HIS SIXTH LIFE

269 48 2
                                    

Song: Daylight—David Khusner

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Song: Daylight—David Khusner

...

Islington—Greater London, United Kingdom, autumn 1951.

J I K A paham bahwa kehidupan seberat ini, seorang Nunew Ellis tak ingin dilahirkan.

Berat? Bukankah ia seorang keturunan konglomerat, berpendidikan tinggi, serta terlahir dengan paras sempurna?

Itulah yang membuat kehidupan Nunew berat. Terbesit dalam benaknya bahwa lebih baik hidup di tengah-tengah keluarga sederhana dan penuh kedamaian. Tanpa tuntutan, dan ekspektasi setinggi langit.

Mengalir layaknya air sungai—kadang bergelombang, dan terkadang mengalir tenang terbawa arah angin. Penuh manfaat dan keindahan.

Omong-omong tentang sungai, lihat betapa indah dan menenangkan sungai dihadapannya saat ini. Kegiatan rutin yang Nunew lakukan saat tengah dilanda beban hebat, dan tak dapat dicerna otak! Ia akan sejenak melipir ke kawasan taman kota, dan termenung sampai berjam-jam, hanya sebatas untuk memandangi arus sungai yang mengalir lambat.

“Merasa masih kurang baik?”

Dan kali ini sedikit berbeda. Ketika biasanya ia akan terdiam diri sendirian, kali ini ia beruntung karena bertemu tanpa sengaja dengan sosok asing yang mengaku bernama Zee Newell. Pria dengan rona kulit pucat itu benar-benar seperti wadah yang siap menampung keluh kesahnya.

Memandangi wajahnya tanpa arti yang jelas, dan berulang kali bertanya tentang keadaannya. Well, sepertinya ia memang terlihat buruk.

Tidak tidur hampir empat malam, kurang makan, dan tak lagi peduli dengan kebersihan tubuh.

Nunew menggeleng sendu. Jari-jarinya tangannya mengepal dibalik saku mantel. “Aku hanya lelah.” Biarlah ia akan disebut sebagai manusia bodoh sebab terlalu banyak berbicara dengan orang asing. Namun ini memang terlalu berat! “Lelah sekali.”

“Kau memiliki masalah keluarga? Seorang ibu tiri yang jahat? Atau suatu hal lain?” Zee mengutarakan pertanyaan panjang itu dalam satu tarikan nafas. “Ada seseorang yang mengancam kehidupanmu?”

Nunew terkekeh getir. Keluarga? Bisa jadi. Mengancam kehidupan? Sepertinya begitu. Apa sebuah perjodohan yang tak ia kehendaki termasuk dalam masalah keluarga dan mengancam kehidupan?

“Pernahkah kau terjebak dalam takdir yang tak kau kehendaki, Tuan Zee?” tanya Nunew lirih. Angin dingin musim gugur membuat ujung hidungnya kemerahan—memperparah penampilannya yang penuh keputusasaan.

Zee tampak terdiam. Pria itu seperti seorang cinnamon yang berwibawa. Layaknya pangeran dongeng yang sengaja di patri menjadi nyata. Tubuh tegap, berpadu indah dengan garis wajah rupawan. Semuanya terbalut dalam busana kuno yang menawan. Pernahkan ia terjebak dalam takdir yang tak ia kehendaki?

IN SEVEN • ZEENUNEW | ENDWhere stories live. Discover now