IV

7 0 0
                                    

"Gimana hari pertama bekerja?"
"Loh, ini kan bukan pertama kalinya aku kerja. Waktu full freelance itu aku juga kerja, lho, handle ratusan project dari rumah?"
Terdengar tawa di seberang telepon. Fabi senyam-senyum mendengar suara tersebut. Saat ini dia tengah berbincang dengan Ano melalui ponsel di tangga darurat.

Kata Stacy, tempat ini sering digunakan karyawan untuk merokok, karena ada larangan merokok di ruangan kantor. Semacam safe space untuk rehat sejenak dari pekerjaan yang bikin mumet. Fabi merasa tidak enak jika berbincang pribadi di dalam ruangan kantor, sementara jika harus ke ruang santai ada di lobby di lantai dasar, jaraknya sekitar 25 lantai jauhnya. Malas, sih. Tangga darurat ini satu-satunya pelarian.

"Oke, oke, aku ralat, ya. Gimana hari pertama jadi budak korporat?"

"Team aku isinya dikit banget, babe. Cuma bertiga. Semoga kerjaannya gak berat-berat banget, deh. Biar aku gak perlu ngerjain pekerjaan di luar jobdesc aku!"

"Aamiin.. tapi kamu tahu, kan, hal itu gak bisa dihindari dalam dunia korporat?"

"Yeah, I know!" dengus Fabi, lantas melirik jam tangannya. "Eh, aku harus pergi sekarang. Mau ngurusin beberapa hal sama HRD aku. Abis itu mau meeting lunch sama supervisor aku,"

"Berdua doang?"

"Fullteam, kok, sama senior staff aku juga," jawab Fabi cepat. Entah kenapa dia harus berbohong? Padahal Ano juga tidak akan risih atau cemburu kalau pun tahu yang sebenarnya.

Entahlah.

"Okay, sayang, semangat ya. Doain aku ya supaya keluar SK tahun ini dan diangkat sebagai dosen permanen di kampus. So, rencana kita untuk menikah jadi lebih mudah, deh,"

Pipi gadis kelahiran Bandung itu merona merah mendengar kalimat terakhir Ano. Memang, ada rencana serius dalam hubungan mereka. Namun, tetap saja, tiap kali kata "menikah" diucapkan, membuat dada Fabi bergemuruh kencang. Duh, nih orang hobi banget, sih, bikin deg-degan!

"Okay, bye, babe," tutup Fabi.

***

Fabi memasuki Dining Area di lantai 4, tempat dia dan Hadi membuat janji temu. Mereka tidak berangkat bersama-sama dari kantor karena Fabi harus mondar-mandir mengurus berkas dan pembuatan rekening sebagai karyawan baru.

Fabi lantas menyapukan pandangan ke seisi ruangan, dan mendapati lambaian tangan yang rendah dan santai dari seseorang di Bar Corner. Tampak Hadi duduk di salah satu barstool yang menempel dengan jendela besar gedung tersebut.

Fabi menghampiri Hadi dengan setengah berlari. Saat tiba, Hadi menyadari Fabi tidak membawa makan siangnya. "Oh, lo gak beli makan siang?"

"Saya bawa bekal, Pak. Tapi ada di kantor. Gak apa-apa, saya juga belum terlalu lapar," jawab Fabi.

"Oke, oke. Sebelumnya," sahut Hadi. "Gue minta maaf ya kalau sikap gue terkesan arogan. Tadi Stacy sempat negor gue secara personal. Gue gak sadar kalau sikap seperti itu bikin lo tersinggung,"

Fabi menelan ludah. "Oh, nggak, kok, Pak. Saya..."

"Udahlah, santai aja, Bi. Panggil Hadi juga gak apa-apa. Paling usia kita gak beda jauh," ujar Hadi dengan nada lebih santai dari sebelumnya.

Fabi tertegun beberapa saat sebelum menanggapi ucapan pria yang sedang menyantap pasta di sampingnya itu. Gak salah? Dengan kantung mata, kerutan di dekat dahi, dan wajah kelelahan itu, rasanya sangat tidak mungkin kalau usia mereka berdekatan. Paling-paling usianya pun jauh lebih tua daripada Ano.

"Yaa.. kalo lo gak nyaman panggil nama, pake 'Bang' juga gak apa-apa. Team lain pada panggil gue itu, kok," ucap Hadi seperti bisa membaca raut wajah Fabi.

"Bang Hadi?" sahut Fabi setengah memastikan.

"Sounds good," komentar Hadi. "Okey, Fabi. By the way, alasan gue panggil lo ke sini sebenarnya bukan tentang kerjaan lo. Kalau soal itu, gue percaya sama Stacy lah. Karena dia juga yang dapat jobdesc dari HR untuk membimbing lo,"

Hadi menyeruput jus jeruknya sebelum melanjutkan. "Nah, gue tau ini hari pertama lo bekerja. Tapi, lo perlu tau satu fakta dulu tentang gue, Stacy, dan team kita," ucap Hadi.

"Team kita itu baru dibentuk tahun lalu, baru ada setelah lima tahun Tourgether berdiri. So, team kita ini terkesan team coba-coba, which is not, dan kinerja kita itu sangat dipantau oleh Bu Cecil, CEO kita. That's why, gue bener-bener selektif rekrut orang untuk posisi lo saat ini. Bukan sebatas dari pengalaman, karena menurut gue itu bisa ditempa seiring waktu. Buat gue jauh lebih penting bekerja bareng anggota team dengan karakter yang cocok dengan gue dan Stacy."

"Gue dan Stacy sendiri udah sekitar tiga tahunan kerja di sini. Sebelum masuk Team Merchant, gue di Team Product dan Stacy di Team Sales. So, you can consider us as a two different person. Gue harap lo gak kaget kalau terjadi gesekan kayak tadi, dimana gue dan Stacy terlihat gontok-gontokkan. But, no, gue respect dia, begitupun sebaliknya. That's just how we communicate and bonding to each other. Sampe sini mau tanya, gak?"

Fabi menggeleng.

"Oke, gue lanjut, ya," Hadi menghela nafas sebelum melanjutkan, "gue bakal terang-terangan juga kasih tau lo, bahwa gue masuk ke Tourgether itu atas bantuan Bu Cecil. Gue gak melewati proses interview, probation, dan lainnya. Dan gue tanda tangan offering letter itu langsung sebagai karyawan tetap. Tanpa probation, tanpa early contract. Mungkin bahasa gampangnya, jalur orang dalam," ujar Hadi. Pria berdarah Manado tersebut menyadari raut bingung di wajah Fabi. "Oh, ya, heran ya kenapa gue cerita ginian ke lo?"

Hadi membereskan piring makan siangnya ke meja kosong di sebelahnya sebelum melanjutkan.

"Cepat atau lambat pun lo akan tau, dan kita akan kerja bareng dalam jangka waktu yang lama. Gue gak pengen lo denger ini dari team lain dan membuat lo punya kesan negatif tentang leader lo. Satu hal yang perlu lo tau, gak semua karyawan jalur ordal itu gak bisa kerja. Sejauh ini gue percaya diri untuk bilang bahwa hasil kinerja gue sangat memuaskan, gue selalu over-achieved setiap quarter. Dan gue mau mempertahankan itu di Team Merchant ini," papar Hadi serius. "Gue expect lo punya semangat yang sama,"

Fabi terdiam sementara Hadi menyeruput es jeruknya. Well, itu bisa menjelaskan kenapa penampilannya bisa berantakan dan seenak jidat begitu, padahal ini perusahaan besar. Lha, orang backingannya langsung CEO! Untouchable sih! batin Fabi.

"Sejujurnya," sahut Fabi. "Saya gak terlalu memusingkan tentang itu, sih, selama bisa bekerja secara profesional dengan saya. Saya juga percaya Bang Hadi adalah leader yang baik, makanya bisa dipercaya untuk pegang posisi ini," ujarnya disertai senyum tipis.

"Good," sahut Hadi. "Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik, ya, Fabi,"

***

Du har nått slutet av publicerade delar.

⏰ Senast uppdaterad: Feb 14 ⏰

Lägg till den här berättelsen i ditt bibliotek för att få aviseringar om nya delar!

Lie to MeDär berättelser lever. Upptäck nu