5

76 16 0
                                    

"Bagaimana caraku mengejar ketertinggalanku kalau aku hanya terus diberi soal-soal yang bukan materi sekarang? Bagaimana dengan pelajaran lainnya?" Omel Ten saat sesi bimbelnya bersama Karin di ruang kelas.

"Kerjakan saja."

"Besok sudah hari Jumat loh. Tinggal 3 hari lagi ujian."

"Aku tahu. Tenang saja."

"Kau kan akhir pekan tidak bisa mengajariku. Bagaimana bisa aku merasa tenang?"

Karin menatapnya dengan lelah.

"Hei, kau harus mengajariku di hari Sabtu dan Minggu ya?" Pinta Ten.

"Tidak bisa. Aku sibuk."

"Hah? Sibuk apa sih? Paling hanya belajar kan? Kan bisa sambil mengajariku."

"Pokoknya aku sibuk."

"Terus gimana? Ujian bulan ini aku harus dapat peringkat 50!"

"Mustahil. Setidaknya kau masuk dulu peringkat 90."

"Haaaah?! Kau yang menjadi tutorku, masa tiba-tiba membuatku pesimis?"

Karin mengernyitkan kening. Sepertinya ia tampak pusing.

Ten memiringkan senyum. "Wah, apa ini? Orang pintar sepertimu sedang salah perhitungan ya?"

"Ini pertama kali aku mengajari murid beloon tak sabaran sepertimu." Sahut Karin. "Semuanya butuh proses, kau tahu! Jadi bersabarlah."

"Hei!" Ten tak terima. "Kau pikir saja, bila setiap bulan aku hanya naik 10 peringkat, tidak akan terkejar hingga kenaikan kelas. Aku mungkin mentok peringkat 50 saja ... Ah, tapi kalau dipikir-pikir lagi aku tak peduli. Toh yang rugi juga kau karena bila aku gagal masuk 10 besar, kau harus pergi dari sekolah ini."

Karin mendengus.

"Aku sedang berusaha ... Ya, aku akan berusaha mengajarimu dengan benar. Kau bagus dalam menjawab soal-soal materi tingkat pertama meski banyak salahnya juga. Jadi kuharap kau juga banyak berlatih soal-soal nantinya ... Mungkin kita akan mengejar materi dengan pelajaran menghitung. Materi dengan pelajaran menghapal kau tinggal membaca salinan buku catatanku, dan materi dengan pelajaran bahasa asing kurasa kau sudah menguasainya ... Yah, kecuali bahasa Mandarin, aku akan menyiapkan catatan kecil yang bisa kau bawa ke mana-mana ... Tenang saja, kau bisa meski belajar sendiri di hari Sabtu dan Minggu."

.

Besok ujian bulan ini dimulai dan Ten merasa suntik mengerjakan latihan-latihan soal yang materinya akan sama keluar pada ujian besok. Karin bilang, banyak berlatih akan semakin sempurna. Tapi Ten merasa malas bila ia berlatih sendiri meski sebenarnya ia bisa mengerjakan latihan soal itu dengan tepat.

Ponsel Ten berdenting.

"Ayo keluar rumah dan jalan-jalan dengan motorku."

Ten menyunggingkan senyum. Ia bergegas mengganti pakaiannya lalu turun ke lantai bawah. Ibunya menghentikannya saat ia melintasi ruang keluarga.

"Kau mau keluar meski besok akan ujian?" Tegur ibunya.

"Sebentar saja kok. Lagipula aku sudah belajar." Sahut Ten.

"Jangan bohongi Ibu. Ibu tahu kau--"

"Kalau Ibu tidak percaya, coba saja cek kamarku. Mejaku penuh dengan buku pelajaran. Dan tenang saja, pulang ini aku akan belajar lagi." Ten tersenyum dan melambaikan tangan. "Dah~"

"Tu-tunggu ... Ten?!"

Ten segera berlari keluar rumah. Di depan pagar rumahnya, seseorang sudah menunggunya dengan sebuah motor yang didudukinya. Ten segera meloncat, duduk di belakang. Gadis yang lebih tua setahun darinya itu menyodorkan helm padanya dan Ten mengenakannya.

FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang