Jinhwan kembali mengambil alih kerusuhan. "Gue, Bobby, Hanbin, sih beli di toko yang sama," balasnya tanpa perlu bertanya kenapa.

"Perlu gue kabari manajernya?" sahut Hanbin, "gue masih punya nomornya, nih."

"Langkah gue kali ini salah nggak?"

Bobby berdecak sebal, "Elah, lanjut aja! Nanti kalo salah tinggal remedial."

💃

Sesuai dengan rencana dadakan yang baru terlintas di otak Donghyuk. Sore ini ia sudah memarkirkan mobilnya di depan kantor Ahra. Dengan berbekal nekad dan semangat dari para saudara, Donghyuk memberanikan diri untuk menjemput Ahra di tempat kerja.

Sebenarnya setelah kejadian Ahra yang izin untuk interview kerja, komunikasi antara keduanya tak ada perubahan menuju hal yang lebih baik. Yang ada malah semakin memburuk. Mereka hanya mengirim pesan hanya tentang penjualan baju saja. Itu pun Ahra akan membalas saat sempat. 

"Beeeb," panggil Donghyuk sembari melambaikan tangannya saat melihat Ahra keluar dari lobi. Sedari tadi Donghyuk memang sudah menunggu di depan mobil dengan tubuh bersandar di kap Fortuner putihnya. 

Ahra yang awalnya fokus pada layar ponsel untuk memesan ojol seketika menoleh ke arah suara Donghyuk. Bibir perempuan itu hampir saja tersenyum, tetapi egonya menahan bibir perempuan itu untuk terbit. "Ngapain ke sini?"

Senyum Donghyuk terbit, ia tak peduli dengan wajah cemberut Ahra. "Kamu keluar telat ya? Bukannya pulang jan 5?" tanyanya basa-basi. "Mau beli makan sesuatu nggak? Anter aku ke suatu tempat yuk."

"Ngapain ke sini?"

"Jemput kamu," balas Donghyuk dengan senyum yang masih ia pertahankan. "Kita beli makan dulu. Aku udah izin Mama."

Sebenarnya Ahra sudah ingin menolak dengan alasan bisa naik ojek onlie. Yaaa, jual mahal gitu lah. Tapi masalahnya, Ahra juga kengen sama Donghyuk. Ini kalau bungkan karena hasutan Hayi buat menghindar dari Donghyuk, sudah pasti dia nggak akan begini. Iya! Biang keroknya emang Lee Hayi.

"Ayok," ajak Donghyuk yang lengannya sudah merangkul pundak Ahra, ia mengarahkan Ahra menuju pintu samping kemudi. Lelaki itu bahkan membukaan pintu. Namun, Ahra yang mulai terpropaganda Hayi jelas melaukan hal lain. 

Perempuan dengan blazer hitam dan celana bahan senada itu memberontak dari rangkulan Donghyuk dan melangkah menuju pintu belakang. "Gue di belakang aja," jawab Ahra yang sudah membuka pintu dan masuk, meninggalkan Donghyuk yang masih melongo saat melihat tingkah Ahra.

Untung Donghyuk sedang dalam mode sabar dan siap berjuang. Senyum lelaki itu langsung terbit, ia kembali menutup pintu samping kemudi, lalu bergegas memutar untuk mulai mengeudikan mobilnya. "Mau Shusi Tei atau Marugame?" tanyanya sembari menoleh ke arah Ahra yang duduk di belakang. 

"Kalo cuma mau ngajak makan, gue balik naik ojol aja, deh," ancam Ahra yang kembali ke mode jual mahal setelah teringat dengan kata-kata penuh profokasi yang Hayi berikan.

Jelas Donghyuk menggeleng. Lelaki itu bahkan langsung mengkunci semua pintu dan mulai melajukan mobilnya. "Aku butuh bantuan kamu buat pilih sesuatu,"  jelas Donghyuk yang kini sudah fokus menatap jalanan dan mulai mengemudikan mobilnya. 

Suasana Fortuner itu kembali menjadi hening. Donghyuk tak berniat menyalakan musik atau radio. Bisingnya jalanan di jam pulang kerja bahkan lebih mendominasi. Ahra memilih untuk memperhatikan jalanan melalui jendela di samping kirinya, sedangkan Donghyuk sedang berpikir keras mengenai obrolan mereka.

"Kerjaan aman, Beb?"

Hanya deheman yang Ahra beri sebagai jawaban. Perempuan itu lebih tertarik melihat motor-motor yang menaiki trotoar agar tidak terkena macet. Memang pengguna jalan lebih menarik dari pengemudi mobil yang ia naiki. 

"Pulangnya emang sering telat gini ya? Bukannya batas jam kerja itu jam lima?"

Sejujurnya Ahra ingin cerita kalau hari ini cukup beruntung karena masih bisa melihat matahari. Karena sejak ia masuk kerja, jam pulangnya sering lewat dari magrib. Namun, karena settingan gengsi yang Hayi atur membuat Ahra menahan semuanya. 

Ini Ahra emang beneran kayak boneka kayunya Lee Hayi. Gampang banget terpengaruh sama istrinya si Hanbin. 

Suasana mobil itu semakin hening. Untung saja jarak mall tak begitu jauh meskipun masih tetap harus memakan waktu setengah jam. Donghyuk langsung memarkirkan mobilnya ke area basement. 

.
.
.

Ahra berusaha melepas gengaman tangan Donghyuk, namun sialnya tenaga lelaki itu terlalu kuat. Keduanya kini beriringan memasuki area mall. Ahra hanya mengikuti langkah Donghyuk, sedangkan lelaki itu tak lagi banyak bicara. 

"Mau ke mana, sih?" tanya Ahra saat mereka sedang berada di eskalator. 

Sedangkan Donghyuk hanya tersenyum, tak meladeni perkataan Ahra. Ibu jarinya malah mengelus-elus punggung tangan Ahra. Ia kembali mengarahkan pasangannya menuju salah satu tempat setelah tiba di ujung eskalator. 

"Ngapain ke sini?" tanya Ahra bingung saat Donghyuk membawanya masuk ke salah satu toko perhiasan. Perempuan itu masih menatap bingung dan pasrah mengikuti Donghyuk masuk dan mendekat pada salah satu etalase.

Seorang wanita yang menyambut ramah Donghyuk dan Ahra. Sedangkan Ahra hanya diam, lagipula ia tak paham dengan alasan lelaki itu membawanya ke sini. Namun, kepala Ahra angsung menoleh cepat ke arah Donghyuk saat mendengar perkataan lelaki berlesung pipit itu. 

"Untuk cincin pasangan ada di sebelah sini, Kak," ucap wanita yang melayani mereka dan mengarahkan mereka ke bagian cincin couple

Ahra masih tetap mengikuti langkah Donghyuk, tatapannya masih terlihat bingung. Ia bahkan terus berbisik pada Donghyuk. "Cincin buat siapa, sih? Lo dititipin sama siapa?"

"Menurut kamu bagus yang mana, Beb?" tanya Donghyuk, lelaki itu menoleh ke arah Ahra, senyum teduhnya terlihat sangat lembut. 

Bukannya menjawab pertanyaan Donghyuk, Ahra justru masih terus menuntut jawaban dari Ahra. "Cincin buat apa, sih?"

"Cincin buat kita," balas Donghyuk tenang, "kira-kira bagunya yang mana?"

"Ya, cincin buat apa? Nggak penting banget beli cincin begituan."

"Cincin tunganan," jawab Donghyuk dengan tenang, "cincin itu penting kan pas tunangan?"

Tbc

[3] KIMcheees 3x✓Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu