- Part 1.6

1.5K 112 3
                                    

"Hoy... Hil..." kata Kiven yang membuyarkan lamunanku.

"Eh.. iya..." sahutku.

"Bagus kan sulapan gue?"

Aku mengangguk sambil memendang kembali kearah gugusan bintang-bintang itu. Tapi kenapa dulu nggak pernah kamu lakukan hal ini, Kiv? Kenapa bisa aku melewatkan kejadian indah ini sebelumnya? Aku kembali memalingkan wajahku kearahnya. Deg!! Kiven sedang memandangku. Tubuhnya miring kearahku. Aku nggak bisa memalingkan lagi wajahku menghindarinya. Matanya yang tajam itu memperhatikan aku. Tangannya masih menggenggam tanganku. Kurasakan napasnya berhembus menerpa daguku. Kiven kini menarik bahuku menghadapnya. Aku mengikutinya. Jantungku berdetak tak karuan. Napasku tersendat ketika wajahnya didekatkan kewajahku. Bibirnya yang indah itu kurasakan menyentuh hidungku. Bibirku kini yang bergetar. Kini dengan diiringi harum napasnya aku bisa merasakan bibirnya menutupi bibirku yang merekah basah. Aku merengkuh lehernya. Kiven memelukku erat seakan tak mau melepaskan aku... napasku bertambah sesak.

"Hil.... Gue sayang lo.... Maafin gue..." kata Kiven sesaat yang kemudian melumat bibirku lagi.

"gue juga... Kiv... gue sayang lo juga... maafin gue..." kataku sesaat ketika Kiven melepaskan bibirku.

Kiven menindihku. Kini pandanganku kearah bintang-bintang terhalang oleh tubuhnya yang terhampar diatas tubuhku. Aku memeluknya. Mengelus punggungnya yang padat itu. Kakinya yang melilit diantara kedua kakiku menggelinjang indah ketika aku memasukkan jari-jari tanganku diantara celana pendeknya. Kiven membuka kaosnya kemudian tangannya bergerak membuka kaosku juga. Kini aku bisa merasakan sentuhan kulit tubuhnya dan kehangatannya diatasku. Perutnya yang padat berisi itu bergerak keatas bergesekan dengan perutku.

"Ahhkk... " aku mendesah.

Kiven terlihat membuka celana pendeknya dengan tergesa. Aku menahan tangannya dan menariknya tangannya kearah samping kiri dan kanan tubuhku. Aku memasukkan kedua telapak tanganku kedalam celana pendeknya. Mengelus dua bongkahan padat berisi itu yang masih terbungkus celana dalam. Aku kemudian mendorong celana pendeknya kebawah dan ku tarik keluar dengan menggunakan jari kakiku. Kini aku kembali memasukkan kedua telapak tanganku kearah bongkahan padat itu kembali. Kali ini tanpa halangan apa-apa. Kiven menggelinjang ketika aku mengelusnya dan bergerak kearah depan tubuhnya. Kiven memundurkan tubuhnya kebelakang menghindari tanganku yang bergerak perlahan itu. Tapi kini aku seakan diberi kesempatan merasakan benda keras dan padat itu dengan kedua tanganku. Terasa juga bulu halus tersentuh tanganku disekitar benda itu.

"Uhhhh..." desahnya.

Aku menurunkan pakaian terakhir yang menutupi tubuhnya dengan tanganku dan dibantu dengan kakiku. Kini benda keras padat itu tanpa halangan menyentuh perutku yang terbuka. Ada denyutan liar menekan selangkanganku. Aku menurunkan celana pendekku dan diikuti celana dalamku. Kembali Kiven melumat bibirku. Aku membalasnya dengan tergesa. Lidahnya mencari-cari lidahku. Kakinya bergerak-gerak mengikuti pinggulnya yang menggesek naik turun membuatku bergetar setiap kali benda yang keras itu dengan kuat mengais-ngais selangkanganku. Napasku memburu begitu juga dengan Kiven. Bintang-bintang itu memandang kearah tubuh kami yang telanjang. Dinginnya angin malam itu tak mampu memisahkan tubuh kami yang mulai menyatu...

Aku mengucek-ucek mataku untuk membiasakannya menerima cahaya matahari pagi yang begitu terangnya. Aku kemudian melompat kaget ketika kulihat jam sudah menunjukkan jam 9 pagi. Aku harus ke kampus..... siangnya harus kerja juga.... Dengan bergegas aku mandi pagi itu dan segera menuju kampus.

P R O M I S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang