Memutar otaknya, dia merasa suara itu mirip dengan nada dering dari aplikasi yang biasa dia gunakan. Tapi itu tidak mungkin karena dia kehilangan ponselnya kemarin.

"Oh!"

Sooji meraih suara di bawah sofanya. Bagaimanapun, itu adalah ponselnya.

"Ponselku. Sepertinya aku meninggalkannya di rumah kemarin."

"Menyedihkan." Myungsoo menghela napas putus asa.

Sooji melihat ke layar panggilan masuk. Nama "Soojung" muncul. Saat dia menekan tombol jawab, sebuah suara yang diwarnai dengan kemarahan dan kelegaan terdengar dari teleponnya.

"Sooji! Aku sangat khawatir! Apa kau baik-baik saja? Apa kau pulang dengan selamat?"

"Hah? Ah, ya! Ada apa? Tiba-tiba..."

"Kau memberitahuku ada apa? Kunci rumahmu kemarin tertinggal di toko! Aku menelepon kemarin tetapi entah bagaimana  itu tidak bisa terhubung. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa!"

Sooji mengernyit melihat kekhawatiran histeris temannya. Tapi untungnya, kuncinya ada pada Soojung. Dia menjelaskan bahwa dia mengganti kuncinya, dan ponsel yang dia pikir hilang ada di rumahnya selama ini. Soojung menghela napas lega.

"Kau canggung seperti biasa. Jadi kau tidur dimana kemarin? Jangan bilang kau tidur di luar?"

"Itu..."

Sambil ragu-ragu, Sooji mengalihkan pandangannya ke Myungsoo yang juga memperhatikannya. Wajahnya sedikit memucat.

"Maaf. Aku akan memberitahumu lain kali..."

Sooji mengakhiri panggilan pada saat itu juga. Dia merasa seperti Soojung mengatakan sesuatu di ujung sana tetapi dia pura-pura tidak mendengarnya.

Kemudian dia kembali ke kenyataan di depannya. Myungsoo masih menatapnya.

"Bagaimana kalau kita lanjutkan kalau begitu?"

"Tidak!"

Kali ini, dengan mengerahkan seluruh kekuatannya, dia mendorong Myungsoo dengan sekuat tenaga.

---

"Orang yang tadi... adalah seorang gadis, 'kan?"

Myungsoo bertanya sambil memakai sepatunya di pintu masuk. Meskipun dia bisa memakainya sembarangan karena dia tinggal di sebelah, dia masih mengikat sepatunya dengan benar.

Sooji memelototi Myungsoo yang sedang duduk di pintu masuk.

"Ya. Dan?"

"Orang yang kau ajak kencan kemarin, apa itu orang yang sama dengan yang sebelumnya?"

Sooji mengangguk.

"Apa kau pergi dengan orang lain selain orang itu?"

"Kemarin? Tidak, hanya dengan Soojung."

"Jadi begitu..."

Sooji merasa suara Myungsoo ditutupi dengan kelegaan. Myungsoo kemudian menghadapnya setelah selesai mengikat sepatunya.

"Aku lega."

"Eh? Tentang apa?"

"Orang yang minum denganmu kemarin adalah seorang wanita. Aku pikir kau minum dengan seorang pria sampai beberapa waktu yang lalu... Terlebih lagi, pria itu sudah menikah dan kau berselingkuh dengannya."

"S–Selingkuh!?"

Sooji bingung dengan kesalahpahaman yang tak terduga. Myungsoo mengerutkan hidungnya saat dia mengangkat tepi kacamatanya.

"Aku senang aku salah paham. Aku pikir aku telah jatuh cinta dengan seseorang yang melakukan perzinahan dan tidak bisa melakukan manajemen risiko."

"Manajemen risiko..."

Sooji merasa lega mengetahui bahwa orang ini memikirkan cinta dengan benar. Mungkin bagi Myungsoo, cinta itu seperti penggabungan dua perusahaan. Jadi, Sooji bisa memahami ketertarikannya pada tipe idealnya. Tapi jika itu yang sebenarnya Myungsoo pikirkan, maka Sooji tidak akan pernah jatuh cinta padanya. Karena cara pandang mereka sangat berbeda.

"Um..."

Sooji hendak memberitahunya tapi dia tiba-tiba melihat telinga Myungsoo. Warnanya semerah tomat.

"Merah. Telingamu merah, tahu..."

Myungsoo menjauh dengan panik lalu berbalik menghadap Sooji. Melihat punggungnya, sebuah pikiran terlintas di benak Sooji.

"Mungkinkah... kau cemburu?"

"..."

"Kim Myungsoo?"

"...Bukankah itu sudah jelas! Bukankah aku sudah memberitahumu bahwa aku tidak suka melihatmu berbicara dengan karyawan pria yang lain?"

Mata Sooji menatap punggungnya dengan heran. Beberapa waktu lalu dia santai tapi sekarang dia sedikit berbeda seperti dia adalah orang lain. Sooji tidak bisa melihatnya tapi mungkin Myungsoo cemas. Menyadari hal ini, Sooji merasa mereka menjadi sedikit lebih dekat.

"Kalau begitu, aku pergi."

"Oke."

Sooji menyaksikan Myungsoo mundur saat dia pergi. Tapi baru saja dia akan menutup pintu, pria itu berbalik. Wajahnya tampak tenang seperti biasanya.

"Terima kasih atas traktirannya. Itu enak sekali..."

Sambil berkata demikian, Myungsoo dengan santai mengetuk bibirnya. Sooji membanting pintu hingga tertutup saat wajahnya memerah.

11 September 2023

Mr. Perfectly Fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang