"Maka dari itu temanin Abang ke salon. Abang harus perawatan." katanya seraya mengedipkan satu matanya.

"Berdua, Bang?" Hujan melirik Bintang, sayangnya temannya itu malah sibuk dengan ponselnya sembari cekikikan.

"Kagaklah. Gue ada urusan keluarga. Malah hari ini mau ambil cuti dua hari. Soalnya salah satu keluarga aku ada yang sakit keras." ujar Bintang menyadari tatapan Hujan mengarah padanya. Tentunya tadi dia masih sempat mendengar obrolan keduanya.

Hujan memasang wajah iba, dia mengucapkan beberapa kata semangat yang ditanggapi anggukan oleh Bintang.

"Makan yook. Abang lapar." Khatulistiwa menepuk perutnya.

"Kalian duluan aja gih. Gue masih kenyang makan gado-gado di depan." balas Bintang yang diam-diam membuat Khatulistiwa memberikan fingeheart sebagai ucapan terimakasih karena sudah memberikan dirinya dan Hujan waktu berdua.

"Kalo gitu, duluan ya." pamit Hujan beranjak pergi disusul Khatulistiwa di belakangnya.

"Thank's ya. Bentar gue traktir lo KFC." bisik Khatulistiwa sebelum berlalu dari sana. Bintang hanya menggumam dengan memberikan jempol sebagai balasan. Perhatiannya tak sedikitpun teralih pada benda elektronik di tangannya.

Berlalunya dia orang itu, Bintang menatap kosong ponselnya. Sedari tadi dia hanya menggeser-geser layar ponselnya supaya terlihat sibuk di mata keduanya padahal sebenarnta tidak.

Membuang napas pendek, Bintang ingin berlalu tetapi urung ketika maniknya menangkap eksistensi Awan yang tak jauh berdiri dari pantry. Pandangan lelaki itu tajam bagai elang, entah apa yang ia amati hingga segitunya Awan menatap sebuah jalan menuju kantin.

"Pak Awan butuh sesuatu?" Bintang memberanikan diri mendekati sang atasan sedangkan Awan yang mendapat pertanyaan itu hanya menggeleng.

"Tidak. Ah, beritahu teman kamu, agar membawa teh hangat ke ruangan saya." usai mengatakan itu, Awan berlalu dari sana meninggalkan Bintang yang menatap punggungnya bingung.

"Kan ada gue. Kenapa kagak suruh aja, ya?" gumamnya dengan benak bertanya-tanya.

💍💍💍

Seperti yang sudah diceritakan, maka kini Zendar mulai menyiapkan segala tetek bengeknya agar proses pemotretan berjalan lancar.

Seharusnya begitu, akan tetapi entah apa yang terjadi. Kedua model yang sudah ditunjuk yakni Khatulistiwa dan seorang perempuan yang telah di casting oleh perusahaan mendapat kendala.

Pertama Khatulistiwa yang mendapat musibah ban mobilnya bocor ditempat sepi menjadikan pria itu kelabakan mencari bengkel terdekat.

Dan kedua model perempuan, pihak Zendar mendapat kabar bahwa sang model mendapat kecelakaan kecil menyebabkan kakinya terluka dan kesulitan berjalan.

Semua yang berada di sana tentu panik. Terlebih segalanya sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari. Mulai dari jadwal promosi hingga fotografer yang telah menunggu setengah jam.

"Kalo cari model baru, bakalan lama. Vibes ini tuh lebih cocok ke Khatulistiwa sama Indira." celetuk salah satu dari mereka. Nampak gurat frustasi tercetak di wajah berbingkai kacamata tersebut.

Hujan yang kebetulan berada di sana mengantarkan cemilan serta minuman dingin ikut merasa kasihan. Biar bagaimanapun, perjuangan mereka agar pemotretan berjalan patut diancungi jempol. Dan pikiran Hujan berkelana pada Khatulistiwa.

Hujan menjadi saksi bagaimana pria itu sangat exicted menjelang hari-H.

"Biar saya saja yang menjadi model laki-lakinya."

Di antara ketegangan yang terjadi, sebuah suara berta menginterupsi. Semua saling lempar pandang begitupun Hujan yang menatapnya diam.

"Pak Awan."

"Yaa, dan untuk model perempuannya, biar karyawan Zendar saja." tutur Awan sambil menyapu pandangan ke sekitar.

Hujan melengos ketika netra hitam itu menatapnya. Dirinya bergerak meninggalkan ruangan tetapi urung usai Awan dengan lantang menyerukan namanya.

"Pelangi Hujan, dia yang bakal menjadi model perempuannya."

Belum sempat Hujan menyuarakan penolakannya, dirinya langsung ditarik menuju ruang make up. Hujan tak diberi kesempatan barang sedikit untuk protes, hingga akhirnya dia kini duduk di atas ranjang beserta Awan di sampingnya.

Mengenakan gaun tidur putih gading, Hujan menatap sekelilingnya gugup. Rasa ingin kabur dari ruangan ini begitu besar, tetapi Hujan tau dia tidak bisa melakukannya kala sang fotografer mulai mengambil ancang-ancang.

"Tolong untuk yang cewek agar rebahan agar Pak Awan bisa peluk. Harus beradegan layaknya suami istri yang tengah tertidur romantis bersama." imbaunya yang Hujan balas dengan gelengan.

"Pilih. Menurut atau keluar dari kantor ini." bisikan penuh ancaman Awan menyentak Hujan.

Dia tak menyangka bahwasanya Awan melakukan ini. Terlebih Hujan mendapat firasat, lelaki itu sengaja memilihnya menjadi model.

Akhirnya Hujan memilih mengalah dan mengikuti intruksi sang fotografer.

Tubunya telentang diikuti selimut yang dinaikkan sebatas dada. Hujan sedikit tidak nyaman saat Awan mulai bergerak ke sampingnya.

Sampai di detik berikutnya, tangan pria itu mulai melingkari pinggannya dalam selimut.

"Tolong Mba Hujan balas pelukan Pak Awan."

Hujan melotot horor, tidak. Ini tidak benar! Namun dia kembali menurut kala Awan meremas pinggangnya sebagai ancaman.

Mereka tidak tau, dibalik keromantisan yang berusaha di bangun, ada Hujan yang kini terdiam kaku mendengar bisikan Awan.

"Bagaimana rasanya tidur di kasur empuk, hm? Sebagai OB seharusnya kamu bahagia. Iya kan?"

Hujan meremas piyama tidur Awan. Dia memilih tak meladeni karena tau pasti akan berujung tidak mengenakan bagi dirinya sendiri.

💍💍💍

Siapa yang pengen gantiin posisi Hujan.

Barangkali ada yang mau. Aku buka lowongan😊

Gimana untuk part ini?

Yang setia nungguin, makasih banget, ya.

Dan yang memberikan dukungan aku kasih lope2 buat ReLuvi❤❤

Next cepat?

Beri dukungan untuk cerita ini.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

(,) sebelum (.)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