[ 𝑻𝒉𝒊𝒓𝒕𝒚 𝑵𝒊𝒏𝒆 ] - 𝑴𝒖𝒔𝒕𝒂𝒒𝒊𝒎

Start from the beginning
                                    

"Takkan tak tahu nak cari baju?" Leter bonda.

Ryan hanya diam, tidak ada riak emosi yang jelas terlihat di wajahnya, menatap tajam wanita di depannya. Pandangannya penuh keinginan untuk melepaskan diri dari belenggu yang menyiksa. Dalam genggamannya, ia mengepal tangannya seperti penumbuk.

"Nah." Bonda memberikan baju, Ryan langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi biasa, tanpa ada tanda-tanda apa yang terjadi sebelumnya.

Datin Liyana memandang anaknya.

"Cepat sedikit, setelah itu kamu pergi ke rumah abang. Bonda sudah memberitahu abang, kamu ingin datang."

Ryan hanya mengangguk singkat, bibirnya menampilkan senyum palsu yang ia ciptakan dengan sempurna.

Bonda langsung menutup pintu dan membiarkan Ryan mengganti pakaian.

Ryan memandang baju yang digenggamnya. Pegangan semakin kuat, seolah menahan kemarahannya.

Tiba-tiba..

"Ugh!"

Ryan merasakan denyutan yang menusuk kepalanya, membuatnya merasa seolah-olah akan pecah. Jantungnya berdegup kencang, dan ia merasakan seolah-olah ada beban yang berat di dadanya.

Setelah beberapa saat, rasa sakit itu mereda. Ryan mengusap air matanya dengan cepat dan melihat tetesan darah di lantai tempat dia terduduk. Dia menyentuh hidungnya dan melihat darah pada jarinya. Darah?

Tanpa ragu, Ryan menuju kamar mandi untuk membersihkan hidungnya yang masih berdarah. Ia merasa sensasi pedih yang menusuk saat air mengalir melalui hidungnya.

Ini sudah kali kedua dia merasa ini.

Dia mengambil baju dan langsung mengganti pakaiannya.

"Ha, kenapa lama sangat?" Soal bonda dari ruang tamu. Lama sekali menunggu Ryan siap di dalam kamar.

"Heheh... maaf, bonda." Ryan tersengih-sengih.

"Dah cepat makan dan kemudian pergi ke rumah abang."

"Okay."

Mustaqim memperhatikan tingkah laku Ryan yang makan dengan sedikit bicara.

᪥᪥᪥

"Ary!"

Ryan langsung masuk dan mendakap Ary, anak buah lelakinya yang comel yang hampir masuk 1 tahun. Nampak wajahnya campuran Melayu-Inggris.

Zaina tersenyum dan menyediakan minuman dan kuih-muih di ruang tamu dekat sahaja dengan anaknya yang sedang bermain dengan pak su nya. Rumah mereka kondominum. Cukup menampung keluarga kecil mereka.

Ryan menggomol pipi tembam Ary, anak buah lelakinya yang comel.

"Nanti dah besar, pasti Ary akan menjadi anak yang tampan. Geramnya," Ryan mencium pipi Ary berulang kali sampai anak itu merasa risih.

"Ek!" Ary menangis.

"Ish... Yan, suka buat Ary menangis." Zaina menggeleng kepala melihat Ryan yang suka membuli anaknya.

Ryan tersenyum,

"Abang mana? Kerja?"

"Ya, dia kerja. Bonda sihat?"

"Sihat alhamdulillah kak."

"Alhamdulillah."

Mustaqim setia duduk di hadapan rumah tanpa masuk ke dalam

"Eh tu.. masuk lah. Takpe biar pintu terbuka," kata kakak iparnya ke arah bodyguard itu.

Ryan memandang lelaki itu masuk ke dalam rumah. Dia sebenarnya tidak suka lelaki ini. Lelaki ini tahu apa yang terjadi semalam. Dan mengapa dia panggil dirinya tuan?

"Yan."

Ryan menoleh ke arah kakak iparnya.

"Akak dengar bapa mertua kamu masuk wad semalam."

