Bab 16- Ternyata Tak Semudah Itu

45 18 0
                                    

Damar bangkit menghampiri Kamila yang tidak bergerak ke mana-mana. Masih di depan pintu sambil memandangi semua orang yang duduk di ruang tamu.

“Mbak?” Damar menyentuh bahu Kamila, menuntunnya untuk duduk. “Duduk dulu, ada yang mau kita omongin soal kecelakaannya Mas Fajar.”

Kamila melirik Damar cepat. Dua plastik belanjaan di tangannya beralih ke tangan Damar dan diletakkan di dekat lemari hias. Damar menuntunnya pelan lantas mendudukkannya di sofa panjang bersama Anggun.

Damar duduk, berbicara pada Kamila. “Ini Bang Bimo, Mbak. Polisi yang pernah kerja sama dengan Almarhum Mas Fajar.” Kamila tidak bereaksi apa-apa. Diam dan mendengarkan, adalah mimik yang sudah menjadi ciri khas kakaknya. Kecuali topik tertentu yang menuntutnya untuk bicara gamblang. “Mbak Mila pernah ketemu Bang Bimo?”

Pernah. Satu kali saat Bimo datang menjemput Fajar ke rumahnya. Tidak ada kontak langsung, karena mereka langsung pergi entah ke mana tanpa berpamitan dengan Kamila. Akan tetapi, Kamila tidak mengaku pada Damar. Ia hanya melihat Bimo sebentar lalu menggeleng.

“Aku udah ngobrol banyak sama Bang Bimo soal Mas Fajar. Kebetulan kita memang udah kenal lama, sama-sama nggak nyangka kalau ternyata kita punya hubungan sama Mas Fajar.”

Bimo sedikit maju membungkuk untuk menekan puntung rokoknya di asbak hingga padam. Kemudian punggungnya bersandar pada sofa. Ia berdeham satu kali sembari memandangi Kamila.

“Jadi, Bang Bimo sangaja aku minta datang ke rumah untuk jelasin sesuatu sama Mbak.” Damar melirik Bimo, mengisyaratkan agar mengatakan sesuatu sesuai dengan kesepakatan mereka sebelumnya.

“Saya dengar dari Damar, katanya kamu mencurigai seseorang sengaja menabrak Fajar, membuat seolah-olah Fajar menjadi korban tabrak lari.”

Antara bertanya atau pernyataan, Kamila bingung mengategorikan kalimat Bimo sebagai apa.

“Sebelumnya, hubungan saya dengan Fajar cukup dekat. Kita sama-sama menyelidiki kasus peredaran narkoba di Jawa Timur bersama beberapa jurnalis dan polisi lain. Tapi kita mengambil porsi lebih banyak dalam kasus ini.” Bimo tidak lagi bersandar, punggungnya sedikit membungkuk, kedua lengannya bertumpu di atas paha. “Saya turut menyesal dengan kejadian yang menimpa Fajar. Kamu pasti sangat kehilangan orang yang kamu cintai, Kamila.”

“Sudah ketemu siapa pelakunya?” Pertanyaan Kamila begitu cepat dan tepat sasaran.

Damar dan Bimo berpandangan. Sementara Anggun melihat ekspresi Kamila yang terkesan tidak sabar.

“Mbak, Bang Bimo ke sini bukan—

“Damar,” potong Bimo. “Biar saya aja yang jelasin ke mbak kamu.”

Damar mengangguk setuju.

“Pada malam terjadinya kecelakaan, tidak ada saksi lain kecuali kamu sendiri di seberang jalan, menyaksikan peristiwa itu. Sulit bagi polisi untuk mencari tahu siapa pelakunya kalau tidak ada nomor plat kendaraan. Paling tidak, ciri-ciri mobilnya.”

“Aku tahu ciri-cirinya,” tukas Kamila cepat. “Mobil boks warna hitam, ada tulisan di sisi samping boksnya. Diamond Cargo.”

Ketiga orang itu terdiam. Damar terkejut begitupun dengan Bimo. Namun, reaksi Damar lebih tertarik dibanding Bimo.

“Mbak Mila kenapa baru bilang sekarang? Kemarin-kemarin kenapa nggak kasih tahu aku?” protes Damar.

“Mbak baru ingat,” jawabnya. “Tadi pulang dari Sevenmart, Mbak ketemu sama gadis bernama Kiki. Sebelumnya dia bekerja sebagai juru parkir di Sevenmart, di jalan yang menjadi lokasi kecelakaan. Dan dia … membantuku mengingat ciri-ciri mobilnya.”

GARIS DARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang