bisa kau pergi jauh dengan pikiran sepolos itu?"

"Aku tidak sepolos itu," bantah Cecilia. "Selain itu, Connor akan ada bersamaku."

"Kau tidak bisa mengandalkan kakakmu selamanya." Papa mengusap kening dengan gerakan frustrasi. "Kalau saja waktu itu kau menikah, mungkin aku akan lebih tenang. Akan ada seseorang yang mengawasimu dua puluh empat jam."

"Kenapa pula sekarang kita membahas soal pernikahan?" Cecilia bertanya, sedikit jengkel dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya itu. "Connor akan selalu mengawasiku. Aku yakin itu."

"Aku malah merasa kau yang akan menjaga kakakmu," tepis Papa. "Entah apa yang akan terjadi kalau dia bertemu temannya di sana. Mungkin dia akan terdistraksi, melupakan tanggung jawabnya. Akan lain cerita kalau Bastian yang mengawas."

"Papa, sudah cukup soal Bastian. Kasihanilah pria malang itu," nasihat Cecilia. "Dia sudah menikah, tidak seharusnya kita mengganggunya."

"Well, dia karyawanku. Kuduga dia tidak punya banyak pilihan," Papa berkata sambil beranjak dari kursi. "Selain itu, aku masih menyesal tidak memaksa kalian menikah."

"Tidaklah baik mengatakan hal seperti itu mengenai pria yang sudah menikah," giliran Cecilia menegur ayahnya. Mereka sama-sama berjalan keluar, bersiap untuk makan malam. Cecilia mengambil gigitan pertama pada plum yang tak kunjung dimakannya. "Aku yakin kalau sudah waktunya, pria yang tepat akan datang padaku. Kemudian mengenai kunjungan ke Ramala Veliqar, tidak perlu khawatir soal Connor. Aku akan menjaganya."

Keduanya sama-sama menuruni tangga, tetapi di pertengahan, Papa berhenti. Dia menoleh ke arah Cecilia. "Lalu?"

Cecilia berhenti mengunyah. "Lalu?" dia malah membeo.

"Tadi kau bilang apa?"

"Uh... aku akan menemukan pria yang—"

Papa menggeleng. "Setelah itu."

"Bahwa aku akan menjaga Connor?" tebak Cecilia.

"Lalu apa lagi?" tanya Papa, seperti sedang mengetes sesuatu dari Cecilia.

Apa lagi? Cecilia balik bertanya dalam hatinya. "Um... akan kupastikan kami pulang tepat sesuai waktu yang dijanjikan."

Papa menghela napas perlahan. "Jaga dirimu juga," dia menambahkan hal yang tak disebutkan Cecilia. "Tidak selamanya kau bisa mengandalkan kakakmu atau para penyihir. Terkadang kau harus tahu cara membela dirimu sendiri."

Sebelum kepulangan Connor, Cecilia tidak yakin ayahnya akan berkata demikian. Malah, dia yakin Papa justru berharap Cecilia tidak pernah ada di dunia ini. Pria yang sekarang berdiri di depannya bak seseorang yang tidak lagi Cecilia kenal, tetapi dalam artian yang lebih baik. Dia tidak lagi menyembunyikan kekhawatirannya, tidak lagi menyembunyikan perasaan dalam bentuk amarah atau kejengkelan. Dan semenjak kepulangan Connor pula, untuk pertama kalinya Papa bisa menatap Cecilia dalam keadaan tenang seperti ini.

"Kalian berdua harus kembali," Papa menambahkan. Tangannya terangkat kaku, bagai butuh usaha kuat untuk digerakkan. Cecilia harusnya bisa menebak apa yang Papa hendak lakukan, tetapi pikirannya terhenti ketika sang ayah mengusap sisi kepalanya.

Gestur itu membuat Cecilia terdiam selama beberapa detik yang singkat.

