Chapter 14: Kisah Sebenarnya

Start from the beginning
                                    

Segera gadis itu membuka pintu kamarnya, bersiap untuk menjelajah di tahun ketika orang yang dicintainya itu masih hidup.

Ketika Anna menuruni tangga menuju bawah, pandangannya langsung tertuju pada sebuah figura foto yang terpajang dengan rapi di dinding pojok dekat tangga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ketika Anna menuruni tangga menuju bawah, pandangannya langsung tertuju pada sebuah figura foto yang terpajang dengan rapi di dinding pojok dekat tangga.

Dengan hati-hati Anna menyentuh foto usang tersebut sambil menajamkan penglihatannya, dan betapa terkejutnya ketika ia mengenali siapa sosok yang berdiri di samping Jayden.

Ya, Dimas. Kakak kelasnya yang sempat ia kagumi dan akhir-akhir ini juga tengah berusaha mendekati dirinya. Jelas Anna mengerutkan keningnya. Tak menyangka jika ternyata semua orang yang berada di dekatnya dan ia kenal saat ini ternyata hidup di lini masa yang sama dengannya di kehidupan lampau.

"Apa jangan-jangan dia juga mengingat masa lalunya seperti dukun itu? Apalagi kak Dimas juga terlihat sangat mencurigakan akhir-akhir ini." Anna hanya bisa bergumam sendiri sambil terus menatap foto tersebut.

Senyumannya entah mengapa langsung mengembang ketika ia menatap wajah Jayden. Tangan kanannya dengan perlahan mengusap wajah Jayden, menghadirkan perasaan campur aduk yang tiba-tiba saja sulit diartikan.

"Isakh, ke sini sebentar. Mulai hari ini ada keluarga yang akan tinggal bersama kita. Ini Pak Malik, yang akan menjadi supir papa dan membantu pekerjaan papa di luar. Sedangkan istrinya akan membantu pekerjaan rumah. Dan itu dua anaknya, namanya Arka dan Mala." Ayah Jayden dengan ramah memperkenalkan keluarga pak Malik kepada Isakh, dan Isakh membalasnya dengan cara membungkuk sopan.

Anna yang melihat kejadian lampau dari lantai atas itu sontak tersenyum hangat, ia melihat Mala ketika itu tengah tersipu malu ketika memandang Isakh, begitu pula sebaliknya.

Setelah perkenalan selesai, Anna berjalan turun dan mengikuti kemana mereka pergi. Ayah, ibu dan kakaknya pergi ke kamar baru mereka, sedangkan Isakh mengajak Mala pergi ke taman belakang.

"Tidak usah sungkan padaku selama kau tinggal di rumahku. Aku jamin keluargaku ini keluarga yang baik. Tidak seperti bangsa netherland lainnya." Ucap Isakh sambil tersenyum manis pada teman barunya itu.

"Bahasa Indonesiamu ternyata lancar sekali. Awalnya kupikir aku akan kesulitan berbicara denganmu. Tapi ternyata tidak." Jawab Mala antusias, karena baru pertama kali ini ia diajak bicara dengan bahasa yang ia mengerti oleh orang Belanda seperti Isakh.

"Tentu bahasaku sudah fasih. Aku berusaha rajin belajar agar aku bisa berteman dengan orang-orang pribumi selama tinggal di sini." Senyum Isakh kembali mengembang, memperlihatkan kedua lesung pipi yang mampu menghipnotis Mala dan juga Anna yang masih berada di sana.

Jantung Mala berdetak lebih cepat dari biasanya, dan saat itu sebenarnya ia menyadari jika dirinya sudah jatuh cinta pada pandangan pertama pada lelaki Belanda itu.

"Ah, tadi aku belum sempat berkenalan secara langsung padamu. Perkenalkan, namaku Isakh Jayden. Kau panggil saja aku dengan nama Isakh." Sambil terus tersenyum manis, Isakh mengulurkan tangan kanannya, berniat untuk mengajak Mala bersalaman.

Mala mengangguk dan membalas uluran tangan Isakh. "Namaku Alanna Batari Kamala. Panggil saja Mala."

Ketika keduanya bersalaman sambil menatap mata satu sama lain dengan senyuman yang tengah terkembang dari keduanya, tiba-tiba saja pandangan Anna menjadi buram sejenak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ketika keduanya bersalaman sambil menatap mata satu sama lain dengan senyuman yang tengah terkembang dari keduanya, tiba-tiba saja pandangan Anna menjadi buram sejenak. Ia berusaha mengucek kedua matanya, dan kini ia sudah berada di halaman depan seorang diri. Ia sudah tak melihat sosok Mala maupun Isakh di hadapannya.

Anna bingung bagaimana alur ceritanya tiba-tiba berubah cepat seperti ini, namun di satu sisi ia sebenarnya mulai mencurigai Yudha. Sepertinya Yudha memang tidak menyukai hubungan Isakh dan Mala. Bisa jadi juga Yudha merupakan dalang dibalik semua ini dan menjadi tersangka utama pembunuhan mereka.

"Arka, kudengar kau sekeluarga pindah ke rumah orang Belanda? Rupanya benar. Kukira kemarin aku salah dengar. Apa orang Belandanya baik?"

Anna terkejut mendengar suara yang sangat tidak asing di telinganya. Dengan cepat ia langsung mencari ke arah sumber suara, dan ia melihat ada Juanㅡkakaknya,  sedang mengobrol bersama beberapa kawannya di seberang jalan.

Betapa terkejutnya ketika ia melihat sosok Dimas, Tio dan bahkan Yudha dalam satu tempat yang sama bersama kakaknya.

"Wah, aku benar-benar merinding! Ternyata kita semua memang saling mengenal di kehidupan lampau kita. Aku hanya belum bisa memercayai apa yang ku lihat saat ini. Tapi yang pasti, tersangka utamanya jelas berada di antara mereka." Batin Anna dalam hati.

Anna yang penasaran dengan obrolan mereka berempat, memilih berjalan mendekat sembari bersembunyi di sebuah pohon besar yang ada di halaman depan rumah Isakh, meskipun sebenarnya tanpa bersembunyi pun mereka tak akan bisa melihat keberadaan Anna.

"Sepertinya keluarga ini baik. Hanya saja anak dari orang Belanda ini menaruh perhatian pada adikku, dan adikku pun saat ini sepertinya masih asyik berduaan dengannya. Ah, iya. Nama anak itu Isakh, seumuran dengan kita." Arka berucap dengan nada santai, namun ekspresi ketiga temannya tiba-tiba berubah.

Tio terlihat tengah mendengus sebal, lain halnya dengan Yudha yang memperlihatkan senyum tipisnya namun terlihat terlalu dipaksakan, sedangkan Dimas benar-benar tanpa ekspresi.

Anna mengerutkan keningnya. Ekspresi Dimas sulit dibaca olehnya. Seakan ada hawa mencekam yang mengiringi perubahan emosi Dimas, dan lelaki itu terlihat menakutkan di matanya.

Anna kembali bergumam pelan sambil berusaha memikirkan segala kemungkinan. "Kak Dimas dan si dukun itu adalah dua orang yang aku yakini sebagai tersangka utama. Gelagat keduanya benar-benar mencurigakan. Oke, fokusku di sini adalah mereka berdua."

"Setampan apa lelaki non pribumi itu sampai membuat adikmu tertarik? Aku yang selama ini berusaha mendekati Mala saja tak pernah bisa mendapatkan hatinya." Dimasㅡketika itu bernama Wiryan, yang sejak tadi terdiam pun membuka suara. Kedua tangannya mengepal kuat, memperlihatkan otot-ototnya yang menonjol ke luar.

Yudhaㅡyang ketika itu bernama Bima, hanya bisa menghela napas kasar melihat emosi Wiryan yang tengah meluap. Sama halnya dengan Wiryan, dirinya sendiri sebenarnya juga memendam perasaan suka pada Mala dan hampir menjalin hubungan serius, tapi tak mampu ia ucapkan karena ia ingin menghindari konflik. Apalagi ia harus bersaing dengan kawan dekatnya, siapa lagi jika bukan Wiryan dan Hatta. Yudha hanya tak mau pertemanan mereka rusak.

Bisa ditarik kesimpulan jika ketiga lelaki pribumi itu tengah menaksir wanita yang sama, yakni adik kandung dari Arka.

Entahlah, Anna yang mengetahui hal tersebut harus merasa bahagia atau malah sebaliknya. Sebenarnya tak masalah jika ia disukai oleh mereka bertiga, tapi kenyataannya obsesi salah satu dari ketiganya malah membuat Isakh dan Mala terbunuh. Namun yang pasti, saat ini Anna harus mengetahui siapa pembunuh yang sebenarnya.

"Mau bertemu Isakh? Isakh dan adikku sepertinya masih mengobrol berdua di taman belakang."

Mendengar ucapan Arka yang terlihat memancing situasi itu pun membuat Wiryan angkat bicara. "Oke, ajak aku bertemu dengannya. Aku mau melihat apa yang bagus dari orang Belanda itu. Baru setelah itu aku bisa membuat rencana selanjutnya."

🍂

JAYDEN, 18:23Where stories live. Discover now