Sacrificial Strokes: The Artist's Heart

26 0 0
                                    


Chapter 8

Dylan berjalan bersama Alex di pameran tiga dimensi Adrian, mengamati setiap karya seni dengan penuh antusiasme. Mereka berhenti di depan sebuah vas gerabah yang indah, dan Dylan pun mulai membahas tentang bunga yang cocok untuk ditaruh di dalamnya.

"Aku pikir bunga matahari akan sangat cocok di vas gerabah ini. Warnanya akan memberikan sentuhan ceria dan semangat," ujar Dylan.

Alex setuju dengan senyum. "Kamu benar, Dylan. Bunga matahari akan sangat indah di vas ini. Aku tahu tempat yang tepat untuk mendapatkan bunga-bunga segar yang cantik. Besok, bagaimana kalau kita pergi ke toko bunga itu bersama-sama?"

Dylan merasa senang dengan ajakan Alex dan dengan cepat menyetujuinya. "Tentu, itu akan menyenangkan."

Setelah berdiskusi tentang bunga, Alex harus meninggalkan Dylan untuk berbicara dengan para pengunjung yang tertarik dengan karyanya. Dylan pun memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian, mengitari pameran tiga dimensi Adrian.

Tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah patung yang sangat menarik perhatiannya. Patung itu menggambarkan seorang putri dengan wajah yang penuh cinta dan matanya penuh pengorbanan. Di dadanya, terdapat sebuah tusukan yang melambangkan cinta dan perlindungan yang mendalam.

Dylan merasa tersentuh oleh patung itu dan merasa ada sesuatu yang sangat mendalam terkait dengan cerita di balik karya itu. Ia merasa terusik oleh patung tersebut dan mengingatkannya pada perasaan yang rumit yang ia simpan sendiri di dalam hatinya.

Tiba-tiba, air mata mengalir di pipi Dylan, dan dia merasa kesedihan yang mendalam menyelimuti hatinya. Dia merasa terluka oleh kisah patung itu yang tampak begitu mirip dengan perasaannya sendiri. Di balik senyumnya yang tampak cerah, sebenarnya ada beban yang sangat berat yang dia simpan.

Adrian, yang melihat Dylan menangis sendirian di dekat patung, mendekatinya dengan cepat. Dia memahami bahwa ada sesuatu yang membuat Dylan sedih, dan dia ingin memberikan dukungan.

Dia dengan lembut memeluk Dylan, memberi kenyamanan dan kehangatan. "Apa yang terjadi, Dylan? Kenapa kamu menangis?"

Dylan mencoba menahan tangisnya, tetapi akhirnya, dia terbuka kepada Adrian. "Aku hanya teringat tentang hal-hal di masa laluku, tentang cinta, dan tentang bagaimana hidup bisa begitu rumit."

Adrian dengan penuh pengertian membiarkan Dylan mengekspresikan perasaannya. Dia tahu bahwa ada banyak rahasia yang Dylan sembunyikan, tetapi dia tidak ingin memaksa untuk mengetahui semuanya jika Dylan belum siap untuk berbicara.

"Kamu tidak sendirian, Dylan. Aku akan selalu ada untukmu, dan kita bisa melewati semua ini bersama-sama," ujar Adrian dengan lembut.

Dylan merasa hangat dengan dukungan Adrian, tetapi dia masih merasa takut untuk mengungkapkan penyakitnya dan beban yang dia bawa. Dia tidak ingin melihat Adrian terluka atau khawatir tentang masa depannya yang belum pasti.

Dia tersenyum palsu dan mengusap air mata yang masih menetes di pipinya. "Aku baik-baik saja, Adrian. Terima kasih atas dukungannya."

Adrian merasa ada yang disembunyikan oleh Dylan, tetapi dia memilih untuk menghormati privasinya. Dia hanya ingin membuat Dylan merasa aman dan dicintai.

Mereka berdua melanjutkan berjalan-jalan di pameran, sementara di hati masing-masing, ada kisah yang belum terungkap sepenuhnya. Hanya waktu yang bisa mengungkapkan segalanya, dan sementara itu, Adrian akan tetap mendukung dan mencintai Dylan, tanpa memandang masa lalu atau masa depan.

Jejak Warna CintaWhere stories live. Discover now