Kelahiran

0 0 0
                                    

Bayi itu lahir di beranda rumah bertepi sawah.

Dua jam sebelumnya, sang Ayah tergopoh-gopoh berlari melintasi jalan desa menuju rumah bidan terdekat. Berlari keluar rumah saat matahari sedang bersiap untuk menyiramkan sinarnya. Saat embun masih tergelar di setiap daun yg memenuhi area sawah yang mengelilingi desa.

"Ada apa Mas Kardjan", tanya satu orang yg berkalung sarung ketika berpapasan dengan si calon ayah di jalan desa.
"Mau ke rumah bidan Basuki", jawab Kardjan dengan setengah berlari. Suaranya terdengar sayup bertabrakan dengan semilir angin pagi.

Itu terjadi saat Indonesia mulai sibuk untuk mempersolek diri. Awal dekade 70-an, ketika pemerintah Soeharto tengah sedang memulai kejayaannya.

Tak berapa lama, kaki Kardjan, si calon ayah yg sudah terengah-engah mulai memasuki halaman rumah sang bidan. Dia datang pada saat yang tepat, karena suami sang bidan tengah membuka jendela rumah. Mengundang udara pagi untuk kembali menyambangi rumahnya.

"Nuwun sewu Pak Basuki, Ibu bidannya ada?" tanya Kardjan sambil menghampiri tuan rumah yg masih memegangi daun jendela.
"Ada, monggo masuk kedalam", jawab tuan rumah yg tampak kaget melihat Kardjan yg muncul dari kegelapan pagi.

Begitulah, sesudah Kardjan mengutarakan maksudnya, tanpa menunggu waktu Bu bidan Basuki sudah melesat ke rumah Kardjan dengan diantar suaminya menggunakan sepeda motor baru mereka. Sebuah hal yang biasa, karena saat itu hampir tidak ada pilihan lain untuk membantu proses kelahiran seorang anak kecuali bidan desa. Dukun beranak juga banyak didapati. Tetapi karena Kardjan merupakan seorang pegawai negeri, memakai jasa dukun beranak bukanlah suatu pilihan untuknya. Apapun latar belakang sosialnya, pegawai negeri akan dianggap sebagai priyayi, dan priyayi akan menjauhi pilihan yang tidak lagi bergengsi, seperti halnya dukun beranak tadi.

Dalam hitungan dua jam sesudah Kardjan bertemu dengan orang desa berkalung sarung di jalan, bayinya lahir dengan selamat. Lancar tanpa halangan walaupun itu merupakan kelahiran pertama.

Bayi berjenis kelamin lelaki yg lahir dengan mata bulat dan berambut tebal yg terlihat seperti rambut bayi
Berumur 3 bulan. "Ueeeeekkkkkk.....euekkkkk", bayi ini menangis dengan keras. Suaranya menyibak daun padi yang menghampar di pinggir rumahnya. Sang bayi berebut waktu dengan sang surya untuk keluar menyambut dunia.

Mirip dengan adegan yg terlihat di film-film Indonesia, Kardjan menunggu di luar kamar dimana sang bayi dilahirkan. Hanya bedanya dia hanya terpekur duduk di kursi bersama dengan Pak Basuki, suami sang Bidan.

Pantatnya langsung terangkat dari kursi ketika mendengar tangis sang bayi. Ekspresi mukanya tak jelas antara campuran tangis dan gembira. Dadanya serasa mau meledak, sesak oleh rasa bahagia. Tetapi di titik itu, ada rasa sedih yg juga melingkari hatinya. Sedih karena membayangkan ibu yang hanya dia tahu namanya.

Debu NasibWhere stories live. Discover now