Zee spontan mendelik. Ia sampai buru-buru berjongkok, kemudian mencekal pergelangan bocah sialan itu dengan tatapan maut. “Jangan berkata yang tidak-tidak.”

“Kau terlalu pucat, Tuan. Jadi persis seperti vampir di dalam cerita Young Earl Rowenne.”

Astaga buruk! Zee mengeratkan rahangnya samar. Ia menatap sepasang iris gelap itu lekat. “Itu legenda. Jadi jangan sekali-kali menganggap ku vampir.” Ia menekankan. Ia berniat menetap di wilayah ini beberapa pekan, omong-omong. Jadi akan sangat berbahaya jika bocah itu masih menganggapnya seorang vampir, kemudian menggembor-gemborkan jati dirinya. Orang-orang akan menangkapnya, kemudian membakarnya hidup-hidup nanti!

Bocah itu mengangguk dengan tampang lugu.

“Bagus—”

“Rone! Mengapa malah berdiri di sana?! Ayo kembali bermain!”

Zee sebenarnya enggan memperhatikan asal suara melengking yang baru saja mengalun. Namun, mendadak berubah ketika suara gelak tawa lembut mengalun samar, setelahnya.

Cekalan pada pergelangan tangan bocah jahil dihadapannya terlepas, saat Zee mendadak terbelalak hebat. Sepasang iris ruby miliknya sempat menyala sengit, tanda keterkejutan teramat sangat! Ia bahkan tak perlu repot-repot menyipitkan mata guna melihat siapa gerangan pemilik suara lembut itu.

Di jarak yang tak cukup jauh, berdiri sosok dengan siluet putih yang amat familiar. Surai kelam dan pekat yang tak berubah sedikitpun. Berdiri dengan senyum lebar dalam balutan busana khas kebangsawanan.

“Rone, sedang berbicara dengan siapa, hm?”

Angan Zee meledak hebat. Amat sangat tak sanggup menatap sepasang hazel yang begitu amat ia rindukan itu—bahkan setelah sosok itu telah berada begitu dekat dengannya.

“Tuan ini menabrak ku tadi. Tapi tidak mau meminta maaf. Nakal sekali bukan, Young Earl?” Bocah kecil bernama Rone itu mengadu. Bergerak menjauhi Zee, kemudian berdiri si samping sosok bocah kumuh yang lain.

Sosok yang terlihat cantik itu mengulas senyum penuh penyesalan. “Aku meminta maaf, atas nama Rone, Sir.”

Zee tak langsung merespon. Pikirannya berkecamuk kacau. Wajah putih itu diamati sampai lamat. Kali ini kau terlahir dari keluarga mana, Nu? Apakah dari keluarga bangsawan yang keji, selayaknya kehidupan mu yang lalu?

Tak kunjung mendapatkan respon, sosok Young Earl itu memiringkan kepala. “Sir?”

“Siapa kau?” Sejujurnya pertanyaan itu terlontar dari belah bibir Zee tanpa sadar—ia seolah tak lagi dapaat memikirkan apapun, selain keingintahuannya atas sosok Nunew di kehidupan kali ini.

Young Earl itu berdahem canggung, kemudian merapikan gestur tubuhnya agar semakin tegak. “Aa ... maaf, maaf. Salam kenal, Sir. Aku Young Earl Nunew Rowenne.”

Sepertinya pria pucat dengan matel kuno kecoklatan itu adalah seorang pendatang, hingga sampai tak mengenalnya.

Terlihat polos dan lugu. Dengan nama manis yang sama! Kedipan mata Zee memelan. Young Earl? Apakah kau akan bernasib sama dengan kemalangan yang kau terima dulu, Nu? Berpikir bahwa pertanyaannya tercetus tidak sopan, Zee buru-buru membungkuk sekilas. “Maaf, atas kelancangan ku.”

“Bukan masalah.” Young Earl bernama Nunew itu menggeleng pelan. “Anda seorang pendatang?”

“Ya.”

Ouh, selamat datang di wilayah Flint County kalau begitu.” Apa dirinya terlihat menyebalkan? Batin Nunew. Ia memang sulit menjadi elegan—yeah, itulah yang sering orang-orang kastil katakan. Apa salahnya menjadi berwarna, bukan? Hidupnya sudah cukup kelabu. Penuh batasan karena nasib sialan! Setidaknya, secuil memori atas kehadiran di muka bumi, akan tertanam di benak semua orang yang pernah ia temui.

IN SEVEN • ZEENUNEW | ENDWhere stories live. Discover now