[3]

263 58 3
                                    

Jisoo ragu mengucapkan janji pernikahannya. Benar. Kim Jisoo kini sudah rapi dengan setelan jas putih. Disamping kirinya ada sang ibu yang mengangguk lembut memberitahunya untuk segera melangsungkan janji pernikahan.

Dia bergeming. Heran dengan kelakuan orang-orang yang mengelilinginya. Apa mereka menutup mata bahwa ada seseorang yang masih terbaring tidak berdaya di antara mereka?

Hyun Bin berdeham. "Segeralah Jisoo-ya, apalagi yang kau tunggu."

"Apa tidak sebaiknya menunggu Jennie sampai pulih lebih dulu baru dilangsungkan pernikahan ini?"

"Jisoo-ya, lebih cepat lebih baik. Sebelum perut Jennie semakin membesar dan menimbulkan desas-desus yang buruk. Aku tidak ingin hal itu terjadi." Hyun Bin menekankan semua perkataannya sambil menatap calon menantunya itu.

Jisoo memejam, lalu mendesah. Dia memandangi lagi wajah Jennie di samping kanannya, yang masih terbaring lelap di singgasananya. Mereka akan melangsungkan pernikahan di ruangan area terlarang gedung Kim Company.

Sebenarnya yang membuat enggan adalah... bahwa setelah dia mengucap janji pernikahan, kehidupannya benar-benar akan berakhir.  Dia harus memulai sisa hidupnya sebagai pengganti ingatan orang lain, kendati itu kakaknya sendiri. Tetapi, melihat wajah Jennie yang kian memucat setiap harinya, membuat hati Jisoo lara. Tubuh ringkihnya ditambah ada makhluk lain yang sedang bertumbuh juga membuatnya sungguh gelisah.

Sebenarnya seperti apa Jihoon mengurus tambatan hatinya itu dulu? Apakah tidak terurus dengan baik? Wanita secantik Jennie seharusnya memiliki pipi penuh yang merona.

Lalu, ketakutan pun merayapi tubuhnya. Dia takut, jalan yang dia ambil ini akan lebih melukai Jennie dibanding kenyataan dia telah kehilangan Jihoon yang dicintainya—jika Jihoon tidak tertolong.

"Jisoo-ya."

Panggilan lembut dari sang ibu membawanya kembali ke realita. Jisoo menoleh, dia mendapati sorot mata yang tiba-tiba menenangkan. "Eomma tahu pasti ini berat untukmu. Tapi kau akan menolong dua nyawa sekaligus, Jisoo-ya. Jennie membutuhkanmu."

Kembali Jisoo meluruskan pandangannya. Dia menatap calon mertuanya di depannya kemudian menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Kemudian mulutnya dengan sedikit getar mulai mengucapkan janji pernikahan mereka berdua.

Dan dimulailah kehidupan baru Jisoo setelah kedua bibir kenyal mereka menyatu dengan lembut di area terlarang Kim Company.

***

"Jennie akan segera dipindahkan ke rumah sakit sesuai permintaanmu, Jisoo-ya. Kau bisa mendampinginya sekarang." Ujar Hyun Bin selepas mereka keluar ruangan. Prosesi pernikahan mereka berjalan lancar dengan penyesuaian mengingat kondisi mempelai perempuannya, dengan lantang Jisoo mengucapkannya sekali tanpa kesalahan.

Mendapati tidak ada sahutan dari sang menantu, Hyun Bin berbalik, menatapnya dengan tatapan ganjil. "Sekarang aku harus membiasakan diri menganggapmu sebagai menantu keluarga Kim." Ujarnya.

Jisoo membuang muka. Iya dia tahu. Kehidupan baru sebagai menantu keluarga Kim dimulai dari sekarang. Tapi rasa asing masih menghinggapi hatinya. Semua terlalu tercepat terjadi.

"Jisoo-ya, jangan membuat istrimu menunggu terlalu lama."

Apalagi dengan sebutan itu, istri? Telinga Jisoo mentah-mentah menolak kata itu. Tapi mau bagaimana lagi, janji pernikahan sudah dikatakan dan dia benar-benar menyerahkan hidupnya. Kim Jisoo, kau sudah berakhir.

"Nde." Dengan lesu, Jisoo, kembali masuk ke ruang area terlarang. Mulai sekarang, aku sudah menjadi suami dari seorang Kim Jennie.

Di dalam, sudah ada beberapa petugas kesehatan dan sebuah brankar. Dari baju yang mereka kenakan, Jisoo tahu akan dipindahkan kemana istri barunya itu. Tentu, Kim's Hospital menjadi tujuannya. Sebab itu, Hyun Bin mampu membangun area terlarang dengan teknologi kesehatan yang mutakhir. Namun bagi Jisoo, rumah sakit tetap lah menjadi tempat perawatan yang baik, lebih banyak yang siap sedia di sana. Dan yang paling penting, tidak membuat Jennie seperti sedang dikurung.

Entah tergerak oleh apa, Jisoo segera mendekat saat melihat istrinya yang akan diangkat oleh salah satu petugas—proses evakuasi tentunya.

"Biar aku saja." Dia menahan tangan yang akan menyentuh sang istri.

Jisoo mengangkat tubuh Jennie dengan hati-hati lalu meletakkannya di brankar. Dia membenahi selimut, memastikan tubuh Jennie tertutup dengan hangat. Tindakan inisiatifnya, diam-diam mendapat senyuman lebar dari sang mertua.

Perjalanan dari Kim Company menuju rumah sakit tidak memakan waktu yang lama, 30 menit kemudian mereka sampai di rumah sakit.

Sebuah ruangan layaknya sebuah unit apartemen sudah disiapkan untuk Jennie. Sesampainya di ruang rawat itu, semua dokter ahli berdatangan secara bergantian. Mereka memberi hormat takzim dan saling memikat Kim Hyun Bin dengan berkata mereka akan mengurus putrinya sebaik mungkin.

Hyun Bin hanya berespon sekadarnya. Pandangannya sudah beberapa menit lalu terpaku kepada Jisoo yang ada di seberang depannya.

Menampilkan wajah serius, Jisoo terus menanyai prosefor obsidian tentang kondisi Jennie dan juga janinnya. Hati Hyun Bin menghangat. Dia tidak salah mengambil keputusan besar ini melihat Jisoo yang menaruh perhatian terhadap putri semata wayangnya itu.

"Beruntung Nyonya Jennie segera dibawa ke rumah sakit. Saya mengkhawatirkan nutrisinya. Kita akan membantunya dengan beberapa obat. Setelah dia pulih, tolong perhatikan asupan gizinya, Tuan Kim." Bola mata Jisoo melebar, asing sekali dengan panggilan yang dilontarkan dokter itu. Apakah ini rasanya menjadi bagian keluarga konglomerat, Kim Company?

Fokus. Kembali kepada kondisi Jennie. Tentu, Jisoo memerhatikan hal itu sejak pertama kali melihat istrinya. Tubuh ringkihnya benar-benar membuat pilu.

"Tuan Kim tenang saja, kami akan sebaik mungkin merawat Nyonya Jennie." Ucap dokter lagi mendapati wajah Jisoo yang masih terlihat cemas.

"Nde, gomawo, euisanim. Aku mempercayaimu." Jisoo mengangguk. "Dan... cukup panggil aku Jisoo, tidak perlu menggunakan embel-embel lainnya." Ucapnya lagi.

Dokter di depannya tersentak. "Ah, andwae. Saya tidak akan berani—"

"Aku hanya keluarga pasien. Jebal." Sebelum sang dokter menyelesaikan kalimatnya, Jisoo menyela.

Sang dokter pasrah, dia luluh hanya karena sorot hangat dan senyum tulus dari sosok lelaki di depannya.

"Baiklah, Jisoo-ssi." Dokter wanita itu turut tersenyum. "Silakan kau bisa ikut denganku untuk melihat kondisi janin. Pasti calon appa ini penasaran dengan kondisi anaknya bukan?"

Jisoo mengangguk canggung.

Dan Jisoo melihat makhluk hidup kecil yang sedang bertumbuh. Masih terlihat kecil, setidaknya sebesar kacang tanah dengan panjang sekitar 1,6 cm. tampilan wajahnya mulai terbentuk, dengan hidung dan kelopak mata yang mulai nampak. Tungkainya pun mulai memanjang. Jisoo hanya bisa memandanginya dengan takjub.

"Kondisi janinnya baik dan pertumbuhannya juga baik. Sepertinya kau akan memiliki putra yang tampan."

"Apa jenis kelaminnya sudah jelas terlihat, euisanim?" Tanya Jisoo penasaran.

"Belum terlalu kelihatan, Jisoo-ssi. Alat kelaminnya masih berkembang. Kita bisa lihat lagi pada pemeriksaan selanjutnya ne."

Sunyi menjeda beberapa saat. Dokter masih sibuk memeriksa. Pada kesempatan itu, Jisoo mencuri pandang kepada istrinya yang belum juga terbangun, padahal obat bius yang digunakan untuk menidurkannya sudah tidak diberikan lagi. Jisoo masih harus bersabar menunggu, dengan cemas tentunya.

Kini perempuan yang terbaring itu sudah menjadi tanggungjawabnya. Janji suci sudah dia katakan atas nama Tuhan.

"Sebelum saya kembali apa ada yang ingin ditanyakan, Jisoo-ssi?" Pertanyaa dokter sedikit menyentak Jisoo. Dia segera memutus pandangannya yang terfokus ke arah sang istri.

"Eoh? Ti-tidak ada, euisanim." Jisoo menggeleng sopan. Kemudian dia turut mengantar dokter hingga di ambang pintu.

Setelahnya, Jisoo terlihat bingung. Apa yang harus dia lakukan? Kini di ruangan besar itu hanya ada dia dan Jennie, istrinya.

Ditengah kebingungan itu, perlahan Jisoo mendekat. Sepertinya Kim Jennie memiliki daya pikat yang terus membuatnya mendekat tanpa sadar.

Dan setelahnya, Jisoo hanya memandangi wajah Jennie sampai dia ikut memejamkan mata dengan tangan yang saling bertaut.


{}.

heal meWhere stories live. Discover now