Ryan terdiam seketika.

"Ha'ah. Dia tiba-tiba rebah kat rumah bonda."

"Kenapa?"

"Tak tahu. Lepas dia peluk yan. Dia rebah." Ryan tersenyum sedikit sinis membuat Zaina terdiam.

"Erm.. siapa nama bodyguard ni?"

"Hah?"

"Tu.. bodyguard yan tu." Tunjuk Zaina.

"Ouh.. Yan dengar bonda panggil dia Mustaqim."

"Mustaqim.. marilah makan ni jangan malu-malu."

Mustaqim tersenyum lalu mengangguk.

"Segak ya," puji Zaina

"Amboi kak.. lapor kat abang baru tau."

"Ish kamu ni.. akak puji je. Tak pernah akak nampak bodyguard Yan ni kat rumah bonda." Kata Zaina. Bagi dia suami dia lebih kacak berbanding sesiapapun. Dia sentiasa mencintai suaminya sahaja.

"Hm.. dia baru masuk. Tapi.. pelik lah bonda dah kenal lama dia," bisik Ryan.

"Ye ke? Tak tanya bonda?"

Ryan menggeleng.

"Bonda banyak rahsia dari Yan. Yan tak faham lah kenapa nak berahsia dari Yan. Mesti abah pun tahu."

Zaina perasan riak wajah Ryan yang tidak puas hati.

"Ryan cuba lah tanya bonda. Mesti ada sebab. Jangan salah faham dulu," pesan kakak iparnya.

"Hm.. ok."

"Kak."

"Ya?"

"Ryan dah jumpa bulus."

"Ha? Dah jumpa? Mana dia?"

Ryan memandang bodyguard tersebut, Mustaqim keluar dan masuk kembali membawa sangkar kucing.

Kelihatan kucing berbulu putih lebat di dalamnya.

Zaina memerhati lama kucing tersebut, memang betul itu kucing dia. Dia memandang adik iparnya,

"Mana yan jumpa? Lama dia menghilang."

"Erm.. yan tak rasa dia keluar. Yan dengar suara kucing kat belakang rumah jadi Yan tengok. Dia kat situ rupanya," ucap Ryan dengan senyuman tersirat.

"Terima kasih adik kakak. Tak tahu nak cakap apa. Minum ni nanti sejuk pula."

Setelah makan dan minum petang, Ryan berangkat untuk pulang.

"Nak bawa Ary boleh? Culik Ary lah."

"Haip! Marah abang kamu nanti. Nanti ada masa kami pergi ke sana."

Ryan tersenyum terpaksa. Dia tidak tahu apakah dia benar-benar akan menculik Ary nanti.

"Bye, Ary sayang."

Semasa perjalanan pulang ke rumah, dia menyadari sepasang mata yang sentiasa mengamatinya dari cermin pandang belakang. Mustaqim, bodyguardnya, tampak seperti selalu memperhatikannya dengan seksama.

Setelah sampai, Ryan melangkah masuk ke rumah dan berjalan menuju kamarnya dengan langkah lambat. Pikirannya penuh dengan rasa tidak puas dan kegelisahan yang terus-menerus tumbuh di dalam dirinya.

Dia masuk ke kamar dan menutupi pintu. Dia memandangi cermin di dinding kamar dan melihat wajahnya yang terlihat biasa-biasa saja. Tapi dalam dirinya, ada kegelapan yang tak tergambarkan oleh raut wajahnya.

"Semua orang menghalangi apa yang aku inginkan," gumam Ryan dengan suara serak. "Tapi aku tak akan membiarkan mereka."

Sebelah bibirnya menyungging ke atas,
























'Aku, Kytor.'

-
-
-
-
-
-
-

Please vote and comment. Thank you 🌹

𝐃𝐈𝐀 𝐋𝐄𝐋𝐀𝐊𝐈 𝐏𝐒𝐈𝐊𝐎 𝐀𝐊𝐔 𝐂𝐈𝐍𝐓𝐀 [ 𝐎𝐆 ] [ 𝐒𝐔 ] Where stories live. Discover now