Papa peduli. Pikiran itu berdengung dalam kepala Cecilia berulang kali tanpa henti, sulit dipercaya tetapi demikianlah nyatanya, dan hal tersebut membuat sesuatu di dalam diri Cecilia serasa disentuh oleh kehangatan pertama dari matahari di kala fajar.

Papa menarik tangannya, kemudian dengan tergesa berjalan lebih dulu ke ruang makan, disusul Cecilia yang berjalan lebih lambat. Tidak jauh di belakangnya, Cecilia mendengar langkah susulan yang ikut turun ke bawah.

Cecilia harap wajahnya tidak semakin memerah saat mendapati Connor berada di dekatnya. Apakah sang kakak melihat semua itu? Kalaupun iya, Connor tidak menunjukkan reaksi apa pun. Dia cuma menguap lebar sambil merenggangkan tubuhnya. "Menurutmu sebaiknya aku lewati makan malam atau tidak?"

"Sebaiknya kau makan sebelum tidur," Cecilia berkata pelan. Jemarinya memilin ujung rambutnya tanpa henti. "Uh... apa kau tadi melihat...."

Connor menatap adiknya dengan penuh tanya. "Melihat apa?"

Buru-buru Cecilia menggeleng. Sebelum mencapai anak tangga terakhir, dia melirik lagi ke arah Connor, yang kini secara diam-diam tengah tersenyum lebar.

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

Ketika cahaya pertama dari hari yang baru menyentuh wajah Cecilia, membangunkannya dari tidur tidak nyenyak yang dipenuhi mimpi-mimpi tidak jelas, dia langsung turun untuk mencari tahu apakah surat kepastian dari sang raja sudah dikirimkan.

Di ruang duduk, Marcus sedang bersama Connor, sibuk membahas sesuatu yang tertulis di atas kertas. Mata Cecilia terbuka lebar ketika melihat segel raja di amplop yang tergeletak pada meja.

"Ah, Cecil," Marcus menyapa. "Persyaratan telah diresmikan. Magistra Mamond sedang merekrut penyihir untuk mengawal kita. Paling lambat kalian akan berangkat dalam waktu dua hari lagi. Mengenai Shadrick, sudah kukatakan padanya agar tidak macam-macam, tapi kalau dia sampai berulah, jangan ragu untuk memakai kekuatanmu."

"Kami bisa menanganinya," Cecilia berkata dengan kepercayaan diri yang masih tinggi akibat baru bangun, berhubung benaknya belum memikirkan seribu ketakutan dan kekhawatiran yang beberapa hari ini kerap menghantuinya. "Urus Dragenmore dengan baik dan perhatikan Papa. Kalau dia menunda-nunda jam makan, tolong ingatkan dia untuk tidak berbuat demikian. Lalu kebun di belakang perlu—"

"Cecil, ganti pakaianmu dan sarapanlah dulu," Connor menyela. Dia mendekati Cecilia, membimbingnya ke arah tangga. "Kau masih punya banyak waktu untuk menyusun pengingat bagi Marcus."

Cecilia meraih ujung ikal rambutnya sambil mengangguk gugup. Pergi dari Wirlow saja sudah terasa sulit baginya. Akan lebih sulit lagi membayangkan dirinya terbangun di tempat asing, dikelilingi kaum asing, jauh dari segala sesuatu yang dikenalnya.

Perasaan inikah yang Freya dan Espen rasakan waktu itu? Inikah yang Connor rasakan sewaktu diculik?

"Mer ranel."

Tangan Connor mengusap pundak Cecilia. Dia tidak mengatakan apa-apa, selain menenangkan sang adik. Pasti raut wajah Cecilia sudah menunjukkan ketidaksiapannya dengan sangat jelas. Sayangnya tidak ada pilihan untuk mundur dari misi ini, dan selagi Connor ada di sampingnya, Cecilia cukup yakin dia sanggup menghadapi apa pun. 

The Cursed Blessing [#2]Where stories live. Discover now